Dramatari Topeng Jabung (Ragam, Koreografis dan Formasi Tari)
Ragam Tari Topeng Jabung Tiga ragam karakteristik Tari Topeng yang utama adalah : Tari Putra Gagahan, dengan tokoh-tokoh seperti Kertala…
Ragam Tari Topeng Jabung
Tiga ragam karakteristik Tari Topeng yang utama adalah :
- Tari Putra Gagahan, dengan tokoh-tokoh seperti Kertala Udapati, Patih, dan Klana Sabrang.
- Tari Putra Alusan, dengan tokoh-tokoh seperti Panji Kudawanengpati, Gunungsari, dan Lembu Amiluhur.
- Tari Putri, untuk tokoh-tokoh Ragil Kuning, Sekartaji, dan Tamiajeng.
Karakteristik di atas dapat diperinci lagi menjadi karakter yang lebih kecil sesuai dengan peran masing- masing adalah :
- tari raja, baik alus maupun gagah,
- tari patih, baik alus maupun gagah,
- tari klana gagah,
- tari klana alus (Gunungsari),
- tari prajurit, baik alus maupun gagah,
- tari putri,
- tari panakawan,
- tari raksasa,
- tari cantrik,
- tari kera, dll.
Rincian Koreografis Tari Topeng Jabung
1. Gerak Berpindah Tempat
Labas (tayangan, lumaksana -Jw .);gelapan (samberan, srisig- Jw.), gejet (berjalan ke samping), mundur-mlangkah (sejenis dengan gagak lincak tinting -Yog.), sirig (srisig ke samping).
2. Gerak Solah
Dalam tarian jawa disebut Kiprahan atau Muryani Busana. Gerakannya antara lain adalah : pogokan, lembehan, kenthengan, kepat sampur, ceklekan, ulap-ulap, jumputan, bapangan, kopyokan, swangan, semarangan, dan sogokan. Gerakan ini dipergunakan baik untuk tari alusan maupun gagahan.
3. Gerak Kembangan (Sekaran)
Gerak Kembangan ini kadang-kadang juga dipakai sebagai solah. Jenisnya sangat banyak, antara lain : Menjangan Ranggah, Miyak Glagah, Mudar Malang, Ngungak Bala, Kliling Lembehan, Tolehan Obah Lambung, Ukel Pakis, Kencak, Merak Didis, Merak Ngigel, Bagongan, Gambuh, Mara Seba, Waderpari nungsung baji, Tikus Ngungak Salang, Satria Jala, Dali nglampar Banyu, Pucang kanginan, dll. Ragam ini juga dipakai baik untuk alusan maupun gagahan.
4. Gerak Sendi (penghubung)
Sebenarnya gerak sendi sering juga meminjam dari gerak pindah tempat, atau pun gerak kembengan. Akan tetapi ada j uga gerak yang selalu terpakai dan berulang- ulang untuk menghubungkan antara ragam yang satu dengan ragam yang lain. Gerak itu adalah : mundur, mlangkah, besutan, sirig, dan keter.
Mundur mlangkah dipakai untuk menghubungkan ragam kembangan atau gerak yang akan menuju kembangan. Besutan dan keter dipakai berurutan untuk menghubungkan ragam solah pada tari gagahan, tetapi untuk alusan cukup dipakai besutan saja. Sirig dipergunakan antara kelompok-ragam satu ke kelompok ragam yang lainnya.
Formasi Tari Topeng Jabung
- Formasi Tari Raja
Dipakai apabila seorang raja sedang berada di pasewakan padajejeran I atau II. Terdiri dari rangkaian ragam kembangan dengan ragam berpindah tempat yang dihubungan oleh sendi-sendi tertentu, menurut karakter raja yang bersangkutan.
- Formasi Tari Patih
Formasi ini dipakai oleh seorang Patih yang menghadap raja pada setiap jejeran I atau II. Terdiri dari serangkaian Ragam Kembangan, ragam berpindah tempat dan sendi-sendi. Satu dan lain menurut karakter patih yang bersangkutan.
- Formasi Tari Prajurit Tunggal
Formasi dari ragam-ragam kembangan gerak berpindah tempat dengan sendi-sendi tertentu yang dilakukan oleh masing-masing prajurit ketika hendak menghadap raja pada jejeran I dan II.
- Formasi Tari Prajurit Masal
Susunan ini dilakukan oleh lima, enam atau lebih penari-penari prajurit dan menari bersama-sama, melingkar-lingkar dan membentuk formasi tertentu. Formasinya sangat sederhana, misalnya seperti lingkar- an tertutup, tapal kuda, berbaris diagonal, horizontal, lintasan angka delapan, dsb. Dipakai sesudah jejeran I atau II, dan disebut “bodhol-bala”, yang menggam- barkan gegap-gempitanya prajurit di medan perang.
- Formasi Tari Klana Gagah
Formasi ini biasanya muncul pada jejeran II, yaitu ketika seorang raja dari tanah sabrang dilukiskan sedang gandrung. Susunannya terdiri dari Ragam Kembangan, Ragam Solah, ragam berpindah tenfpht dan ragam sendi penghubung. Tidak kurang dari lima belas ragam solah dan sepuluh ragam kembangan bila dilakukan dengan lengkap. Membutuhkan waktu yang cukup lama.
- Formasi Tari Klana Alus
Susunan tari Klana Alus amatlah panjang dan lengkap. Terdiri dari ragam solah, ragam kembangan, gerak berpindah tempat dan sendi-sendi. Sebelum Gunungsari menari, terlebih dahulu abdinya yang bernama Patrajaya akan mengisi bebanyolan yang panjang. Selain menembang, menari, dan melawak, ia juga dibantu oleh pelawak-pelawak lain yang memeriahkan suasana. Saat ini adalah saat yang paling disukai penonton. Tiada batas lagi antara pemain, pelawak, dan penonton. Bahkan dalangnya sendiri pun ikut melawak. Sesudah merasa puas, barulah Gunungsari menari. Pola-pola yang ditampilkan di dalam tariannya merupakan manifestasi dari tiruan terhadap gerak-gerak binatang seperti burung merak, kijang, ikan dalam air, dll.
Adegan panjang ini terkadang sampai memakan waktu selama dua jam tanpa memberi kesempatan pemain untuk turun dari panggung.
- Formasi Tari Perang
Berbeda dengan ragam-ragam yang telah diuraikan di muka, maka formasi tari perang ini mempunyai kekhu- susan tersendiri, terutama gerak untuk berpindah tempat yang disebut srisig. Adegan perang ini terkadang mengguriakan keris atau tidak bersenjata sama sekali. Perang dilakukan satu lawan satu, satu lawan dua, atau dua lawan dua.
Ada lima ragam gerak perangan, yaitu :
- Gagalan, yaitu saling menghantam tetapi tidak mengena;
- Tampelan, saling menampel dengan telapa k tangan, dengan satu telapak tangan atau dua telapak tangan.
- Ukelan, saling memegang dan memutar tangan la wan.
- Pusingan, saling mengadu kekuatan bahu dengan cara memutar tubuh dalam gerak arah berlawanan.
- Buwangan, salah seorang melemparkan tubuh lawannya sampai keluar pentas.
Itulah beberapa ragam gerak tari perang yang lazim digunakan pada setiap adegan perang dramatari Topeng Jabung.
‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Topeng Jabung Teater Tradisional Jawa Timur; Drs. Risman Marah, Drs. Supriyadi, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan , Jakarta, 1993/1994, hlm. 9-13