Kesenian Sandhur, Kabupaten Nganjuk
Sejarah Timbulnya Kesenian Sandhur Kesenian Sandhur yang kini sudah tidak begitu dikenal masyarakat luas, khususnya masyarakat Nganjuk, pernah memiliki masa…
Sejarah Timbulnya Kesenian Sandhur
Kesenian Sandhur yang kini sudah tidak begitu dikenal masyarakat luas, khususnya masyarakat Nganjuk, pernah memiliki masa lalu yang menggembirakan. Mengenai kapan dan dimana kesenian ini muncul pertama kali, tidak dapat ditentukan dengan pasti. namun yang jelas bahwa kesenian ini pernah ada dan berkembang pesat di daerah Ngluyu, Senggowar dan Gondang.
Ada yang berpendapat bahwa kesenian Sandhur berasal dari daerah Ngluyu dan sudah dikenal masyarakatnya sejak sekitar tahun 1900. Ada pula yang berpendapat, bahwa kesenian Sandhur berasal dari desa Senggowar, yaitu suatu desa yang terletak di sebelah utara desa Gondang Kulon. Berawal dari seringnya menonton kesenian ini di desa Senggowar ada beberapa pemuda Gondang Kulon berhasrat untuk membentuk kelompok kesenian yang sama di desa Gondang Kulon tempat mereka bermukim. Dalam perkembangannya kesenian ini di daerah asalnya sudah tidak berkembang lagi, dan sampai saat ini tinggal ada satu perkumpulan kesenian ini, yaitu di Desa
Gondang Kulon, Kecamatan Gondang.
Kesenian ini inti ceriteranya menggambarkan pembukaan daerah baru (babat alas), yang menurut beberapa sumber menceriterakan babat alas Sumedang Kawit (?) yang diciptakan oleh Ki Demang Mangunwijaya (?). Inti ceritera ini jika dikaitkan dengan kemungkinan daerah kelahirannya, memang lahir di daerah kawasan hutan, sehingga alur ceriteranya tidak dapat dilepaskan dari upacara selamatan membuka hutan.
Pemain Sandhur berjumlah 6 orang, terdiri dari 4 orang pemain inti yang memainkan tokoh Petak, Belong, Cawik dan Tangsil. Yang 2 orang sebagai pemain Jaran Kepang Somba dan Dawuk.
Pengrawit yang mengiringi kesenian ini berjumlah 5 orang disesuaikan dengan jumlah alat musiknya yang hanya 2 macam, yaitu terdiri dari gendang dan alat musik dari bambu besar yang berfungsi sebagai gong (Gong Bumbung), sedangkan 3 orang yang lain berfungsi sebagai panjak ore (penggerong).
Dalam tata rias kesenian ini memiliki ciri yang khusus dan terkesan rias realistik, sebab rias disini hanya berfungsi untuk mempertebal garis wajah yang sudah ada agar tampak lebih tampan dan cantik. Busana yang dipakai para pemain tidak selengkap busana para pemain. Mung Dhe dan terkesan lebih sederhana.
Misalnya :
1. Petak dan Belong :
Dua pemain ini menggambarkan 2 orang pemuda kakak beradik yang mengenakan rias tampan dan gagah, dengan busana dan hiasan irah-irahan (jamang), sumping, stagen hitam, epek timang, kain panjang dan celana panji.
- Cawik :
Tokoh yang memerankan wanita cantik. Busananya irah- irahan (jamang), sumpung, kalung susun, kebayak panjang, sampur, kain panjang dan stagen.
- Tangsil :
Tokoh ini berperan sebagai punokawan, maka pakaiannya terkesan seadanya, yaitu pakai udheng, kaos singlet, sarung batik dan celana panjang.
- Penari Jaranan :
Alat utama jaran kepang, dengan busana iket batik, ikat pinggang (othog), celana tiga perempat hitam terumbai.
Tata panggung kesenian Sandhur sangat sederhana sekali, sebab pada hakekatnya kesenian ini bisa dipentaskan dimana saja dan tidak memerlukan tempat khusus. Umumnya selalu dipentaskan di tempat terbuka, seperti halaman rumah, lapangan ataupun tempat terbuka lainnya. Namun beberapa hal sebagai kelengkapan pementasan mutlak harus ada, seperti meja tempat sesaji dan tempat jaran kepang biasanya ditempatkan di tengah- tengah pentas. Untuk membatasi antara pemain dan penonton diberi pembatas berupa tali yang diikatkan pada pathok di pojok-pojok tempat pentas. Di tiap sudut pentas diberi kursi untuk tempat duduk para pemain.
3.3. Pementasan dan jalan cerita Sandhur.
Pementasan Sandhur diawali dengan gendhing pembuka, yaitu serangkaian tembang yang menggambarkan para pemain sedang menyiapkan segala keperluan pentas, seperti menyiapkan lokasi pentas, memberi tali pembatas, meletakkan meja dan sesaji, kursi, jaran kepang, rias para pemain, pembacaan do’a dan persiapan pentas lainnya. Setelah pembacaan do’a selesai,
dilanjutkan dengan dilantunkannya 2 buah gendhing Kembang Klurak dan Long Kalongke. Saat dikumandangkan 2 buah tembang ini keempat penari Petak, Belong, Cawik dan Tangsil menari bersama. Untuk selanjutnya para pemain ini memerankan tokoh sesuai dengan alur ceritanya. Pementasan diakhiri tari jaranan oleh 2 orang penari Somba dan Dawuk. Dua penari terakhir inilah ketika masih jaya-jayanya kesenian ini digunakan sebagai sarana pengobatan orang sakit. Caranya, dua penari jaran kepang ini menari mengitari
meja tempat sesaji sampai si penari mengalami/dalam keadaan in trance (Jawa = dadi). Dalam keadaan demikian 2 orang penari ini dijadikan sarana untuk mengobati orang sakit.
Sejak keberadaannya yang pertama sampai Sandhur hampir dilupakan orang. Jalan dan materi ceritanya tidak pernah berubah, atau dengan kata lain dalam kesenian ini hanya ada satu ceritera. Ceritera dimulai dengan pengembaraan Petak untuk mencari pekerjaan, penebangan hutan dan pernikahan Petak. Untuk lebih jelasnya dibawah ini akan diuraikan alur cerita secara ringkas.
Bermula dari kisah kakak beradik Petak dan Belong yang sedang bertengkar. Pertengkaran ini disebabkan memperebutkan siapa yang lebih tua usianya. Kemudian diketahui bahwa yang lebih tua usianya adalah Petak. Setelah itu Petak berkeinginan untuk mengubah nasib dengan jalan mengembara untuk mendapatkan pekerjaan. Ditengah perjalanan Petak bertemu dengan Germo dan mendapat petunjuk agar pergi ke Hutan Sumedang Kawit untuk menebang kayu-kayuan dan lahannya dapat dimanfaatkan sebagai tempat tinggal dan lahan pertanian. Disaat Petak sedang menebang kayu di hutan, muncul raksasa hutan dan menghalangi pekerjaan Petak. Selanjutnya terjadilah keributan diantara keduanya dan terjadilah dialog sebagai berikut:
Raksasa : He sapa kuwi
Petak : Aku, Petak
Raksasa : Ana parigawe apa kowe kok wani-wani ngambah papanku kene
Petak : Aku arep babat alas, banjur arep tak dadekake sawah lan karang padesan
Raksasa : Ora, ora bisa.
Petak : Amarga iki kewajibanku sing kudu tak tindakake, mula arep kepriye bae alas iki tetep tak babat.
Ternyata antara Petak dan Raksasa tidak ada yang mau mengalah maka terjadilah perkelahian. Diakhir perkelahian Raksasa berpesan kepada Petak dengan cuplikan dialognya, sebagai berikut:
Raksasa : Petak, kowe oleh babat alas kene sing arep kok dadekake sawah lan karang padesan, nanging sumurupa Petak, supaya slamet anggonmu makarya syarate kudu kok sediake sajen sewelas cacahe. Sajen sewelas cacahe mau yaiku sego wuduk wadhah ngaron, iwak pitik panggang utuh, sambel gebel, kupat lepet, jenang sengkala, karuk gringsing, degan sejodho, cunduk kembang, kembang setaman, kembang telon, kembang wangi lan beras kuning.
Petak : Iya dak sediyani apa sing dadi penjalukmu.
Setelah merasa aman dan melanjutkan menebang kayu, tiba-tiba Petak merasa sangat kelelahan sampai tertidur. Dalam tidurnya Petak mimpi berjumpa dengan wanita cantik dan saat terbangun dari tidurnya dengan perasaan tidak percaya Petak telah berhadapan dengan wanita cantik yang ada dalam mimpinya tadi. Merekapun berkenalan, ternyata wanita itu bernama Cawik dan Petak yang telah lama membujang ingin mengawininya.
Karena tidak memiliki bekal yang cukup untuk menikah
timbul niat jelek di hati Petak, yaitu mencuri kuda lurah Karangdenowo. Ulah jelek Petak ini membuat gempar rakyat Karangdenowo. Mereka mencari kuda Pak lurah yang hilang dan ternyata pencurinya adalah Petak. Petak ditangkap dan diserahkan kepada yang berwajib untuk mempertanggung- jawabkan perbuatannya.
Setelah beberapa waktu masuk penjara, Petak bebas dan kembali ditengah-tengah masyarakat. Suatu ketika Petak bertemu lagi dengan Cawik dan seperti janjinya dulu untuk menikah. Sejak saat itu Petak sadar bahwa jalan satu-satunya untuk membiayai pernikahannya adalah dengan bekerja keras. Setelah bekal dan biaya pernikahan dirasa cukup, maka pernikahan antara Petak dan Cawik berlangsung di akhir cerita ini.
.5. Pasang Surut Kesenian Sandhur.
Kesenian Sandhur yang keberadaannya tidak dapat ditentukan secara pasti kapan dan dimana lahir, memang pernah mengalami kejayaan (1947 – 1952). Kesenian yang cukup sederhana dalam pementasannya ini disamping sebagai sarana hiburan oleh masyarakat setempat, juga digunakan sarana untuk penyembuhan berbagai penyakit. Sampai akhirnya kesenian ini lebih populer sebagai alat penyembuhan daripada keseniannya itu sendiri. Akibat dari itu semua, pementasannya menjadi sewaktu-waktu dan bahkan tidak sempat meminta ijin dari yang berwajib. Padahal setiap pementasan penontonnya pasti banyak, mereka disamping mencari hiburan juga mencari obat untuk penyembuhan penyakitnya.
Hal demikian ini yang dikhawatirkan oleh aparat keamanan dapat mengganggu ketertiban umum, karena dinilai melanggar pasal 510 KUHP tentang Pelanggaran Ketertiban Umum, yang pada setiap pementasannya tidak memiliki ijin.
Demikian juga tentang praktek pengobatan yang
dilakukannya, karena tidak memiliki ijin praktek pengobatan non medis maka dilarang. Jadi disini yang dilarang bukan kesenian Sandhurnya, tetapi pementasan yang tanpa ijin itulah yang dilarang. Demikian juga praktek pengobatan tradisional pada setiap pertunjukannya, karena tidak memiliki ijin praktek pengobatan non medis maka dilarang. Karena adanya larangan itu, maka para seniman Sandhur tidak berani lagi mengadakan pementasan. Mereka merasa takut berurusan dengan aparat keamanan yang dahulu pernah menahan mereka. Kini jaman sudah berubah mereka sudah saatnya mengadakan pendekatan kepada aparat yang terkait, demikian juga kepada pihak yang berwenang untuk melaksanakan pembinaan para seniman Sandhur yang umumnya sudah berusia lanjut.
‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Nganjuk dan Sejarahnya, (Th. 1994). hlm. 222-228
Comments
Hi there! Tһis article could not be written any better!
Looking at this article reminds me of my previous roօmmate!
Hе constantly kept talking about thіs. I
am going to send tһis information to him.
Faiгly certain he’ⅼl have a great read.
Thanks for sharing!