Identitas Simbolik Masyarakat Samin
Identitas Kesaminan, bahkan pribadi Kiai Samin itu sendiri, tercermin pada kitab Serai Jamus Kalimasada yang ditulis oleh Ki Samin Surowijoyo,…
Identitas Kesaminan, bahkan pribadi Kiai Samin itu sendiri, tercermin pada kitab Serai Jamus Kalimasada yang ditulis oleh Ki Samin Surowijoyo, Samin Sepuh, yang kemudian disebarluaskan.
Beberapa sempalan ajaran-ajaran dalam kitab tersebut, yang ditulis dalam bahasa Jawa baru, berbentuk puisi tradisional {sekar macapai), selebihnya prosa (gancaran), disimpan para pinisepuh di lingkungan suku Samin di Tapelan, Bojonegoro, Nginggil dan Klopoduwur (Blora), Kutuk (Kudus), Gunungsegara (Brebes), dan sebagian lagi di Kandangan (Pati), dan Tlaga Anyar (Lamongan), dalam bentuk naskah tertulis berhuruf Jawa, yang dikeramatkan (Sastroatmodjo, 2003:19-20).
Beberapa pemuka masyarakat Samin yang telah berusia lanjut menyimpan beberapa lkepek\ yaitu buku-buku sejenis primbon yang mengatur perilaku kehidupan luas, sikap mental, dan pranatamangsa. Di antaranya menyangkut dasar-dasar kebajikan, kebijaksanaan, petunjuk dasar ketuhanan, tata pergaulan muda-mudi, remaja, dewasa, dan antarwarga Kesaminan.
Dari Tapelan, Soerjanto Sastroatmodjo memperoleh “Punjer Kantian”, semacam primbon sejarah solosilah-, “Serat Pikukuh Kasajaten”, seperti katurangganing manungsa menurut batasan watak dan tingkah lakunya; “Serat Un- uri Pambudi”, yakni petunjuk melakukan tapabrata dalam meraut budi pekerti; dan “Jati Kaivit”, yang berisi kemuliaan akhirat.
Identitas simbolik orang Samin yang lain yakni pakaian yang masih dikenakan setiap hari. Bentuk pakaian yang mereka kenakan menunjukkan pada umumnya pakaian yang dikenakan orang Jawa di pedesaan, yang bekerja sebagai petani. Pakaian orang Samin dapat digambarkan sebagai berikut: baju lengan panjang tidak memakai krah (gulon) seperti potongan baju “koko”, warna hitam. Celana kolor ukuran panjang sampai di bawah tempurung lutut (dhengkul), warna hitam.
Kelengkapan apabila mengenakan pakaian ini (laki-laki) mengenakan ikat kepala, yang disebut sikep, maka disebut wong sikep. Untuk pakaian wanita bentuknya kebaya, lengan panjang, dan mengenakan kain sebatas di bawah tempurung lutut, atau di atas mata kaki.
‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Setya Yuivana Sudikan. Kearifan Lokal Masyarakat Samin dalam Pemetaan Kebudayaan di Provinsi Jawa Timur: Sebuah Upaya Pencarian Nilai-nilai Positif. Jember : Biro Mental Spiritual Pemerintah Provinsi JawaTimur bekerjasama dengan Kompyawisda Jatim, 2008, hlm. 105 – 106