Masjid Jamik Kota Malang
Masjid Jamik Malang keberadaan Masjid ini tepat di pusat kota Malang tepatnya terletak di sebelah Barat Alun-alun kota Malang. Pembangunan…
Masjid Jamik Malang keberadaan Masjid ini tepat di pusat kota Malang tepatnya terletak di sebelah Barat Alun-alun kota Malang. Pembangunan masjid ini selama delapan tahun, diawali tahun 1882 M dan selesai tahun 1890 M. Semula bangunan masjid berdenah bujur sangkar berstruktur baja dengan bentuk atap tajug tumpang dua, sampai sekarang bangunan ini masih dapat dilihat dan merupakan bagian dari bangunan induk bagian Barat. Perkembangan selanjutnya penambahan bangunan baru di depan bangunan aslinya. Berbeda dengan bangunan aslinya, bangunan tambahan juga berdenah bujursangkar dan berstruktur kayu, namun memiliki bentuk atap tajug tumpang tiga. Sehingga bangunan yang baru inilah yang sekarang terlihat puncak atapnya dari Alun-alun. Tahun 1950 terjadi perluasan lagi yakni dengan dibangunnya tempat wudu yang representatif dan ruang pertemuan serta ruang administrasi masjid di lantai atasnya. Masjid jamik ini dikelola dan menjadi milik Yayasan Masjid Jamik Malang dengan pengawasan dari Pemerintah Kota Malang. Terdapat dua jalan masuk untuk menuju ke masjid ini bisa dari depan dari arah Alun-alun dan bisa dari belakang dari jalan kampung di belakang. Areal kompleks ini sekarang telah demikian padat dengan bangunan sehingga halaman depan yang semula cukup luas kini menjadi relatif sempit, untung di depannya terdapat alun – alun. Di belakang bangunan induk terdapat halaman belakang yang tidak begitu luas untuk keperluan pelayanan dan ruang transisi ke Unit Radio Pemancar Amatir, Taman Kanak-kanak, Musholla wanita serta serambi Samping.
Selain untuk kegiatan peribadatan, di Masjid Jamik Malang terdapat juga kegiatan – kegiatan sosial yang meliputi:
- pembagian zakat,
- pembagian daging korban,
- remaja masjid,
- taman kanak-kanak,
- radio amatir untuk penyiaran dakwah,
- perpustakaan dan sebagainya.
Dengan demikian maka fungsi masjid ini sudah mulai berkembang tidak hanya sekedar sebagai pusat peribadatan semata akan tetapi juga sudah mengarah sebagai pusat kebudayaan Islam.
Bangunan induk merupakan dua bangunan, bangunan belakang (bangunan lama) yang berdenah bujur sangkar beratap genteng dan berbentuk atap tajug tumpang dua, sedangkan yang depan tumpang tiga. Serambi depan bangunan belakang merupakan pertemuan tengah depan dan belakang berbentuk emperan, sedangkan serambi bagian depan yang menghadap ke halaman merupakan dinding berlisplank pada bagian bawahnya dibuat bentuk-bentuk lengkung yang disangga dengan tiang/kolom beton jaraknya sama.
Pada bangunan induk tidak terdapat menara tetapi tetap mempertahankan bentuk atap tajug. Bila dilihat dari sistem strukturnya yang tak memiliki balok tumpang (susun) maka bangunan tajug ini mirip sekali dengan bentuk bangunan Wantilan suatu bangunan pertemuan dan bangunan upacara persembahan (sakramen) pada agama Hindu di Bali. Sedangkan menaranya terdapat pada bangunan serambi depan yang jumlahnya ada dua buah dan pada bagian main entrancenya terdapat satu kubah yang terbesar sedangkan empat buah lainnya terdapat di serambi itu dan satu kubah kecil terdapat lagi di bangunan kantor. Jadi pada kompleks ini meskipun terdapat perluasan namun ternyata keaslian dari bangunan lama masih tetap dipertahankan sedangkan bangunan tambahannya yang baru itu meskipun dengan bentuk relung dan kubah yang berasal dari negara-negara Islam Timur Tengah ternyata dapat dipadukan dengan amat manis.
Ragam hias yang dipakai tidak menyolok dan tidak menjadikan ruang yang perlu kekhusyukan ini menjadi ramai. Ragam hias yang utama terdapat pada ruang Mihrab dan Mimbar. Mihrabnya di bagian pelengkung atasnya terdapat ukiran kayu yang cukup halus dengan warna keemasan. Demikian pula mimbarnya yang menyerupai singgasana terbuat dari kayu jati penuh dengan ukiran yang keemasan. Sedangkan di atas pintu terdapat lubang ventilasi yang ditutup dengan teralis besi dengan ornamen dari besi cor yang cukup halus. Di samping itu penyelesaian dinding temboknya cukup teliti dan serasi baik dengan hiasan tonjolan tembok maupun yang berbentuk ornamen yang menempel pada tembok. Penyelesaian kolom-kolom pada serambi juga cukup halus dengan memakai pola kepala-badan-kaki.
Proporsi bangunan masjid ini cukup baik sehingga bangunan ini memiliki tampang yang cantik dan antik. Skala keagungan di ruang luar dicerminkan dengan menjulangnya dua buah menara, kubah dan atap tajug. Pola bentuk yang dipakai juga cukup serasi yakni dengan menggunakan bentuk lengkung di bagian serambi dan segitiga di ruang liwan. Dengan demikian maka pola ini mencerminkan keanggunan bangunan ini.
Bangunan – bangunan samping merupakan bangunan baru dengan konstruksi baru, Gedung pertemuan dan administrasi bangunan dua lantai dengan konstruksi beton bertulang dan beratap dasar, pada bagian bawahnya dimanfaatkan untuk tempat wudu pria. Sedangkan bangunan untuk musholla wanita pada lantai bawahnya sebagai tempat wudu wanita juga berlantai dua berkonstruksi beton tetapi beratap limasan dari genteng. Gedung taman kanak-kanak yang juga untuk unit siaran radio pemancar merupakan bangunan satu lantai dengan atap berbentuk limasan. Penambahan – penambahan bangunan samping berlantai dua itu selain sangat fungsional juga padat manfaat.
Dapat dikatakan bahwa pengembangan dan perluasan fisik masjid jamik ini cukup berhasil sebab keaslian bangunan semula tidak dirusak sedangkan bangunan tambahannya dapat menyesuaikan diri dengan yang lama tanpa mengurangi ciri-ciri kemajuannya.
Pembagian ruang pada kompleks Masjid Jamik Malang ini terbagai sesuai kebutuhan sebagai berikut:
- Ruang penitipan,
- Serambi,
- Liwan,
- Ruang Mihrab, mimbar dan ruang penyimpanan Kitab Suci Al-Quran,
- Ruang Kantor Takmir Masjid,
- Ruang Pertemuan,
- Ruang Jaga,
- Ruang Unit RADAM,
- Ruang Taman Kanak-kanak,
- Ruang wudu pria dan wudu wanita,
Penerangan siang hari di dalam bangunan induk menggunakan sinar Matahari melalui pembukaan dinding-dinding luar berupa pintu, jendela dan boventlicht serta penerangan atas melewati sela-sela atap tumpang yang ada. Dengan demikian maka suasana penerangan ini menjadi temaram sehingga suasana sebagai ruang suci yang memerlukan kekhusyukan sangat cocok. Penerangan di Serambi depan dan samping cukup optimal karena dinding luarnya transparan dengan bentuk relung dan tiang penyangganya. Namun penerangan di tempat wudu pria kurang karena jendela atas hanya dari satu sisi saja. Kantor dan ruang pertemuan mendapat penerangan yang cukup sesuai dengan fungsinya masing-masing. Pada bangunan induk dan Serambinya ventilasinya cukup baik sebab bisa terjadi ventilasi silang. Demikian pula pada ruang pertemuan. Namun di dalam ruang wudu pria ventilasi kurang memadai karena tak dapat terjadi ventilasi silang sehingga terjadi kelembapan udara.
Akustik di ruang Liwan juga cukup baik karena hampir semua dinding banyak terdapat pembukaan. Sehingga pemasangan pengeras suara tidak mengalami gangguan yang berarti. Kebersihan bangunan-bangunan sakral dan pelengkapnya cukup memadai. Ruang Liwan dan Serambi cukup hygienis. Demikian pula tempat wudu cukup hygienis, baknya memakai kran yang cukup banyak jumlahnya dindingnya dilapisi porselin ukuran 11×11 cm2, sedangkan lantainya dari tegel wafel warna kuning, pembuangan air limbah tersalurkan dengan baik. Penghawaan tertolong oleh keluasan alun – alun, namun penerangannya kurang karena padatnya bangunan. Ketinggian lantai bangunan sakral yang kurang lebih 105 cm dari muka tanah sekitarnya itu ikut menunjang kesucian bangunan ini.
Arah kiblat bangunan masjid ini sudah mengarah ke Makkah. Dengan demikian maka arah saf salat juga menjadi tertib. Hanya suasana dan bentuk ruang Liwan yang terpaksa menjadi memanjang ke depan ini kurang begitu baik ditinjau dari tatakrama salat. Jumlah tiang di bangunan baru yang 20 biji itu cukup mengganggu sedangkan pada bangunan lama yang mempunyai luas yang sama justru hanya menggunakan empat tiang saja sehingga tidak mengganggu.
Suasana kekhusyukan cukup baik sebab bangunan ini terpisahkan dari tetangga dengan tembok tinggi atau dengan batas bangunan lain. Sedangkan suasana ruang dalamnya di bawah atap tumpang terasa suasana agung karena langit-langitnya langsung menempel pada usuk, sehingga kesan ruang yang memusat dan mengarah ke atas ini cukup terasa.
————————————————————————————–———————————-Dinukil oleh: Dian K. (Pustakawan);
dari: Koleksi Lokal Konten Deposit Badan Perpustakaan Dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur
Perkembangan arsitektur Masjid di Jawa Timur./Ir. Zein M. Wiryoprawiro/Surabaya: Bina Ilmu, 1986 CB-D13/1986-6[1]