KEJAYA Handicraft Semakin Eksis, Banyuwangi
Kejaya Handicraft semakin eksis. Bahkan kini mereka sudah mengekspor kerajinan tangan Banyuwangi ke Eropa maupun Amerika Serikat. Usaha kerajinan itu…
Kejaya Handicraft semakin eksis. Bahkan kini mereka sudah mengekspor kerajinan tangan Banyuwangi ke Eropa maupun Amerika Serikat. Usaha kerajinan itu dirintis sejak tahun 1998 dengan penghasilan lumayan. Seperti apakah?
USAHA kerajinan itu didirikan dua bersaudara, Kathibin dan Ahmad Fatoni (aim). Produknya bahan alami, mulai tempurung kelapa (batok), pelepah pisang, bambu, kayu, waring (perdu yang diambil seratnya). Lambat laun bahan baku pelepah pisang tergeser kerajinan dari kelapa.
Hingga sekarang, Kejaya sudah memproduksi barang kerajinan sebanyak 500 jenis. Antara lain, tas, tempat perhiasan, kotak, pigura, mebel-mebel kecil dan lainnya. Harga barang kerajinan yang dijual bervariasi, mulai dari yang termurah Rp 1.000 hingga termahal Rp 1 juta.
Setelah 20 tahun berjalan, kini Kejaya Handicraft mempunyai 25 karyawan dan lebih dari 100 perajin yang dilibatkan sebagai mitra kerjanya. “Karyawan dalam perajin yang bekerja di rum ah, yang ngepaki dan mengambil orderan di luar,” kata Drasty (18), putri sulung Khatibin, yang didampingi Nuri (23), kakak sepupunya.
Perajin yang di luar, meliputi masyarakat di dua pedukuhan, yang dilibatkan dalam anyam-menganyam. “Finishing-nya tetap orang dalam,” kata Drasty.
Sebagai contoh, pembuatan songkok bambu oleh karyawan dalam, dengan bahan anyaman bambu hasil perajin luar. Di Banyuwangi bahan bambu yang bagus dari Gintangan.
Yang pertama membuat produk dari pelepah pisang dan tempurung kelapa, batangnya, lidinya. Pokoknya serba kelapa. “Karena di daerah kami penghasil,” kata Drasty, lulusan SMA yang akan melanjutkan kuliah di Untag Banyuwangi. Kemudian berkembang ke songkok bambu, tempat tisu, album dan tas dari pelepah pisang dan proses terbaru tas anyaman dari serat waring.
Pemasaran produk mulai Jakarta, Bali, dan Solo. Untuk pasar luar negeri, ekspor ke Eropa, Amerika, Jamaika, dan Hawai. “Kalau Jakarta kami sebulan bisa dua kali. Kalau dari Eropa dan Amerika, tamunya datang ke Banyuwangi, minta dikirim beberapa jenis produk ke Bali,” ujar.
Ditanya kendala yang dihadapi, Nuri menjawab, kendalanya pada bahan baku. Bahan kayu atau batang kelapa, menunggu ada orang yang memotong. “Selain itu, makin
harus mengikuti tren yang ada. Inovasi produk menyesuaikan zaman, biar nggak kalah dengan kompetitor baru,” ujarnya. (dar)
Sumber : Dinukil Dari Majalah Puspa, Edisi 92 September 2018 hal. 38