Tuesday, October 15, 2024
Semua Tentang Jawa Timur


Aduan Sapi

Aduan Sapi merupakan salah satu obyek wisata berupa pertunjukan tradisional di Bondowoso Jawa Timur, merupakan satu-satunya di Indonesia. Setidak-tidaknya di…

By Pusaka Jawatimuran , in tokoh , at 09/03/2014

Aduan Sapi merupakan salah satu obyek wisata berupa pertunjukan tradisional di Bondowoso Jawa Timur, merupakan satu-satunya di Indonesia. Setidak-tidaknya di pulau Jawa. Aduan Sapi ini patut ditonton oleh segala usia. Terlebih lagi, atraksi tradisional ini selain sebagai hiburan bagi masyarakat Bondowoso dan Jawa Timur, juga mempunyai daya tarik kepariwisataan. Sekaligus melestarikan budaya tradisi masyarakat.
Aduan sapi merupakan kebanggaan bagi masyarakat untuk dapat di pertontonkan kepada wisatawan Nusantara ataupun yang dari Mancanegara. Bagi masyarakat kabupaten Bondowoso, acara ini tidak dapat dilewatkan begitu saja. Aduan sapi dapat saja diadakan dalam waktu tiga bulan sekali atau kurang. Sekurang-kurangnya setiap tahun mesti ada paling sedikit dua kali acara Aduan Sapi.

Tempat Atraksi Aduan Sapi

Arah utara kota Bondowoso pada jalan raya Bondowoso—Situbondo, pada kilometer 6, kita akan tiba di Kecamatan Tapen. Tempat itulah merupakan arena Aduan Sapi, kira-kira berjarak satu kilometer sebelah timur jalan raya. Arena itu sendiri hanya berjarak kira-kira 500 meter dari Dam (Bendung) Sampeyan Baru.
Arena mengadu sapi itu memang cukup luas. Kira-kira memakan areal 2 hektar bahkan lebih. Cukup luas untuk tempat parkir kendaraan, untuk orang-orang sekitar berjualan dan gelanggangnya sendiri. Gelanggang aduan yang selebar kira-kira hampir satu hektar dikelilingi oleh pagar dari bambu. Benar-benar berbentuk pagar, karena dianyam jarang-jarang dan sebagian dengan bambu-bambu utuh. Tinggi pagar tersebut sampai dua meter lebih, dan cukup kokoh.
Tentunya untuk menjaga kalau-kalau sapi-sapi yang diadu itu menjadi kalap, juga untuk menjaga agar penonton pendukung masing-masing jagonya tidak memasuki gelanggang aduan. Sekeliling gelanggang yang luas dan di belakang pagar ter¬sebut, dibuat bangku-bangku dari batang-batang bambu yang kokoh. Bersusun hingga lima tingkat seperti bangku – bangku dalam stadion olah raga diatur mengelilingi seluruh gelanggang, diberi atap dari daun tebu. Teduh dari sinar matahari. Karena susunan bangku-bangku yang bertingkat, pintu masuk pun dari bagian bawah bangku-bangku tadi. Pada bagian gerbang utama terdapat podium khusus dengan beralaskan anyaman bambu (gedek ; Jawa) dan untuk memasukinya harus memanjat tangga bambu yang dibuat seperti tangga naik rumah. Tempat tersebut untuk para undangan dan panitia. Di sampingnya masih ada podium lagi yanq ukurannya lebih kecil. Kalau pada podium bagi undangan diberi kursi-kursi, maka pada podium ini orang duduk di lantai gedek. Ini tempat anggota panitia, juri dan pengamat.
Di gelanggang aduan sendiri, terdiri dari tanah bekas sawah yang dikeringkan dan keras. Memang, aduan sapi pada umumnya dilakukan pada musim-musim kemarau di musim yang menurut perhitungan sudah tidak ada hujan lagi. Ada juga melesetnya, seperti aduan sapi pada bulan Mei yang jatuh pada tanggal-tanggal 13, 14, 27 dan 28. Nyatanya, hujan masih turun dengan lebat. Salah satu obyek wisata berupa pertunjukan yalah Aduan Sapi di Bondowoso. Justru pertunjukan ini merupakan satu-satunya atraksi demikian di Indonesia. Setidak-tidaknya di pulau Jawa.Secara tradisional, Aduan Sapi hanya dilangsungkan di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur.
Sapi-sapi jantan yang dilagakan itu saling menanduk lawannya tanduk pun ikut berperan, namun tak setetes pun darah keluar. Sehingga Aduan Sapi patut ditonton oleh segala usia. Terlebih lagi, atraksi tradisional ini selain sebagai hiburan bagi masyarakat Bondowoso, juga mempunyai daya tarik kepariwisataan. Sekaligus melestarikan tradisi budaya masyarakat.

UPACARA DAN TATA CARA
Aduan Sapi tidak begitu saja dibuka. Ada upacaranya yang menarik yalah karena diawali dengan TARIAN ADUAN SAPI. Karena masyarakat Bondowoso boleh dikata kira-kira 70 persen bernenek moyang dari Madura, dengan sendirinya tarian tersebut dipengaruhi oleh gerak tari Madura. Setidak-tidaknya pengaruh dari tarian masyarakat di Sumenep. Selesai tari-tarian, panitia aduan menyatakan, bahwa segera diadakan aduan gelombang pertama. Suaranya yang bertalu-talu memekakkan telinga berkumandang ke seluruh lapangan. Panitia mulai minta beberapa ekor sapi yang akan diadu dibawa masuk ke gelanggang oleh para pemiliknya atau pengasuh sapi itu.
Beberapa ekor sapi yang masing-masing diapit oleh dua orang memasuki gelanggang yang mulai panas oleh terik matahari. Beberapa orang wasit dengan selendang diikat pada leher atau pinggangnya siap untuk melaksanakan tugasnya. Para wasit itu yang akan memimpin aduan. Tata cara aduan itu dilakukan secara terbuka di depan penonton yang memenuhi bangku-bangku bambu sekeliling gelanggang.
Kepada pemilik atau pengasuh sapi ditanyakan, apakah Umpamanya sapi pak Dollah berani ditandingkan dengan sapi pak Kusen ?. Kadang-kadang disebut “nama” sapi aduan yang diberikan oleh pemiliknya, seperti Bledek, Seno, Samson dan lain-lain. Pemilik atau pengasuh sapi aduan saling melihat calon lawannya. Apabila dianggap oleh salah satu fihaknya, bahwa sapi miliknya bukan ukurannya dengan lawan tandingnya, maka ia berhak tidak mempertandingkan. Dicarilah lewat wasit, calon yang berani melawan sapi yang ditawarkan itu.
Dalam menawarkan lawan aduan itu kadang-kadang memerlukan waktu cukup lama. Wasit pun ikut memegang peranan memberikan nasehat kepada yang akan mempertandingkan sapinya, kalau ukuran atau “peringkat” sapinya tidak seimbang. Jadi, tidak ada bedanya dengan peringkat – peringkat dalam pertandingan tinju. Apabila telah dicapai kesepakatan, dilaporkan pada panitia perlombaan dan segera diumumkan kepada seluruh penonton melalui pengeras suara. Dengan gaya membakar semangat yang saling mempertandingkan sapi aduannya, pembawa acara tersebut melalui pengeras suara kadang – kadang selain menyebut nama sapi (kalau oleh pemiliknya diberi nama), nama pemiliknya dan asal desanya.
Sementara satu pasangan sudah ditemukan untuk diadu, pemilik pasangan-pasangan lainnya berunding. Sedangkan pemilik atau pengasuh yang belum menemukan sapinya untuk diadu karena ukurannya tidak cocok, keluar gelang¬gang untuk memasuki tempat sapi-sapi dikumpulkan pada bagian belakang gelanggang. Menunggu giliran ukuran sapi lawannya yang cocok.

ADU KEPALA DAN TARIAN
Wasit mempunyai peran ganda. Selain memberi aba-aba agar aduan kedua ekor sapi dimulai, sekaligus mengawasi, memberi semangat pada dua pihak, dan juga ikut menari-nari dengan selendangnya. Sapi-sapi aduan tidak dilepas talinya. Meskipun tali itu hanya pendek saja untuk tidak mengganggu gerakan sang sapi. Masing-masing diapit oleh pemilik atau pengasuh- nya, seorang atau lebih.
Ketika dua ekor sapi jantan itu dihadapkan, segera saja saling maju dengan menundukkan kepala untuk mempergunakan tanduknya sebagai senjata. Karena masing-masing berusaha menanduk lawannya, maka yang beradu adalah kepala sapi-sapi itu untuk mendorong lawannya sekuat tenaga dengan kepalanya, diselingi teriakan, sorakan penonton, serta suara-suara memberi semangat untuk sapi-sapi yang bertanding itu melalui penge¬ras oleh pembawa acara.
Sering salah seekor, karena dorongan, terjatuh dan segera diserbu lawannya dengan menanduk bagian tubuhnya. Tetapi sapi yang terjatuh segera bangun menyerang lagi, dan kembali kepala lawan kepala. Kalau salah seekor merasa tidak kuat, maka sambil mundur didoroAduan Sapi merupakan salah satu obyek wisata berupa pertunjukan tradisional di Bondowoso Jawa Timur, merupakan satu-satunya di Indonesia. Setidak-tidaknya di pulau Jawa. Aduan Sapi ini patut ditonton oleh segala usia. Terlebih lagi, atraksi tradisional ini selain sebagai hiburan bagi masyarakat Bondowoso dan Jawa Timur, juga mempunyai daya tarik kepariwisataan. Sekaligus melestarikan budaya tradisi masyarakat.
Aduan sapi merupakan kebanggaan bagi masyarakat untuk dapat di pertontonkan kepada wisatawan Nusantara ataupun yang dari Mancanegara. Bagi masyarakat kabupaten Bondowoso, acara ini tidak dapat dilewatkan begitu saja. Aduan sapi dapat saja diadakan dalam waktu tiga bulan sekali atau kurang. Sekurang-kurangnya setiap tahun mesti ada paling sedikit dua kali acara Aduan Sapi.

Tempat Atraksi Aduan Sapi

Arah utara kota Bondowoso pada jalan raya Bondowoso—Situbondo, pada kilometer 6, kita akan tiba di Kecamatan Tapen. Tempat itulah merupakan arena Aduan Sapi, kira-kira berjarak satu kilometer sebelah timur jalan raya. Arena itu sendiri hanya berjarak kira-kira 500 meter dari Dam (Bendung) Sampeyan Baru.
Arena mengadu sapi itu memang cukup luas. Kira-kira memakan areal 2 hektar bahkan lebih. Cukup luas untuk tempat parkir kendaraan, untuk orang-orang sekitar berjualan dan gelanggangnya sendiri. Gelanggang aduan yang selebar kira-kira hampir satu hektar dikelilingi oleh pagar dari bambu. Benar-benar berbentuk pagar, karena dianyam jarang-jarang dan sebagian dengan bambu-bambu utuh. Tinggi pagar tersebut sampai dua meter lebih, dan cukup kokoh.
Tentunya untuk menjaga kalau-kalau sapi-sapi yang diadu itu menjadi kalap, juga untuk menjaga agar penonton pendukung masing-masing jagonya tidak memasuki gelanggang aduan. Sekeliling gelanggang yang luas dan di belakang pagar ter¬sebut, dibuat bangku-bangku dari batang-batang bambu yang kokoh. Bersusun hingga lima tingkat seperti bangku – bangku dalam stadion olah raga diatur mengelilingi seluruh gelanggang, diberi atap dari daun tebu. Teduh dari sinar matahari. Karena susunan bangku-bangku yang bertingkat, pintu masuk pun dari bagian bawah bangku-bangku tadi. Pada bagian gerbang utama terdapat podium khusus dengan beralaskan anyaman bambu (gedek ; Jawa) dan untuk memasukinya harus memanjat tangga bambu yang dibuat seperti tangga naik rumah. Tempat tersebut untuk para undangan dan panitia. Di sampingnya masih ada podium lagi yanq ukurannya lebih kecil. Kalau pada podium bagi undangan diberi kursi-kursi, maka pada podium ini orang duduk di lantai gedek. Ini tempat anggota panitia, juri dan pengamat.
Di gelanggang aduan sendiri, terdiri dari tanah bekas sawah yang dikeringkan dan keras. Memang, aduan sapi pada umumnya dilakukan pada musim-musim kemarau di musim yang menurut perhitungan sudah tidak ada hujan lagi. Ada juga melesetnya, seperti aduan sapi pada bulan Mei yang jatuh pada tanggal-tanggal 13, 14, 27 dan 28. Nyatanya, hujan masih turun dengan lebat. Salah satu obyek wisata berupa pertunjukan yalah Aduan Sapi di Bondowoso. Justru pertunjukan ini merupakan satu-satunya atraksi demikian di Indonesia. Setidak-tidaknya di pulau Jawa.Secara tradisional, Aduan Sapi hanya dilangsungkan di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur.
Sapi-sapi jantan yang dilagakan itu saling menanduk lawannya tanduk pun ikut berperan, namun tak setetes pun darah keluar. Sehingga Aduan Sapi patut ditonton oleh segala usia. Terlebih lagi, atraksi tradisional ini selain sebagai hiburan bagi masyarakat Bondowoso, juga mempunyai daya tarik kepariwisataan. Sekaligus melestarikan tradisi budaya masyarakat.

UPACARA DAN TATA CARA
Aduan Sapi tidak begitu saja dibuka. Ada upacaranya yang menarik yalah karena diawali dengan TARIAN ADUAN SAPI. Karena masyarakat Bondowoso boleh dikata kira-kira 70 persen bernenek moyang dari Madura, dengan sendirinya tarian tersebut dipengaruhi oleh gerak tari Madura. Setidak-tidaknya pengaruh dari tarian masyarakat di Sumenep. Selesai tari-tarian, panitia aduan menyatakan, bahwa segera diadakan aduan gelombang pertama. Suaranya yang bertalu-talu memekakkan telinga berkumandang ke seluruh lapangan. Panitia mulai minta beberapa ekor sapi yang akan diadu dibawa masuk ke gelanggang oleh para pemiliknya atau pengasuh sapi itu.
Beberapa ekor sapi yang masing-masing diapit oleh dua orang memasuki gelanggang yang mulai panas oleh terik matahari. Beberapa orang wasit dengan selendang diikat pada leher atau pinggangnya siap untuk melaksanakan tugasnya. Para wasit itu yang akan memimpin aduan. Tata cara aduan itu dilakukan secara terbuka di depan penonton yang memenuhi bangku-bangku bambu sekeliling gelanggang.
Kepada pemilik atau pengasuh sapi ditanyakan, apakah Umpamanya sapi pak Dollah berani ditandingkan dengan sapi pak Kusen ?. Kadang-kadang disebut “nama” sapi aduan yang diberikan oleh pemiliknya, seperti Bledek, Seno, Samson dan lain-lain. Pemilik atau pengasuh sapi aduan saling melihat calon lawannya. Apabila dianggap oleh salah satu fihaknya, bahwa sapi miliknya bukan ukurannya dengan lawan tandingnya, maka ia berhak tidak mempertandingkan. Dicarilah lewat wasit, calon yang berani melawan sapi yang ditawarkan itu.
Dalam menawarkan lawan aduan itu kadang-kadang memerlukan waktu cukup lama. Wasit pun ikut memegang peranan memberikan nasehat kepada yang akan mempertandingkan sapinya, kalau ukuran atau “peringkat” sapinya tidak seimbang. Jadi, tidak ada bedanya dengan peringkat – peringkat dalam pertandingan tinju. Apabila telah dicapai kesepakatan, dilaporkan pada panitia perlombaan dan segera diumumkan kepada seluruh penonton melalui pengeras suara. Dengan gaya membakar semangat yang saling mempertandingkan sapi aduannya, pembawa acara tersebut melalui pengeras suara kadang – kadang selain menyebut nama sapi (kalau oleh pemiliknya diberi nama), nama pemiliknya dan asal desanya.
Sementara satu pasangan sudah ditemukan untuk diadu, pemilik pasangan-pasangan lainnya berunding. Sedangkan pemilik atau pengasuh yang belum menemukan sapinya untuk diadu karena ukurannya tidak cocok, keluar gelang¬gang untuk memasuki tempat sapi-sapi dikumpulkan pada bagian belakang gelanggang. Menunggu giliran ukuran sapi lawannya yang cocok.

ADU KEPALA DAN TARIAN
Wasit mempunyai peran ganda. Selain memberi aba-aba agar aduan kedua ekor sapi dimulai, sekaligus mengawasi, memberi semangat pada dua pihak, dan juga ikut menari-nari dengan selendangnya. Sapi-sapi aduan tidak dilepas talinya. Meskipun tali itu hanya pendek saja untuk tidak mengganggu gerakan sang sapi. Masing-masing diapit oleh pemilik atau pengasuh- nya, seorang atau lebih.
Ketika dua ekor sapi jantan itu dihadapkan, segera saja saling maju dengan menundukkan kepala untuk mempergunakan tanduknya sebagai senjata. Karena masing-masing berusaha menanduk lawannya, maka yang beradu adalah kepala sapi-sapi itu untuk mendorong lawannya sekuat tenaga dengan kepalanya, diselingi teriakan, sorakan penonton, serta suara-suara memberi semangat untuk sapi-sapi yang bertanding itu melalui penge¬ras oleh pembawa acara.
Sering salah seekor, karena dorongan, terjatuh dan segera diserbu lawannya dengan menanduk bagian tubuhnya. Tetapi sapi yang terjatuh segera bangun menyerang lagi, dan kembali kepala lawan kepala. Kalau salah seekor merasa tidak kuat, maka sambil mundur didorong lawannya, kemudian melarikan diri. Di sini biasanya sang lawan yang menang itu masih memburunya keliling setengah lapangan, sambil diburu oleh pemiliknya untuk dihentikan.
Peraturannya, baik yang akan mengadu sapi maupun penonton “dilarang keras membawa senjata tajam dan jenis senjata lainnya”. Untuk itu dalam setiap diadakannya aduan sapi, dijaga oleh kesatuan Kepolisian. Malahan pada gerbang masuk tempat penjualan karcis untuk menonton aduan sapi, terdapat pos Polisi yang dijaga satu regu. Di tempat itu dipasang papan pengumuman tentang peraturan-peraturan menghadiri acara aduan sapi.
Yang menang menerima hadiah uang dan piala. Banyak penonton yang saling bertaruh. Begitulah ADUAN SAPI di desa Tapen, Bondowoso, berlangsung dari pagi hingga petang hari. Penonton bukan saja dari daerah-daerah di wilayah Kabupaten Bondowoso, tetapi juga dari kabupaten-kabupaten lainnya. Malahan beberapa orang wisatawan mancanegara ikut menyaksikannya.
Dalam aduan sapi itu tidak ada darah yang bercucuran dari binatang yang diadu tersebut. Sapi-sapi aduan tersebut cukup jujur. Bila merasa tidak kuat, lari! Tidak emosional. Tradisi masyarakat Bondowoso ini berlangsung terus – menerus yang kurang memungkinkan bila dipindahkan ke lain daerah. masalahnya, bukan hanya aduannya, namun ada rasa keterikatan tradisi dan minat antara acara aduannya dengan lingkungannya.

AduanSapi, DINAS PARIWISATA DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR, SURABAYA , 1990
ng lawannya, kemudian melarikan diri. Di sini biasanya sang lawan yang menang itu masih memburunya keliling setengah lapangan, sambil diburu oleh pemiliknya untuk dihentikan.
Peraturannya, baik yang akan mengadu sapi maupun penonton “dilarang keras membawa senjata tajam dan jenis senjata lainnya”. Untuk itu dalam setiap diadakannya aduan sapi, dijaga oleh kesatuan Kepolisian. Malahan pada gerbang masuk tempat penjualan karcis untuk menonton aduan sapi, terdapat pos Polisi yang dijaga satu regu. Di tempat itu dipasang papan pengumuman tentang peraturan-peraturan menghadiri acara aduan sapi.
Yang menang menerima hadiah uang dan piala. Banyak penonton yang saling bertaruh. Begitulah ADUAN SAPI di desa Tapen, Bondowoso, berlangsung dari pagi hingga petang hari. Penonton bukan saja dari daerah-daerah di wilayah Kabupaten Bondowoso, tetapi juga dari kabupaten-kabupaten lainnya. Malahan beberapa orang wisatawan mancanegara ikut menyaksikannya.
Dalam aduan sapi itu tidak ada darah yang bercucuran dari binatang yang diadu tersebut. Sapi-sapi aduan tersebut cukup jujur. Bila merasa tidak kuat, lari! Tidak emosional. Tradisi masyarakat Bondowoso ini berlangsung terus – menerus yang kurang memungkinkan bila dipindahkan ke lain daerah. masalahnya, bukan hanya aduannya, namun ada rasa keterikatan tradisi dan minat antara acara aduannya dengan lingkungannya.

AduanSapi, DINAS PARIWISATA DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR, SURABAYA , 1990

Comments


Leave a Reply