MASJID AGUNG BAITUR-RAHMAN, Kabupaten Ngawi
Masjid Agung Baiturrahman Kota Ngawi, salah satu ikon religius yang menarik, terletak di Jl. Imam Bonjol No.8, Margomulyo, Kec. Ngawi,…
Masjid Agung Baiturrahman Kota Ngawi, salah satu ikon religius yang menarik, terletak di Jl. Imam Bonjol No.8, Margomulyo, Kec. Ngawi, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, lebih tepatnya Masjid Agung Baiturrahman berdiri pada sebelah barat alun –alun Kota Ngawi.
Sejarah Masjid Agung Baiturrahman
Masjid Agung Baitu-rahman Kabupaten Ngawi didirikan oleh Bupati Ngawi ke-6, Raden Mas Tumenggung Brotodiningrat , pada hari Selasa Kliwon tanggal 25 Nopember 1879 M atau tanggal 10 Besar Tahun Be atau tanggal 10 Dzulhijjah 1296 H. Pada saat itu masjid belum ada namanya, masyarakat akrab dengan sebutan “Masjid Gedhe”. Data-data tersebut dibuktikan dengan adanya prasasti yang terukir dalam tulisan huruf Arab berbahasa Jawa dan Bahasa Arab pada papan kayu jati yang tebal berukuran panjang 238 cm dan lebar 60 cm, terletak di atas pintu masuk dari ruang serambi ke ruang induk, menghadap ke timur. Tulisan yang berbahasa Jawa berbunyi “Ingkang yasa Masjid Kanjeng Brotodiningrat”. (Yang membuat masjid Kanjeng Brotodiningrat)
Sedang yang berbahasa Arab – berbunyi “Wakaana Qiyaamuhu Masjidu fii yaumi tsalaatsa kaliiwan syahrul-hajji hilal 10 sanatul baak” (Didirikan masjid pada hari Selasa Kliwon bulan Haji tanggal 10 Tahun Be). Walaupun dalam prasasti tersebut tidak tercantum angka tahun pembuatannya selain hanya ditulis “sanatul baak” yang artinya “tahun Be”, tetapi dikarenakan terdapat tulisan “Ingkang yasa masjid Kanjeng Brotodiningrat”, maka setelah dihubungkan dengan masa jabatan Kanjeng Brotodiningrat menjadi Bupati Ngawi dari tanggal 10 Mei 1877 s/d 28 Agustus 1885. (Regeerings Almanak Voor Nederlandsch Indie”, Batavia, tahun 1878, hlm. 203 dan tahun 1886, hlm. 203). Dalam masa jabatan Bupati Raden Mas Tumenggung Brotodiningrat tersebut, bisa diketahui dengan pasti bahwa tahun jawa Be hari Selasa Kliwon tanggal 10 bulan Haji (atau bulan Besar) itu adalah hanya tahun 1808. Yang setelah dicocokkan bertepatan dengan tanggal 10 Dzulhijjah tahun 1296 Hijriah atau tanggal 25 Nopember tahun 1879 Masehi.
Papan prasasti ini juga dimasudkan sebagai hiasan, melihat gaya simetris yang tertuang dalam pahatan berlubang untuk lafadz “Bismillahirrahmanirrahiim” berupa unggas di kanan dan kiri bagian pinggir yang tentu saja menjadikan tulisannya yang satu terbalik, begitu juga halnya dengan tulisan “Muhammad” pada bagian tengah kanan dan kiri. Meskipun pintu asalnya semua yang merupakan bagian yang seolah menyatu dengan prasasti ini ikut dipugar, namun untuk pelestarian sejarah, prasasti tersebut tetap dalam ukuran aslinya dikembalikan pada tempatnya, yakni “direkatkan” pada tembok atau di pintu yang baru.
Selain itu terdapat pula prasasti lain yang terukir pada papan tebal kayu jati di atas lengkung gawang masuk ke Mimbar yang juga berukir dan terbuat dari kayu jati, bertuliskan huruf Arab dan menghadap ke timur ini berbunyi “Pengetawit pandalemipun mimbar Setu Pon tanggal 17 Jumadil awal 1810” (Pengingatan pembuatan mimbar Sabtu Pon tanggal 17 Jumadil awal 1810). Atau bertepatan dengan tanggal 16 April 1881 Masehi atau tanggal 16 Jumadil awal 1298 Hijriah. Pada mimbar di bagian belakang menghadap ke barat di belakang tempat duduk, juga tertulis ukiran prasasti dengan huruf Arab berbahasa Jawa “Penget pembabaripun mimbar nalika dinten Setu Pahing tanggal 18 wulan Romadhon tahun Jimakhir 1298-kaping 12/13 Agustus 1881” (Pengingatan penyelesaian pembuatan mimbar pada hari Sabtu Pahing tanggal 18 bulan Romadhon tahun Jimakhir 1298 tanggal 12/13 Agustus 1881). Atau secara lengkapnya berdasarkan pencocokan kalender, 13 Agustus 1881 Masehi; 17 Romadhon 1298; 18 Pasa 1810 Jimakir. Masih ada satu prasasti lagi pada logam tembaga, prasasti ini sempat terkaji dan tercatat sewaktu dalam pemugaran dan diturunkan di bawah ketika akan diservis karena mengalami sedikit keretakan. Dan karena retak itulah ada beberapa tulisan yang kurang dan tidak terbaca, dalam arti kurang bisa dipahami maksudnya.
Pada bagian dalam dari Mustaka (puncak atap bagunan pokok/induk), juga terdapat tulisan yang juga merupakan ukiran dengan huruf Arab dan berbahasa Jawa, mustakanya telah diperbaiki keretakannya sudah dikembalikan ke tempatnya semula. Tulisan itu berbunyi “Pengeta munggahe mustaka dinten Jumah Kliwon wanci jam 4 sonten tanggal 1 Syawal tahun Jimakhir 1298 utawi kaping 26 Agustus 1881. Ingkang yasa mustaka Kanjeng Brotodiningrat. Urunan saking parandawa (?) 1421 kirang (?) saking 155” (Pengingatan dinaikannya mustaka hari Jumat Kliwon saat jam 4 sore tanggal 1 Syawal tahun Jimakhir 1298 atau tanggal 26 Agustus 1881. Yang membuat mustaka Kanjeng Brotodiningrat. Urunan dari parandawa (?) 1421 kurang (?) dari 155). Lengkapnya tanggal/bulan dan tahunnya adalah 26 Agustus 1881 Masehi; 30 Romadhon 1298 H; 1 Syawal 1810 tahun Jawa Jimakir.
Masjid Agung Kabupaten Ngawi, telah mengalami beberapa kali perbaikan dan pemugaran antara lain:
- Tahun 1924, oleh Bupati Ngawi ke 10, Pangeran Ariyo Sosro Busono (Menjabat Bupati Ngawi 30 September 1905 – 1943), atap sirap bangunan induk diganti seng gelombang.
- Tahun 1977, oleh Bupati Soewojo (Menjabat Bupati Ngawi 2 Nopember 1967 – 8 April 1970), dibangun serambi depan dan gapura.
- Tahun 1981, oleh Bupati Panoedjoe (Menjabat Bupati Ngawi 8 April 1978 – 7 Juni 1983), dibangun ruang Jamaah wanita (pawastren) yang sekarang untuk ruang perpustakaan dan tempat wudhu wanita, serta pemasangan karpet hijau direkatkan pada tegel asli di ruang induk dan sebagian di ruang serambi tanpa dilem (tanpa direkatkan).
- Tahun 1986, oleh Bupati Soelardjo (Menjabat Bupati Ngawi 7 Juni 1983 – 1988), diadakan pemugaran/perbaikan secara besar-besaran yang dimulai pada hari Jumat Legi tanggal 18 Juli 1986 M atau tanggal 11 Dzulqa’dah 1406 H atau tanggal 11 Selo tahun Je dan selesai hari Jumat tanggal 15 April 1988 M, atau tanggal 27 Sya’ban 1408 H atau tanggal 27 Ruwah 1920 Be, yang peresmiannya dilakukan oleh H. Zahid Hussein. Dalam pemugaran tersebut menelan beaya Rp 360.000.000,- (tiga ratus enam puluh juta rupiah) yang berasal dari Swadaya Masyarakat sebesar Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan bantuan Presiden Rp 160.000.000,- (seratus enam puluh juta rupiah).
- Selanjutnya oleh Bupati Soelardjo, dengan Surat Keputusan Nomor 68 Tahun 1988 tanggal 7 April 1988, Masjid Agung Kabupaten Ngawi tersebut diberi nama “BAITUR-RAHMAN” yang berarti Rumah yang Penuh Kasih Sayang. Dan setelah pemugaran tersebut ditaksir masjid dapat menampung 3000 orang.
- Masjid ini mengalami pembangunan kembali pada 2007 s/d 2009. Setelah dibangun menjadi bentuk yang sekarang ini, masjid ini diresmikan pemakaiannya oleh Gubernur Jawa Timur H. Sukarwo pada 26 Oktober 2010.
Adapaun yang bertindak selaku Kyai (Imamul A’dlom) di Masjid Agung Baiur Rahman adalah sebagai berikut :
- IMAM DIPURO
- ABDUL QODIR
- ABDUL ROSYID
- TUKHFATUL BARI
- HANGUDIPURO
- H. YUSUF
- H. ASY’ARY
- H. ISKANDAR
- H. MUNAWAR
- H. MARKUM SIROJUL MUNIR
- H. ABDUL ROCHIM
- H. R. MOH. DIMYATI
Dalam kaitannya dengan Perjuangan Bangsa dan Umat Islam Masjid Agung Baitur Rahman pernah berfungsi sebagai tempat penampungan dan perlindungan tokoh-tokoh umat Islam dari keganasan PKI pada waktu terjadinya Pemberontakan PKI akhir bulan September – awal bulan Oktober 1948. Demikianlah sejarah singkat Masjid Agung Baiturrahman yang sekarang berdiri megah dan terus berkembang mengikuti derap langkah pembangunan yang semakin melaju. Mudah-mudahan Allah SWT selalu memberikan bimbingan dan pertolongan. Aamiin.
Eksterior Masjid
Menara berdiri di sisi kiri masjid, bagian bawah menara tersebut terdapat ruangan yang digunakan untuk kantor takmir masjid. Terdapat pula dua buah kubah, Arsitektur jawa terlihat jelas pada kedua kubah.
Lantai serambi masjid ini berbahan marmer membuatnya menjadi nyaman, karena serambi merupakan tempat untuk istirahat atau berinteraksi setelah selesai sholat fardlu jamaah. Di sisi selatan serambi terdapat bedug dan kentongan. Sementara di sisi utara terdapat majalah dinding. Pintu utama ada di sisi serambi depan. Terdapat sebuah maket masjid terpajang di sana.
Ruang wudlu masjid ini berada di kedua sisinya. Di sisi selatan untuk jamaah pria dan utara untuk jamaah wanita. Dari kedua sisi tersebut terdapat pintu untuk menuju ke ruang sholat utama.
Pada bagian beranda terdapat dua anak tangga yang menuju ke ruang sholat lantai atas, di sana terdapat pintu, yang tampaknya hanya dibuka pada waktu sholat jumat atau ketika jamaahnya tidak tertampung di ruang sholat utama.
Interior Masjid
Ruang sholat utama masjid, berlantai marmer pada seluruh areanya, menyajikan kenyamanan bagi para jamaah yang sholat di sini. Garis-garis shoff tampak membelah marmer dengan posisi menyerong untuk menyesuaikan dengan arah kiblat.
Nuansa putih mendominasi dinding dan atap, enam tiang utama masjid berdiri kokoh berwarna coklat kehitaman variasi putih di beberapa bagiannya, empat buah kaligrafi berwarna emas menghiasi masing-masing tiang utama tersebut di setiap sisinya, ditemani enam tiang putih kecil lainnya.
Bagian atas ruang sholat berhias bentuk bintang sembilan, kecuali di bagian kubah dalam. Kombinasi beberapa warna dalam berbagai bentuk menghias di langit-langit kubah bagian dalam, paduannya dengan warna putih, menjadikan hiasan itu terlihat anggun. Dan sebuah lampu besar menggantung di sana.
Mihrab masjid ini berhias oranmen cantik dan tiga buah kaligrafi dalam satu deret. Di sebelah sisinya tampak mimbar yang terbuat dari ukiran kayu jati.
SEJARAH SINGKAT MASJID AGUNG BAITUR-RAHMAN NGAWI
Ngawi, September 1993, Ta’mir Masjid Agung Baitur Rahman Ngawi