Monday, December 11, 2023
Semua Tentang Jawa Timur


MASJID AGUNG ASY- SYUHADA’ Kabupaten Pamekasan

Masjid Agung Asy-Syuhada’ Kabupaten Pamekasan bermula dibangun di tempat yang sama yaitu tempat  Masêghit Rato atau masjid raja karena yang mendirikan masjid yang mula-mula…

By masadmin , in Kabupaten Lokasi Pamekasan Th. 2016 Wisata Wisata Relegi , at 02/10/2016 Tag: , , , , , , ,

pamekasanMasjid Agung Asy-Syuhada’ Kabupaten Pamekasan bermula dibangun di tempat yang sama yaitu tempat  Masêghit Rato atau masjid raja karena yang mendirikan masjid yang mula-mula tersebut adalah Raja Ronggosukowati. Raja Ronggosukowati memang merupakan raja Pamekasan yang pertama beragama Islam. Dengan demikian masjid yang ada saat ini merupakan pengembangan dari Masêghit Rato  tersebut. (masèghit Rato sebutan masjid yang dibangun oleh raja). Hal tersebut karena raja membuat tempat syujud atau masjide, pemberi nama ini datang dari kelompok keturunan langsung Ronggosukowati antara lain marga Adikara. Namun setelah Madura dikuasai Mataram yang kemudian oleh Mataram diterimakan kepada Belanda, semua yang berbau Madura dikecilkan dan pada hakikatnya Stigma bagi Madura mulai terasa. Sebutan langgar adalah pantas bagi Madura menurut mereka bahkan Raden Pratanupun disebutnya sebagai Pangeran Langgar, karena itu sejarawan di Jawa hanya mengenal seorang  pangeran di Madura yaitu Pangeran Langgar yang tertulis di makam Sunan Kalinyamat di Jawa Tengah. Karena itu pula setelah jaman berikutnya terutama setelah Bupati Hindia Belanda yang Pertama di Pamekasan (1804) Masèghit Rato disebut juga dengan sebutan Langghâr Rato.

LOKASI  MASJID
Hampir seluruhnya langgar yang dibangun masyarakat Islam saat itu di Madura dibuat dari kayu dan beratapkan rumbia. Bangunan Masjid Rato berdiri di atas tanah (yang tentunya milik raja) tepat berada di tepi sungai. Penempatan di tepi sungai Kampung Masèghit yang lokasinya di sisi barat sungai dekat masjid raja hingga kiri-kanan masjid merupakan tempat pekerja/pemelihara masjid. Pada bagian sisi utara masjid di dibuat taman, maka kampong masèghit menjadi ciut dan yang tersisa di bagian sisi barat sungai, sampai saat ini masih bernama Kampung Masèghit. Sedangkan bagian kampong Masèghit dibagian sisi utara masjid lalu menjadi Kampung Taman dan di kanan mesjid berubah pula namanya dari kampong Masèghit menjadi Kampung Barat Pos setelah Pemerintah Jajahan mendirikan kantor yang berfungsi Jasa Pos, di ujung Jalan Masigit yang sekarang. Namun perubahan pekerja /pemelihara masjid terus berlangsung. Setelah dynasti Ronggosukowati yaitu pewaris sebagai pemilik lokasi mesjid / sebagai pewaris dari raja yang memndirikan masjid rato satu demi satu tidak lagi berkuasa di Pamekasan, Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1804 mengangkat saudara Sultan Bangkalan menjadi Bupati Pamekasan, dan pengurusan masjid diangkat pegawai dari kerabat kaum bangsawan dengan pangkat panggilan Tumenggung, yang ditempatkan di perkampungan yang namanya Kampung Tumenggungan yang hingga saat ini diteruskan oleh pelanjut keturunannya.
 PEMUGARAN DAN PERLUASAN MASJID
Perkembangan Masjid Raja kemudian selalu mengikuti jaman para penguasa di Pamekasan yang terus berlangsung dari masa ke masa yang tidak terlepas dari perkembangan arsitektur masjid yang ada di Jawa Timur, sebagaimana yang terlihat kemudian sampai saat ini seperti. Langgar masjid zaman wali, langgar masjid zaman penjajahan dan langgar masjid zaman kemerdekaan. Masjid Raja ini kemudian direnovasi oleh para Bupati / penguasa setelah masa-masa berikutnya. Setelah Madura ditaklukkan Mataram, Sultan Agung memerintahkan penggusuran Masjid Raja dan di atas lokasinya tersebut dibangun kembali bentuk mesjid yang umum di Pulau Jawa saat itu yaitu Mesjid Langgar Mataram dan telah disetujui Sultan Agung yaitu bangunan tajung tumpang tiga bagaikan bangunan meru tempat peribadatan masyarakat agama Budha. Perubahan ini dilaksanakan ketika pemerintahan Adipati yang  bernama Raden Gunungsari bergelar Adikoro I. Pada saat VOC jatuh pada Tahun 1799, semua daerah koloninya diserahkan kepada Pemerintah Belanda di Negeri Belanda  termasuk  daerah Madura. Kemudian jajahan VOC tersebut oleh Belanda dinamakan Hindia Belanda dan Madura termasuk di dalamnya. Selama itu hingga tahun jatuhnya VOC Masjid Pamekasan belum direnovasi baik fisik dan tatanan pemeliharaannya atau ketip-ketipnya. Namun semula Masjid Raja (1530) atau masjid renovasi tahun 1672 dilakukan cuma sekedar untuk syahnya shalat Jum’at untuk menampung jamaah sebanyak 40 orang menurut mazhab As-Syafii. Pada  pemerintahan Bupati R. Abd Jabbar gelar R. Adipati Ario Kertoamiprojo, yang memerintah dari tahun 1922 s/d 1934’ Masjid rehap tahun 1672 tersebut diperluas ke samping dan ke depan yang demikian karena makin banyaknya jamaah khususnya saat mendirikan shalat Jum’at dan pada hakikatnya masjid sedang diarahkan untuk menjadi masjid jamik Kota Pamekasan.

Pada tahun 1804 Pemerintah Penjajahan Hindia Belanda mengangkat saudara dari Sultan Bangkalan yang bernama Abdul Latif Palgunadi sebagai Bupati Pertama Hindia Belanda  di Pamekasan. Tepatnya pada tanggal 10 Nopember 1804 yang kemudian dikukuhkan dengan SK Tanggal, 27 Juli 1819 sebagai Panembahan Pamekasan dengan gelar Panembahan Mangkuadiningrat. Sejalan dengan pengukuhan tersebut Pemelihara masjid atau ketip masjid dipercayakan kepada Pejabat yang diangkat oleh Pemerintah Panembahan Pamekasan dengan pangkat Tumenggung yang ditempatkan di tanah milik Pemerintah Panembahan Pamekasan di sekitar masjid sebagai perluasan dari Kampung Masèghit (kampung Masjid)  yang sudah ada yang saat ini masih berbekas di Kampung Tumenggungan.

Namun kemudian pada tahun 1939, saat Pamekasan diperintah oleh Bupati R. A. Asiz (R. Abd Azis (SIS)  berkuasa dari tahun 1939-1942) atas anjuran Gubernur Jawa Timur saat itu yaitu van derPlaas, masjid rato yang telah beberapa kali mengalami renovasi tersebut dirombak total dan di atasnya di bangun mesjid styel Walisongo yaitu segi empat beratap tajung tumpang tiga. Tetapi  masjid yang dibangun masa pemerintahan Bupati R. A. Abdul Azis ini tidak sepenuhnya menurut styel walisongo, sebab tidak memiliki serambi. Bahkan Tiang agungnya terdiri dari 16 batang tiang bukan empat. Tiang sebanyak itu untuk menunjukkan bahwa masjid ini dibangun di atas tanah masjid yang mula-mula yaitu Masêghit Rato yang dibangun pada abad Ke-16. Setelah renovasi pada tahun 1939 yang diresmikan pada tanggal 25 Agustus 1940 masjid ini lalu dinamakan Masjid Jamik Kota Pamekasan dengan dua buah menara kembar di kanan-kiri masjid, menara setinggi 20 meter. Nama masjid jamik ini bertahan hingga tahun 1980, bahkan tidak sedikit penduduk Pamekasan yang menyebutkan demikian hingga saat ini.

Pada tahun 1980 masjid ini diperluas ke depan sejauh lima meter, tambahan ini merupakan serambi. Penambahan ini dilakukan atas perintah Bupati Pamekasan, Mohammad Toha yang memerintah pada tahun 1976 sampai dengan tahun 1982. Dengan demikian hasil Renovasi ini membuahkan masjid ini memiliki serambi yang tertutup dan perubahan ini bisa diterima karena masjid-masjid di jaman walisongo semuanya memiliki serambi.

Bangunan kantor Takmir Masjid Agung Asy-Syuhda’ Kabupaten Pamekasan tahun 1939 bertahan hingga renovasi tahun 1995. Namun kolam bundar untuk mengambil air wudhu sudah tergusur dan pengambilan air wudhu ditempatkan di bagian utara depan menara.  Selain itu untuk mengenang para Syuhada’ yang syahid pada waktu Serangan Umum pada tanggal 16 Agustus 1947, yang dilakukan oleh para pejuang Republik Indonesia di Madura terhadap pendudukan serdadu Belanda di kota Pamekasan. Mereka yang gugur, semuanya dikubur di depan Masjid Jamik sebelah sisi utara dan kemudian di situ didirikan monumen Taman Makam Pahlawan(TMP). Namun kemudian di tahun 1974 para Syuhada yang terkubur di Taman Makam Pahlawan tersebut seluruhnya dipindah ke Taman Makam Pahlawan di Jalan Panglegur seperti adanya saat ini. Sebagian bekas taman makam pahlawan di depan masjid tersebut bagian tepi barat sudah menjadi Jalan Masigit setelah  ada pelebaran jalan depan masjid pada tahun 2004. Serangan Umum tanggal 16 Agustus 1947 tersebut oleh seorang wartawan perang Belanda, Wim Horman,  menyebutkan  dalam ungkapannya :

Renovasi tahun 1980-1985
Pada tahun 1985 oleh Yayasan Masjid Agung Asy-Syuhada’ Kabupaten Pamekasan, Masjid  kembali mendapat renovasi berupa pelebaran ke samping kanan dan kiri sejauh lima meter dengan jalan menggusur tempat untuk berwudhu’ yang kemudian tempat air wudhu’ tersebut dipindah ke bagian depan sebelah utara. Nama masjid kemudian ditambah dari Asy-Syuhada’ Kabupaten Pamekasan menjadi Masjid Agung Asy-Syuhada’ Kabupaten Pamekasan.

Pada September tahun 1995 di jaman pemerintahan Bupati Drs. H. Subagio, M.Si Masjid Agung Asy-Syuhada’ Kabupaten Pamekasan direnovasi total kembali. Secara total Masjid dibangun dengan seluruhnya cor beton . Karena berada di tepi sungai yang rawan longsor  maka digunakan pasak bumi yaitu paku beton sepanjang 22 meter tertancap di bumi dasar mesjid sebanyak 360 batang dan setiap pasak dihubungkan dengan cor beton pula sehingga Masjid Agung Asy-Syuhada’ Kabupaten Pamekasan renovasi 1995 ini terkesan bagaikan sangkar beton yang tertancap di bumi sebagai fondasinya. Masjid ini memiliki 3 lantai. Lantai pertama sebagian digunakan sebagai Gudang, Kantor Takmir, Ruang Pertemuan, Perpustakaan, Balai Pengobatan, sanitasi dan tempat ambil air wudhu’. Sebagian lagi tepatnya di bagian ke arah barat tertutup ditimbuni tanah. Lantai 2 sebagai ruang inti / haram dengan ukuran 50X50  meter dan samping kanan-kiri.  Bagian depan dibatasi dinding sebagai serambi masjid. Tiang utama 4 (empat) buah dengan demikian kembali ke styl masjid Mataram yang memiliki empat pilar tiang agung yang tertancap di dasar bangunan tembus ke lantai tiga. Lantai tiga juga dipersiapkan sebagai tempat sholat, dari lantai tiga ini  para jamaah dapat melihat imam shalat di lantai dua. Materi bangunan masjid banyak didatangkan dari luar Madura seperti marmar untuk lantai dari Tulungagung dan Lampung. Tembok dinding dilapisi dengan ukiran, juga pintu dari kayu berukir dan ukiran ini didatangkan dari Jepara di Jawa Tengah dan Karduluk di Sumenep. Secara keseluruhan masjid renovasi 1995 masih dalam bentuk masjid tradisional, berserambi, bertiang utama (tiang agung) empat buah, tetapi atapnya tidak lagi atap tajung tumpang tiga melainkan bergaya Timur Tengah, bentuk segi empat dan berkubah cor pasir dan semen. Nama masjid tetap Masjid Agung Asy-Syuhada’Kabupaten Pamekasan dengan daya muat sebanyak 4000 jamaah.

Renovasi total Masjid Agung Asy-Syuhada’ Kabupaten Pamekasan berlanjut hingga pemerintahan Bupati Drs. H. Dwiatmo Hadiyanto, M.Si. Rehap dalam tahap akhir pemberian pagar dan gerbang masjid serta pelebaran Jalan Masigit khususnya di depan Masjid Agung Asy-Syuhada’Kabupaten Pamekasan dilaksanakan dalam pemerintahan bersama Bupati Drs. H. Ahmad Syafi’i, M.Si dan Wakilnya Drs. H. Kadarisman Sastrodiwirjo, M.Si yang memerintah dari tahun  2003 s/d 2008 sekaligus merestui Takmir Masjid Agung Asy-Syahada’ Kabupaten Pamekasan yang baru yaitu Drs. H.R. Abd. Mukti, M.Si sebagai Ketua Umum  Takmir Masjid Agung Asy-Syuhada’ Kabupaten Pamekasan dan Drs. KH.M. Baidowi Ghazali, MM sebagai Ketua Yayasan Masjid Agung Asy-Syuhada’ Kabupaten Pamekasan. Pada saat tulisan ini disusun renovasi Masjid Agung Asy-Syuhada’ Kabupaten Pamekasanmemang sudah selesai  sesuai dengan konsep semula. Namun Wajah Masjid Agung Asy-Syuhada’Kabupaten Pamekasan terus-menerus dipercantik sebatas yang diperbolehkan agama, dan ragam rias ini selalu dalam pengamatan dan bimbingan langsung dari Bupati Kabupaten Pamekasan  Drs. KH. Kholilurrahman, SH.,M.Si dan Wakilnya Drs. H. Kadarisman Sastrodiwirjo, M.Si yang keduanya mulai menjabat dari tahun 2008 s/d 2013. Pada tahun 2011 tepatnya pada tanggal, 24 Mei 2011 Yayasan Masjid Agung Asy-Syuhada’ Kabupaten dan Takmir Masjid Agung Asy-Syuhada’ Kabupaten Pamekasan di lebur menjadi satu dengan nama Yayasan Takmir Masjid Agung Asy-Syuhada’ Kabupaten Pamekasan yang di ketuai oleh Drs. H. RP. Abd. Mukti, M.Si.

KIBLAT
Dalam masalah kiblat ini Pamekasan yang termasuk daerah khatulistiwa, sebagaimana umumnya negeri kita, Indonesia. Apa yang mereka kerjakan.” ( Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat : 144 ).   Untuk daerah kita, telah diperhitungkan menurut azimuth yang sudah digunakan bagi seluruh tempat di tanah air dan bagi Pamekasan yaitu arah barat-barat daya atau kearah barat dan serong ke arah utara sebesar 23º, sehingga mengarah ke Masjidil Haram di Makkah. Dengan demikian Jhâlân Sè Jhimat yang mengarah dari simpang monumen Lancor di renovasi untuk disesuaikan sebab jalan tersebut dahulu dibuat dengan tujuan mengarah ke mihrab mesjid Rato dengan maksud si pejalan kaki merupakan sosok yang berjalan di jalan Allah menuju tempat untuk sujud kepada AllahNamun saat ini jalan Sè Jhimat tersebut sudah menjadi tempat parkir.  Wa Allâhu a’lam bi al sawhâb.

RUANG, INTERIOR DAN SARANA DI MASJID AGUNG ASY-SYUHADA
Masjid Agung Asy-Syuhada’ Kabupten Pamekasan yang berlantai tiga ini mempunyai  banyak ruang  dengan fungsi yang berbeda seperti :

  • Ruang liwan, ruang inti tempat jamaah masjid melakukan sholat berjamaah, terdapat di lantai dua, juga terdapat di lantai tiga 30 X 1,20 m
  • Ruang Haram  / Liwan di lantai 2
  • Ruang Haram / Liwan di lantai 3
  • Serambi, serambi depan 9 X 55 m dan serambi samping kiri – kanan dengan ukuran  masing – masing 4,5 X 20,7 M di lantai dua,
  • Serambi samping kanan / utara , lantai 2,
  • Serambi  depan di lantai 2,
  • Serambi samping kiri / ruang liwan wanita di lantai 2,
  • Ruang istirahat Imam sejajar dengan ruang-ruang  mihrab dan mimbar dan ruang muadzin sekaligus sebagai ruang alat-alat elektronik. Masing-masing berukuran 5 X 3 m di lantai 2,
  • Ruang Mihrab dan mimbar,
  • Kantor Takmir, terletak di lantai satu berukuran  4 X 20 m.
  • Ruang Pertemuan, terletak di lantai satu dengan ukuran  8 X 21 m

Di samping ruang-ruang ini masih tersedia ruang-ruang lain seperti gudang tempat penyimpanan alat kelengkapan masjid seperti terpal, permadani dan lain-lain. Juga di sekitar atau bagian sisi utara dan barat masjid dibangun beberapa bangunan untuk tempat pendidikan dan kesenian. Walaupun tempat seperti terpisah tapi masih merupakan satu komplek dalam makna masih mencerminkan adanya hubungan orientasi antara komplek dan bangunan induk masjid.

  • Ruang Unit Radio “ Swara Gerbangsalam 88,6 FM “hasil kerja sama Majelis Ulama’ Indonesia Kab. Pamekasan, Lembaga Pengkajian dan Penerapan Syariat Islam Kab. Pamekasan, FOKUS Kab. Pamekasan dan Yayasan Takmir Masjid Asy-Syuhada’ Kab. Pamekasan dengan ukuran 3X3 M dan juga ada ruang tempat penyelenggaraan rekaman, relay / TV. Dan sekarang dikelola oleh Badan Pengelola Radiop Gerbang Salam 88,6 FM.
  • Ruang Wanita, ditempatkan terpisah dari jamaah pria yaitu di serambi bagian kiri di lantai 2 (selatan) Pemisahan tempat ini untuk menjaga agar tidak tergaggunya kekhusyukan, dari dua jamaah yang berbeda jenis kelamin, wanita-pria. Untuk hari-hari biasa, pada hari Jum’at tidak disediakan tempat Jamaah wanita hal ini karena bagi wanita shalat Jum’at merupakan  sunat (boleh melaksanakan boleh tidak) tetapi untuk hari-hari besar seperti Idul Fitri dan Idul Adha disediakan di lantai tiga. Walaupun terjadi pemisahan seperti tersebut di atas, para jamaah wanita masih dengan sempurna hubungan pandangan  secara langsung ke ruangan pria yang demikian dimaksudkan agar herak-gerik imam atau khatib dapat diikuti secara langsung dari ruang wanita.
  • Tempat ruang sesuci / Wudhu’ dan Sanitasi,terdapat di lantai satu di kiri (Selatan)- kanan (Utara).Untuk wanita di bagian kiri, terdapat 6 (enam) sanitasi dan 27 kran untuk mengambil air wudhu. Sedangkan di bagian kanan untuk pria, terdapat 10 tempat sanitasi, 4 tempat kencing dan kran untuk mengambil air wudhu’ sebanyak 26 buah. Pemisahan kedua ruang sesuci antara pria dan wanita ini sudah sesuai dengan tuntunan ajaran Agama Islam bahwa manakala sesudah bersuci untuk sholat apabila terjadi persinggungan kulit antara dua jenis kelamin dan bukan termasuk muhrim maka ia menjadi batal, karena ia diharuskan mengambil wudhu’ kembali. Air yang digunakan  untuk air wudhu di Masjid Agung Asy-Syuhada’ kabupaten Pamekasan adalah air dari mata air yang ada di Pamekasan  melalui jasa PDAM Pamekasan. Pengambilan air wudhu’ disediakan kran sebagaimana tersebut di atas, hal ini untuk menjaga  agar air wudhu’ tetap hygienis. Demikian pula  kamar mandi dan WC yang  ruangnya tertutup  dan sopan sehingga menjamin tingkat privacy jamaah yang menggunakan.
  • Gedung Taman Pendidikan Al-Qur’an Asy-Syuhada’ Terletak di samping belakang bagian utara Komplek Masjid Agung Asy-Syuhada’ Kabupaten Pamekasan,
  • Jam gantung 3 buah, papan publikasi 3 buah, mimbar 1 buahdan beduk 1 buah dan penitipan sandal.
  • Ruang alat elektro dan  pengeras suara.
  • Pertamanan terdapat di halaman masjid bagian tepi kiri – kanan,  Halaman bagian utara,  Halaman bagian selatan.
  • Ragam RiasMasjid Agung Asy-Syuhada’ kabupaten Pamekasan juga dihias dengan kaligrafi, dan beberapa gambar motif  bangunan masjid dan geometris.
    Menara , Masjid berujung berbentuk peluru (sesuai dengan penjelasan dari Arsitek Masjid Agung Asy-Syuhada’ kabupaten Pamekasan kepada beberapa orang jamaah di tahun 1996 ).
  • Tempat penitipan kendaraan jamaah di pusatkan di jalan Sè Jhimatyang sudah ditutup, di area Monumen Lancor

MENARA KEMBAR Tinggi 37 M

Menara oleh Islam difungsikan sebagai tempat muadzin mengumandangkan adzan agar adzan lebih jauh lagi didengar orang karena adzan  merupakan panggilan atau ajakan untuk melakukan sholat. Saat ini muadzin tidak perlu naik-turun menara yang tinggi dan melelahkan itu. Hal ini karena Islam juga telah menggunakan teknologi yang ada. Muadzin tidak perlu naik-turun menara. tetapi cukup menempatkan  pengeras suara di puncak menara dan muadzin cukup mengumandangkan panggilan shalat tersebut di ruang muadzin sebab dari tempat tersebut dihubungkan ke pengeras suara di puncak  menara menggnakan alat elektro.

Menara Masjid Agung Asy-Syuhada’ kabupaten Pamekasan tetap dua buah dan merupakan menara kembar sebagaimana menara masjid Jamik Pamekasan buatan tahun 1939 yang telah dibongkar, tetapi menara yang sekarang ujung atasnya berbentuk peluru, bentuk ini sebagai ungkapan bahwa Masjid Agung Asy-Syuhada’ kabupaten Pamekasan pernah menyaksikan serangan umum yang disebutkan di atas pada tanggal 16 Agustus 1947, saat itu Masjid Jamik Pamekasan dipenuhi lubang bekas peluru yang ditembakkan oleh tentara pendudukan Belanda ke arah masjid sebab di masjid banyak pejuang berlindung.

FUNGSI MASJID

Kegiatan dalam Masjid Agung Asy-Syuhada’ kabupaten Pamekasan sudah terlihat demikian kompleks. Bahkan dapat dikatakan makmur, sebab kegiatan di sini melibatkan segala umur dan segala jenis kelamin. Bidang yang dicakup juga cukup banyak yakni peribadatan,  pendidikan keagamaan, sosial keagamaan dan sebagainya. Justru dengan semakin makmurnya  kegiatan ini maka pihak pembina masjid yaitu Yayasan Takmir Masjid Agung Asy-Syuhada’ Kabupaten Pamekasan dirangsang untuk semakin dapatnya menyediakan sarana dan prasarana yang layak. Ketua Umum Yayasan Takmir Masjid Agung Asy-Syuhada’ Kabupaten Pamekasan selain mengawasi perkembangan fisik masjid juga membawahi unit-unit usaha, pendidikan, (Taman Pendidikan Al-Qur’an / TPA), badan dakwah, remaja masjid, keamanan, pemeliharaan fisik kompleks masjid, Unit Radio Swara Gerbangsalam sedangkan sekretaris membawahi  pembukuan, keuangan dan urusan material. Sedangkan pemeliharaan gedung ditangani oleh seksi tehnik dan karyawan masjid.

Selain dari yang telah melembaga seperti yang disebutkan di atas masih terdapat kepanitiaan yang bersifat temporer seperti Panitia Amaliyah Zakat Fitrah dan Mall, Panitia Amaliyah Idul Qurban, Panitia Santunan Anak Yatim, Panitia Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad saw, Panitia Maulid Nabi Muhammad saw. Di samping itu pendidikan non formal juga tidak dilupakan seperti kuliah subuh, kuliah pada malam nisfu sya’ban dan hari-hari besar Islam yang dirayakan di Masjid Agung Asy-Syuhada’ kabupaten Pamekasan, ceramah dan dialog interaktif Radio Swara Gerbangsalam 88,6 FM, akad nikah dan doa bersama seperti Istighatsah oleh berbagai golongan organisasi Islam. Juga dalam program pengembangannya Yayasan Takmir Masjid Agung Asy-Syuhada’ kabupaten Pamekasan pada tahun Ajaran 2011 akan membuka Play Group, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Madrasah Diniyah dan Belajar Sampoa, belajar mengaji bagi Lansia.

Semua tercakup dalam pengelompokan, religi, pendidikan, sosial budaya dan ekonomi, kemasyarakatan dan kepemudaan.   Dengan demikian fungsi Masjid Agung Asy-Syuhada’ kabupaten Pamekasan sudah secara estafet, meneruskan budaya Islami yang selaras dengan budaya lokal, walaupun demikian warna kultur Islam masih dapat terlihat jelas, hal ini karena kultur Islam memiliki warna khas tersendiri.

——————————————————————————————-Oleh: Dian K ; dari Koleksi Muatan Lokal, Deposit, Badan Perpustakaan Dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur; SEJARAH MASJID ANGUNG ASY-SYUHADA`  PAMEKASAN, A.Sulaiman Sadik. 
Pamekasan: Yayasan Takmir Masjid Agung Asy-Syuhada Pamekasan,  2011
CB.D13/1991-01[3]

%d blogger menyukai ini: