Thursday, September 19, 2024
Semua Tentang Jawa Timur


Sejarah Politik Kabupaten Tuban

Raja bawahan Islam di Tuban, yang tetap setia kepada Maharaja Agung Majapahit, adalah salah satu wilayah yang tetap bersikap netral…

By Pusaka Jawatimuran , in Sejarah Th. 2013 Tuban , at 14/05/2013 Tag: , , , ,

Raja bawahan Islam di Tuban, yang tetap setia kepada Maharaja Agung Majapahit, adalah salah satu wilayah yang tetap bersikap netral di saat kaum santri di bawah pimpinan tokoh yang kelak bernama Sunan Kudus memegang kota kerajaan tua itu. Menurut satu cerita, pertempuran pertama terjadi di dekat Tuban dan umat Is­lam kalah saat Khatib Mesjid Agung Demak gugur. Orang bertanya, mungkinkah para santri itu bermaksud menundukkan Tuban dulu sebelum memerangi kota negaranya? Pada tahun yang sama, 1527, sewaktu Majapahit direbut orang Islam, konon Tuban juga diduduki oleh Sultan Demak. Serat Babad Tuban sama sekali tidak melaporkan pendudukan oleh pasukan Demak dan runtuhnya Majapahit.

Serat Babad Tuban menyebutkan, sesudah Arya Wilwatikta masih ada beberapa nama raja lagi yang konon adalah keturunan Arya Dikara. Telah banyak terjadi kekacauan dan perkelahian di antara keluarga raja. Akhirnya, seorang raja Tuban menjadi menantu Sul­tan Pajang.

Adipati Tuban (dalam Babad Tuban disebut Pangeran Aria Permalat), menurut cerita Jawa Tengah, mempunyai peranan yang penting di Pajang pada akhir pemerintahan Sultan Hadiningrat. Bersama Adipati Demak, juga menantu Sultan Pajang, ia ingin mempertahankan hak atas takhta bagi putra Sultan yang masih muda, Pangeran Benowo. Setelah Sultan meninggal, Sunan Kudus ingin menyelesaikan perselisihan itu dengan memutuskan bahwa Adipati Demak menggantikannya di Pajang, sedangkan Pangeran Benowo dari Pajang yang masih muda akan bertempat di keraton Jipang yang tua. Namun, Senopati Mataram tidak memedulikan hak-hak Adipati Demak itu, dan dengan cepat ia dapat menguasai semua daerah kesultanan.

Yang dapat dipertimbangkan ialah Adipati Tuban. Karena sudah lama berhubungan baik dengan keluarga Sultan Demak, Jipang dan Pajang. Ia berusaha menentang pengaruh raja Mataram yang tidak mempunyai hubungan sama sekali dengannya. Tetapi perlawanannya pada tahun 1587 tidak mampu menahan tekanan Mataram yang masih muda itu.

Menurut Babad Tuban, Pangeran Arya Permalat dari Tuban, sesudah ada pemerintahan selingan, diganti oleh putranya, Pangeran Dalem. Raja inilah yang konon membangun mesjid besar di Tuban dan bangunan pertahanan Guwa Babar (kemungkinan sekarang adalah Gua Akbar). Benteng ini banyak berjasa dalam mematahkan serangan prajurit Mataram yang dikirim Panembahan Senopati pada tahun 1598 dan 1599. Antara dua kali serangan dari pelosok, pada Januari 1599, Tuban disinggahi kapal-kapal Belanda di bawah pimpinan Laksamana Muda van Warwijck (Tweede Schipvaert). Orang-orang Belanda terkesan sekali oleh kemegahan Keraton Tuban. Penguasanya menamakan diri raja terbesar di Jawa.

Pada tahun 1617, Tuban masih berhasrat menjalin ikatan persaudaraan dengan raja terakhir dari Pajang, yakni Pangeran Benowo II, melalui perkawinan. Pangeran Benawa II ini memberontak terhadap Sultan Agung dari Mataram. Akhirnya keluarga raja Tuban yang tua terpaksa tunduk kepada Sultan Agung yang terus memperluas daerahnya. Pada 1619, Tuban ditundukkan oleh orang Jawa dari pedalaman. Menurut Babad Tuban, Pangeran Dalem lebih dulu melarikan diri lewat laut ke Pulau Bawean di Laut Jawa. Kemudian ia tinggal di Rajegwesi, di daerah Jipang. Konon ia dimakamkan di Bojonegoro di kampung Kadipaten, di sebelah timur kabupaten, di pusara yang bernama “Buyut Dalem”. Pada abad ke-17 dan sesudahnya, yang memerintah di Tuban ialah bupati yang diangkat oleh raja-raja keturunan Mataram.

Perlombaan setiap minggu (Senenan) yang diamati oleh Belanda di Alun-alun Tuban tahun 1599. Pusat kejayaan kota Tuban seperti Keraton beserta alun-alunnya ini dihancurkan oleh balatentara Mataram yang memasuki Tuban pada tahun 1599. Alun-alun lama tersebut (luasnya 150 x 200 M) masih ada di Desa Prunggahan Kulon Kecamatan Semanding. Sketsa ini diambil ketika kapal dari Laksamana Muda van Warwijck (Tweede Schiepvaert) mendarat di Tuban pada bulan Januari 1599.

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Tuban Bumi Wali; The Spirit of Harmony, Tuban: Pemerintah Daerah Kabupaten Tuban, 2013. hlm. 60 – 62.