Salak Pondoh Andalan Galengdowo, Kab. Jombang
Beruntunglah desa yang memiliki potensi atau keunggulan. Sebut saja Desa Galengdowo, Kec Wonosalam, Kab Jombang, yang diberkahi alam dan tanaman…
Beruntunglah desa yang memiliki potensi atau keunggulan. Sebut saja Desa Galengdowo, Kec Wonosalam, Kab Jombang, yang diberkahi alam dan tanaman berbagai macam, termasuk yang kondang adalah salak pondoh. Seperti apakah?
ESA Galengdowo terletak di ketinggian 482 Mdpl (meter di atas permukaan laut) dengan iklim tropis ber suhu kisaran 25 derajat-28-derajat celcius. Tingkat kesuburan tanah sangat tinggi. Didukung dengan kondisi geologi desa yang sebagian besar jenis tanahnya berupa tanah alluvial hitam.
Tanaman salak cocok tumbuh di iklim basah, namun tidak tahan genangan air, serta memerlukan tanah gembur yang banyak mengandung bahan organik. Tak heran jika kemudian salak pondoh menjadi ikon desa tersebut.
Salak pondoh mulai dibudidayakan tahun 2000-an. Bibit salak pondoh dari Sleman, DI Jogjakarta. Setelah bertahun-tahun dibudidayakan dan beradaptasi dengan lingkungan sekitar, salak Galengdowo makin dikenal masyarakat.
Tahun 2013′ disusun Standard Operation Procedure (SOP) salak pondoh Desa Galengdowo. Kemudian tahun 2014 dilakukan Sekolah Lapang Good Agricultural Procedure (SL-GAP). Setelah dua tahun pelaksanaan, petani yang tergabung dalam Kel’ompok Tani Salak Indah Lestari, mendaftarkan sertifikasi kebun salak ke Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur.
Pendaftaran pertama diikuti 11 petani yang kebun salaknya sudah produktif. Kemudian dilakukan kunjungan atau survei lapangan dari Dinas Pertanian Provinsi Jatim terkait persyaratan mayor minor yang harus dilakukan untuk registrasi kebun.
Salak Galengdowo berukuran besar, dengan tekstur tebal renyah dan berair. Disukai penjual buah dan konsumen karena penampilan dan rasanya yang enak. Itu berkat kerja keras petani dalam menerapkan prinsip GAP di kebun salak masing-masing.
Saat musim kemarau, harga salak mengalami kenaikan, karena jumlah panen yang berkurang dan tingginya permintaan pasar. Ini menguntungkan petani yang tekun merawat kebunnya. Meski musim kemarau produksi salak
turun sekitar 30-40%, namun harga jual perkilo berkisar Rp 6 ribu sampai Rp 7 per kg di tingkat petani.
Usaha pertanian salak Galengdowo semakin menjanjikan. Tahun ini perkembangan luas tanam salak cukup tinggi mencapai 10 hektar. Dan petani yang berminat menanam salak bertambah banyak.
Gapoktan Galengdowo pun mampu unjuk gigi dengan meraih juara dalam lomba tingkat provinsi untuk kategori agribisnis buah. “Alhamdulillah hasilnya lumayan dan bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari/’tuturCahyono (40), salah satu petani salak. Usaha agribisnis salak Galengdowo makin berkembang, membawa perbaikan perekonomian bagi petani lokal serta turut memberi warna bagi perkembangan buah dalam negeri. (rni, dbs)
Sumber : Dinukil dari Majalah Derap Desa Edisi 132, Oktober 2018 hal. 40