Tuesday, November 12, 2024
Semua Tentang Jawa Timur


Wayang Timplong, Kabupaten Nganjuk

Kesenian wayang beragam jenisnya. Apakah itu bahan pembuatannya,latar belakang kelahirannya maupun inti dan jalan ceritanya. Atas dasar itu maka lahirlah…

By Pusaka Jawatimuran , in Kesenian Nganjuk , at 10/06/2013 Tag: , , , , ,

Kesenian wayang beragam jenisnya. Apakah itu bahan pembuatannya,latar belakang kelahirannya maupun inti dan jalan ceritanya. Atas dasar itu maka lahirlah wayang kulit, wayang klithik, wayang krucil, wayang gedog, wayang golek dan wayang timplong. Dari berbagai jenis wayang tersebut yang paling populer adalah wayang kulit. Walaupun jenis kesenian wayang kulit ini merupakan budaya asli Indonesia, namun dalam perkembangan- nya materi ceritanya banyak mengambil ceritera dari India, yaitu Ephos Mahabharata dan Ramayana. Sedangkan untuk jenis wayang lain baik ceritera maupun iringan musiknya tetap mengandalkan keasliannya. Ceritera umumnya diambil dari ceritera Panji dan legenda masyarakat akibat dari statisnya Ceritera dan musik yang mengiringi, menjadikan jenis kesenian ini kurang diminati oleh masyarakat yang selalu menuntut pembaharuan.

Wayang Timplong yang merupakan kesenian wayang Khas Nganjuk nasibnya kini sangat memprihatinkan. Jenis kesenian ini yang dahulu pernah berjaya, kini hampir tenggelam dan kurang dikenal. Kini wayang timplong tinggal memiliki 3 dalang yang semuanya bertempat tinggal di Desa Jetis Kecamatan Pace. Pada saat-saat jayanya dahulu tiap bulannya bisa pentas 5 – 8 kali, namun kini sudah sangat jarang ditanggap orang. Umumnya peminat jenis kesenian ini sebagian besar masyarakat pedesaan yang menggunakannya untuk acara-acara Nyadranan/bersih desa, murwatan, melepas nadar dan acara di tempat keramat tertentu.

Menurut penuturan Pak Tawar (dalang wayang timplong tertua) bahwa wayang timplong yang berada di Desa Jetis ini diciptakan oleh Mbah Boncol, yang sekaligus sebagai dalangnya. Profesi Mbah Boncol ini kemudian dilanjutkan oleh anak cucu- nya secara turun temurun dan kini sudah sampai pada generasi yang ke lima, yaitu Pak Tawar yang kini berusia 76 tahun.

Ide ceritera wayang ini banyak berkisar pada kerajaan Kediri, Jenggala Majapahit, babad Tanah Jawi serta berasal dari legenda yang ada pada tempat-tempat tertentu. Hal demikian mengakibatkan lakon/ceritera wayang Timplong menjadi terbatas dan lebih sedikit jika dibandingkan dengan perbendaharaan lakon wayang kulit.

Berdasarkan hasil kumpulan pakem wayang kulit yang disusun KGPA Mangkunegoro VII, lakon wayang kulit Solo berjumlah 157 lakon, sedangkan wayang Timplong menurut penuturan Pak Tawar berjumlah 24 lakon saja. Lakon itu ialah Barun Klinting, Kudawaris, Joko Slewah, Sarukrama/Dewi Kasihan, Panji Mirap Miring, Salikin, Lukin dan Salikun, Jaka Suwarno, Tejalengkawa, Darupati, Jaka Umbar, Gandakusuma, Mlaya kusuma, Somayuda, Endang Larajuwita, Lembu Amiluhur, Gandek Mantri Anom, Dewi Galuh, Syeh Kasan, Bujangganong, Jaka Sundang, Begawan Kilasarupa, Begawan Gunawasesa, Begawan Ngarit dan Kedrah dadi Begawan Kilasarupa. Dari 24 ceritera/lakon itu pada garis besarnya dapat dikelompokkan menjadi 3 Jenis lakon, yaitu :

  1. Jenis lakon Kesepuhan, yang menceriterakan bagaimana seseorang mencari ilmu kaweruh. Isinya banyak wejangan- wejangan dari guru/begawan kepada muridnya.
  2. Jenis lakon Perkawinan, banyak menceriterakan tentang suka- duka mencari jodoh dan kemudian diakhiri dengan hidup bahagia sebagai suami isteri
  3. Jenis lakon Kelahiran, yang menceriterakan tentang peristiwa kelahiran seseorang atau keturunan raja. 

Gamelan Pengiring Wayang Timplong :

Wayang Timplong jumlahnya _+ 100 buah yang terbuat dari kayu, bentuknya pipih dan tangannya terbuat dari kulit. Disamping itu Wayang ini dilengkapi pula dengan gunungan yang terbuat dari bulu merak dan golekan yang biasanya dimainkan pada awal dan akhir pertunjukkan.

Peralatan gamelan yang asli hanya terdiri dari 6 macam. yaitu gendang, gambang 3 buah, kenong dan sebuah gong- Kemudian pada tahun 1990 atas prakarsa Bapak Bupati Drs.

IBNU SALAM, agar Kasi Kebudayaan S. SUWONDO mengadakan renovasi terhadap iringan wayang timplong ini. Maka dengan tanpa meninggalkan unsur aslinya, musik gamelannya ditambah 3 macam, yaitu gender barung, saron barung dan siter. Gamelan itu digunakan untuk mengiringi 4 gending yang merupakan ciri khas wayang timplong.

  1. Gendhing Awe-awe, yang dipergunakan dalam waktu menampilkan golekan jenis wanita pada awal pertunjukan.
  2. Gending Grendel, untuk mengiringi saat jejeran (musyawarah kerajaan, pemberian wejangan, perintah kerja kepada punggawa kerajaan).
  3. Gending Ladrang, yang dimainkan saat mengiringi situasi peperangan.
  4. Gending Prahap/penutup, yaitu untuk mengiringi tarian golekan sebagai tanda berakhirnya pagelaran. 

Untuk menancapkan wayang dipergunakan batang pisang, dilengkapi pula layar/geber di kanan kiri dalang. Biasanya ukuran geber antara 2,5 -3 m, berwarna kuning yang tepinya diberi lipatan berwarna hitam dan hiasan.

Perkembangan Wayang Timplong

Wayang Timplong hanya dipentaskan pada acara bersih desa, ruwatan, nadar dan keperluan lain yang sifatnya khusus. Sehingga keberadaan dan perkembangan wayang ini tentunya banyak tergantung pada kepercayaan masyarakat terhadap upacara tradisional. Makin tipis kepercayaan masyarakat terhadap upacara tradisional tersebut, akan berpengaruh terhadap keberadaan serta perkembangan kesenian ini.

Upaya untuk menginformasikan kesenian ini agar masyarakat Nganjuk lebih mengenal kesenian tradisionalnya kemudian mencintainya. Pemerintah Kabupaten Nganjuk pernah menampilkannya di TMII Jakarta, pada acara Pagelaran Seni Tradisional.

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Nganjuk dan Sejarahnya, th. 1994, hlm. 212-216