Wednesday, February 19, 2025
Semua Tentang Jawa Timur


Etos Kerja Sub-Etnik Surabaya

Sub-etnik Surabaya kelompok andhus memiliki pandangan hidup bahwa bekerja adalah untuk hidup. Mereka lebih banyak melakukan pekerjaan, baik itu bertani…


Sub-etnik Surabaya kelompok andhus memiliki pandangan hidup bahwa bekerja adalah untuk hidup. Mereka lebih banyak melakukan pekerjaan, baik itu bertani maupun berdagang, hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.

Mereka berada pada wilayah ekonomi subsistensi, bekerja untuk memperoleh penghasilan dan bisa untuk makan atau bertahan hidup. Mereka bekerja tidak untuk mengumpulkan kekayaan. Mereka sadar bahwa kaya dan miskin itu “wis cinorek” dan “urip saderma nglakon?’. Oleh sebab itu mereka paham kalau ditakdirkan kaya tentu akan ada jalannya. Sebaliknya, bekerja siang malam sekalipun, kalau “wis cinorek’ menjadi miskin yang bersangkutan akan tetap miskin.

Pemahaman tentang bekerja seperti di atas, sudah banyak disingkirkan oleh kelopok sub-etnik Surabaya yang biasa. Mereka sangat tidak menyetujui pemahaman kelompok andhus tadi. Mereka memahami bahwa hidup untuk kerja, “wong urip ja kudu nyambutgawe”‘. Ungkapan ini, di samping memberi indikasi bahwa orang Surabaya kelompok biasa suka bekerja, juga berimplikasi pada tujuan mereka bekerja. Mereka bekerja untuk memperoleh kehidupan yang layak, bukan sekadar untuk hidup apalagi hidup ala kadarnya. Mereka selalu mengatakan “supaya bisa urip tern en, ja kudu nyambutgawe”.

Berkait dengan semboyannya ” kalah cacak menang cacak”, mereka senantiasa giat bekerja, reaktif dan kompetitif atau kontestatif. Mereka selalu berupaya untuk bekerja yang lebih baik dan memperoleh penghasilan yang lebih baik pula. Oleh sebab itu, kerap kali ditemui orang Surabaya kelompok ini bekerja berpindah-pindah, dari satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain. Mereka mencari kerja yang sesuai dengan “urip sing temen’, mereka tidak ingin dalam kehidupannya menjadi “urip-uripan” ataupun “golek urip”.

Selain hal di atas, mereka sangat menghargai pekerjaannya, dan demi pekerjaan mereka rela bertengkar, bahkan mengorbankan dirinya. Mereka tidak ingin menjadi gelandangan, tidak ingin “kalung umplung turut embong . Mereka suka menyumpahi orang-orang yang malas bekerja, atau menyia-nyiakan pekerjaannya dengan kata-kata ” kepengin klakon kalung umplung turut embong .

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur:  Sugeng Adipitoyo. ORANG JAWA SUB-ETNIK  SURABAYA dalam Pemetaan Kebudayaan di Provinsi Jawa Timur: Sebuah Upaya Pencarian Nilai-nilai Positif. Jember : Biro Mental Spiritual Pemerintah Provinsi JawaTimur bekerjasama dengan Kompyawisda Jatim, 2008, hlm. 114