Thursday, October 10, 2024
Semua Tentang Jawa Timur


Pondok Pesantren Tertua,Kota Batu

Sudah ratusan tahun syair Miftahul Jannah berkumandang dari dalam rumah yang dijiingsikan menjadi Tainan Pendidikan Al-Qur’an ini. Puluhan santri pun…


pondok tertuaSudah ratusan tahun syair Miftahul Jannah berkumandang dari dalam rumah yang dijiingsikan menjadi Tainan Pendidikan Al-Qur’an ini. Puluhan santri pun hingga kini masih tetap keluar masuk dari bangunan kuno tersebut untuk belajar ilmu agama.

Namun tidak akan ada yang menyangka kalau di tempat ini pernah berdiri pondok pesantren pertama di Kota Batu. Ponpes ini dibangun pertama kali oleh Pangeran Rojoyo, pengikut Pangeran Diponegoro, dalam pelariannya dari kejaran pasukan Belanda. Ya di dusun yang kini terletak di Desa Bumiaji, Kecamatan Bumiaji ini, Rojoyo membangun sebuah Pondok Pesantren Kebeneran.

“Menurut catatan yang dibuat oleh KH Ali Muktar, Raden Syarif dan Raden Sarfin, seluruh prajurit dan punggawa Rojoyo menjadi santri pertama pondok pesantren ini. Pondok Pesantren ini didirikan tahun 1781 Masehi,” ujar Nachrowi, Ketua Paguyuban Keluarga Besar Putro Wayah Mbah Batu (Pangeran Rojoyo).

Pangeran Rojoyo yang juga akrab dipanggil Syech Abul Ghonaim ini mengendalikan dakwah di Kota Batu dan sekitarnya. Dari waktu ke waktu jumlah penganut agama Islam di Kota Batu hingga Malang Raya pun terus bertambah. Sesuai catatan berbahasa Arab Pego yang dibuat oleh tiga santri Pangeran Rojoyo yakni KH Ali Muktar, Raden Syarif dan Raden Sarfin, Pondok Pesantren Kebeneran ini berada di sisi aini juga digunakan oleh Pangeran Rojoyo untuk berjuang melawan Belanda. Hingga akhirnya Pondok Pesantren ini tidak luput dari sasaran Belanda dalam setiap serangannya.

Untuk perluan kaderisasi dan syiar agama Islam, Pa­ngeran Rojoyo menyebarkan santri-santrinya guna berdakwah di daerah-daerah. Mulai dari sekitar Kota Batu, Kasembon, Ngantang, Tumpang, Gondanglegi, Sumberpucung, Gunung Kawi hingga Malang Kota. “Satu pesan Pangeran Rojoyo kepada santri-san­trinya, yakni makaryo lan nyebarno Islam (bekerja dan menyebarkan Islam),” terang M. Nachrowi.

Di setiap daerah, Pangeran Rojoyo menempatkan seorang santrinya untuk me- nyiarkan agama Islam. Sedikitnya ada 12 santrinya yang ditempatkan di segala penjuru Kota Batu. Seperti Raden Sarfin berdakwah di Dusun Brau, Desa Gunungsari, Raden KH Ismuyasan (Mbah Mayangsari) berdakwah di Desa Pesanggrahan, KH Matsari (Mbah Macari) di Kelurahan Ngaglik Batu. Raden Singo Leksono (Mbah Banter) berdakwah di Kelurahan Sisir, Kiai Syarif di Glonggong, Kelurahan Temas, Kiai Musafid berdakwah di Oro-Oro Ombo, Kiai Sentono berdakwah di Oro-Oro Ombo, Kiai Teguh Harjo berdakwah di Junrejo, Mbah Joglo berdakwah di Desa Beji, Mbah Bener di Kelurahan Temas. Ki Puspo (Mbah Patok) yang berdakwah di Songgoriti dan Mbah Nur Soleh berdakwah di Desa Sidomulyo. Secara rutin para santri ini mengadakan pertemuan, membahas masalah penyebaran agama Islam hingga permasalahan-permasalahan sosial. Pangeran Rojoyo pun ternyata memiliki akses ke Tanah Suci. Bahkan kepergiannya ke Tanah Suci sulit diterima secara nalar sebab begitu seringnya pergi ke Makkah.

“Setiap Jumat Legi dan Kliwon, Pangeran Rojoyo berangkat ke Tanah Suci, karena itulah namanya dikukuhkan di Yaman sebagai salah seorang tokoh Islam. Di Yaman tertulis nama Syech Al-Karim Abul Ghonaim,” terang Nachrowi. Menurut Nachrowi, Pangeran Rojoyo beberapa kali mengikuti musyawarah tokoh Islam di dunia yang diselenggarakan di Yaman. Padahal secara fisik, Pangeran Rojoyo hanya beberapa saat saja keluar dari Pondok Pesantrennya.

“Setiap usai bepergian, Pangeran Rojoyo selalu membagi-bagikan kurma kepada san- tri-santrinya. Oleh-oleh ini seakan menjawab keraguan yang muncul di benak para san­trinya, hingga kini kita belum menemukan literature yang menjelaskan bagaimana caranya Pangeran Rojoyo berangkat ke Tanah Suci dengan cara yang cepat seperti itu,” terangnya. (juned)

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: SUARA DESA, Edisi 06, 15 Juli -15 Agustus 2012, hlm. 21

Comments


Leave a Reply