Monday, October 14, 2024
Semua Tentang Jawa Timur


Asal Usul Nama Ponorogo

Mengenai asal-usul nama Ponorogo sampai dengan saat penyusunan naskah ini belum ditemukandan diketahui secara pasti. Berikut kami sampaikan beberapa analisa…


Mengenai asal-usul nama Ponorogo sampai dengan saat penyusunan naskah ini belum ditemukandan diketahui secara pasti. Berikut kami sampaikan beberapa analisa dari berbagai sumber yang diperkirakan ada kaitannya atau kemiripannya dengan sebutan nama Ponorogo.

Berdasarkan Legenda

  1. Di dalam buku Babad Ponorogo yang ditulis oleh Poerwowidjojo diceriterakan bahwa asal-usul nama Ponorogo, bermula dari kesepakatan dalam musyawarah antara Raden Katong, Kyai Mirah, Seloadji, dan Joyodipo pada hari Jumat saat bulan purnama, bertempat di tanah lapang dekat sebuah gumuk (wilayah Katongan sekarang). Di dalam musyawarah tersebut disepakati bahwa kota yang akan didirikan nanti dinamakan “Pramana Raga” akhirnya lama-kelamaan menjadi “Ponorogo”.
  2. Dari ceritera rakyat yang masih hidup di kalangan masyarakat terutama di kalangan genarasi tua, ada yang mengatakan bahwa nama Ponorogo kemungkinan berasal dari kata “Pono” = Wasis, pinter, mumpuni, mengerti benar. “Raga” = Jasmani, badan sakujur. Akhirnya menjadi Ponorogo.

 

Tinjauan Etimologi

Mengacu dari sumber-sumber ceritera di atas, jika ditinjau secara etimologi, akan kita dapatkan beberapa kemungkinan sebagai berikut:

  1. “Prama Raga” menjadi Panaraga.

Sebutan Pramana Raga terdiri dari dua kata yakni :

a. “Pramana” = Daya kekuatan, rahasia hidup, permono, wadi.
b. “Raga” = Badan, jasmani.

Dari penjabaran tersebut dapat ditafsirkan bahwa dibalik badan wadak manusia itu tersimpan suatu rahasia hidup (wadi) berupa olah batin yang mantap dan mapan berkaitan dengan pengendalian sifat-srfat amarah, aluwamah, shufiah, dan muthmainah.

  1. Ngepenakake raga menjadi Panaraga

Manusia yang memiliki kemampuan olah batin yang mantap dan mapan akan dapat menempatkan diri di mana pun dan kapan pun berada. Akhirnya apa pun tafsirannya tentang Ponorogo dalam wujud seperti yang kita lihat sekarang ini adalah tetap “Ponorogo” sebagai kota yang kita cintai, kita pertahankan, dan kita lestarikan sebagai Kota Reog yang menjadi kebanggaan masyarakat Ponorogo.

Berdirinya Kadipaten Ponorogo

  1. Beberapa Sumber yang Berkaitan dengan Berdirinya Kadipaten Ponorogo

Ada dua sumber utama yang kami jadikan bahan kajian dalam menelusuri Hari Jadi Kadipaten Ponorogo yakni:

a. Sejarah Lokal Baik Legenda maupun Buku Babad.

Banyak ceritera yang berkembang di kalangan masyarakat dan bahkan ada yang telah ditulis di dalam buku babad dan Iain-Iain. Menurut babad maupun ceritera rakyat, pendiri Kadipaten Ponorogo ialah Raden Katong putra Brawijaya V raja Majapahit dengan putri Begelen. Diduga berdirinya Kadipaten Ponorogo pada akhir abad XV.

b. Bukti Peninggalan Benda-benda Purbakala.

Kebudayaan seseorang itu bersumber dari masyarakatnya, dalam arti konsentrasi tertinggi adalah basis alam dari kehidupan kebudayaan itu sendiri. Masyarakat Wengker menganut kepercayaan Hindu yang jelas berakulturasi dengan tradisi-tradisi yang berlaku saat itu.

Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya peninggalan benda-benda purbakala antara lain:

  • Sebuah area Syiwa ;
  • Tiga buah area Durga ;
  • Lima buah area Ghanesa ;
  • Dua area Nandi;
  • Sebuah area Trimurti;
  • Dua area Mahakala sebagai Dwarapala ;
  • Sebuah Lingga;
  • Sebuah Yoni;
  • Sepasang Lingga Yoni;
  • Sembilan buah miniatur lumbung padi;
  • Area Gajah-Gajah Siwarata, kendaraan Bathara Indra berasal dari Timur;
  • Wisnoe berasal dari timur;
  • Ganesa-penunggu rumah dengan angka tahun 1355 saka = 1433 M ;
  • Umpak – terdapat di Pulung, dengan angka tahun 1336 saka = 1414 Masehi.. 31.
  • Sejumlah patung/ arca logam yang ditemukan di desa Kunti, Kecamatan Bungkal.

Disamping itu ditemukan pula peninggalan benda-benda purbakala di sekitar makam Bathoro Katong. Dari kompleks makam Ini diperoleh petunjuk angka tahun kapan kiranya Bathoro Katong mendirikan kadipaten Ponorogo. Di depan gapura pertama yang berdaun pintu atau gapura ke – 5, di sebelah utara dan selatan terdapat sepasang batu menyerupai tempat duduk yang menurut tradisi disebut Batu Gilang.

Pada batu tersebut tertukis candra sengkala memet dari belakang Ke depan berupa : manusia, pohon, burung (garuda), dan gajah.

manusia = angka 1 ;
pohon = angka 4 ;
burung (garuda ) = angka 1 ;
gajah = angka 8.
Berdasarkan kajian itu, Tim Sembilan menyimpulkan candra sengkala memet pada Batu Gilang tersebut menunjukkan angka tahun 1418 Saka.

  1. Bathoro Katong Diwisuda

a. Figur Seorang Bathoro Katong.

Nama Bathoro Katong sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Ponorogo. Bahkan nama itu seakan sudah menyatu dengan nama kota Ponorogo. Menurut pendapat para sarjana, ceritera rakyat, dan buku-buku babad, Bathoro Katong adalah pendiri Kadipaten Ponorogo yang selanjutnya berkembang menjadi Kabupaten Ponorogo. Hal itu sudah menjadi keyakinan masyarakat Ponorogo tanpa mempermasalahkan “siapa” dan “kapan” Bathoro Katong diwisuda sebagai adipati Ponorogo.

b. Kapan Bathoro Katong Diwisuda

Berdasarkan penelitian dan analisa sejarah dari berbagai sumber, terutama pengkajian terhadap peninggalan benda-benda purbakala yang berkaitan dengan masa pemerintahan Bathoro Katong, antara lain dapat kami sampaikan sebagai berikut:

  • Batu Bertulis Kucur Bathoro

Di Wilayah Kecamatan Ngebel ada lokasi/ tempat yang dinamakan Kucur Bathoro. Menurut Moh. Hari Soewarno, Kucur Bathoro itu diperkirakan tempat bersemedi Bathoro Katong pada saat akan memulai melaksanakan tugas di Bumi Wengker. Di tempat itu terdapat sebuah batu bertulis yang menunjukkan angka tahun 1482 Masehi.

  • Prasasti Batu Gilang di Makam Bathoro Katong.

Di Kompleks makam Bathoro Katong yaitu di depan gapura ke–5 terdapat sepasang batu yang disebut Batu Gilang oleh masyarakat Ponorogo. Pada Batu Gilang itu terlukis candra sengkala memet berupa gambar: manusia, pohon, burung (garuda), dan gajah, yang melambangkan angka tahun 1418 Saka atau tahun 1496 Masehi. Batu Gilang itu berfungsi sebagai prasasti “penobatan” yang dianggap suci.

Atas dasar bukti peninggalan benda-benda purbakala tersebut, dengan menggunakan buku Handbook of Oriental History halaman 37, dapat ditemukan hari wisuda Bathoro Katong sebagai adipati Kadipaten Ponorogo pada Ahad Peri. 1 Besar 1418 Saka bertepatan dengan 11 Agustus 1496 Masehi atau 1 Dzulhijjah 901 H.

3. Penetapan Hari Jadi Kabupaten Ponorogo.

Di awali dengan tekat Bupati Kepala Daerah Tingkat II Ponorogo yang mendasarkan pada usulan masyarakat Ponorogo dan perintah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Timur agar setiap Daerah Tingkat II memiliki Hari Jadinya maka Bupati membentuk dan menugaskan Tim Penyusun materi Hari Jadi Kabupaten Ponorogo.

Selanjutnya Tim Penyusun materi Hari Jadi Kabupaten Ponorogo yang lebih dikenal dengan Tim Sembilan bekerja keras kurang lebih tiga bulan mengumpulkan bahan-bahan materi Hari Jadi maka pada tanggal 30 April 1996 diselenggarakan seminar sehari Hari Jadi Kabupaten Ponorogo. Hasil seminar menetapkan dan memutuskan hari, tanggal, dan tahun Hari Jadi Kabupaten Ponorogo.

Selanjutnya untuk lebih memantapkan keputusan Hari Jadi Kabupaten Ponorogo maka naskah hasil seminar sehari Hari Jadi Kabupaten Ponorogo diajukan kepada DPRD Tingkat II Ponorogo untuk mendapatkan persetujuan penatapan Hari Jadi Kabupaten Ponorogo pada hari Ahad Pon, tanggal 1 Besar tahun 1418 Saka atau tanggal 11 Agustus 1496 Masehi (1 Dzulhijjah 901 H.).

Atas dasar persetujuan DPRD Tingkat II Ponorogo, Bupati Kepala Daerah Tingkat II Ponorogo menetapkan Hari Jadi Kabupaten Ponorogo pada Ahad Pon, 1 Besar 1418 Saka bertepatan dengan tanggal 11 Agustus 1496 Masehi atau 1 Dzulhijjah 901 H.

Sumber : Toebari, dkk. Hari Jadi Kabupaten Ponorogo. Ponorogo : Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Ponorogo. 1996. CB-D13/1996-19[30]