Thursday, October 10, 2024
Semua Tentang Jawa Timur


Makam Mbah Kartowijoyo, Kabupaten Tuban

Secara administratif Situs Bandungrejo dan Makam Mbah Kartowijoyo terletak di Desa Bandungrejo Kecamatan Plumpang, dan secara astronomis berada pada 7°5’0″…

By Pusaka Jawatimuran , in Th. 2013 Tuban Wisata Wisata Relegi Wisata Sejarah , at 12/05/2013 Tag: , , , , , , ,

Secara administratif Situs Bandungrejo dan Makam Mbah Kartowijoyo terletak di Desa Bandungrejo Kecamatan Plumpang, dan secara astronomis berada pada 7°5’0″ LS dan 112°6’31” BT. Keberadaan makam yang terletak di dalam cungkup di Astana Krebut Desa Bandungrejo Kecamatan Plumpang ini sekarang dikenal dengan nama makam Mbah Kartowijoyo. Nama beliau seperti yang tertulis di papan kayu di Astana Krebut adalah Sayyid Abdurrahman Abu Bakar Husein.

Di Astana Krebut Desa Bandungrejo terdapat dua buah batu prasasti, disebut Prasasti Bandungrejo atau Prasasti Tuban, berangka tahun 1277 Saka atau 1355 Masehi. Prasasti Tuban ini terbuat dari batu sebanyak dua buah, yang angka tahun dan isinya bersamaan, ditemukan di Desa Bandungrejo dan merupakan satu-satunya prasasti yang menyebut nama Tuban secara langsung dan jelas. Transkripsi prasasti ini diterjemahkan oleh Drs. Soekarto Kartoatmojo pada tahun 1980. Prasasti ini menyebutkan bahwa pembe- rontakan di tepi sungai dapat dipadamkan oleh orang-orang Tuban (pati kadi dasa hakuti tuban), sehingga dapat aman dan sentosa.

Transkripsi Prasasti Tuban I, adalah sebagai berikut:

  1. isika, irika… dewasaning alaga,
  2. om, takala ni nadhitira,
  3. pati kadi dasa hakuti tuban,
  4. kaparitata sakani-keni dadi rasa jana tata.

Terjemahartnya:

  1. Tahun saka, ketika ada peperangan.
  2. Om, ketika ada peperangan di tepi sungai.
  3. Dapat dipadamkan orang-orang Kuti Tuban.
  4. Dapat tenteram, akhirnya menjadi masyarakat yang aman sejahtera.

Dalam buku Catatan Sejarah 700 Tahun Tuban menyebutkan bahwa menurut cerita rakyat dikatakan ada seorang Pangeran dari Mataram, yang dicintai oleh permaisuri raja Mataram. Kemudian mereka lari menggunakan gethek (perahu kecil) di Bengawan Solo, mengikuti aliran sungai dan menghilir, akhirnya sampai di daerah rawa di Desa Bandungrejo. Ia kemudian mengabdi kepada Kyai Jiwonolo, yang juga disebut Kyai Klebet.

Sedangkan menurut penuturan H. Sunoto, juru kunci makam, Mbah Kartowijoyo adalah seorang Senopati (panglima perang) yang berperang melawan kompeni Belanda pada masa Kerajaan Mataram

dipimpin oleh Amangkurat 11(1677-1703). Menurut silsilah yang berasal dari H. Sunoto, silsilah Mbah Kartowijoyo adalah seBagai berikut.

Para Pemimpin Kesultanan Banten :

  1. Sunan Gunungjati (1479-1568)
  2. Sultan Maulana Hasanuddin (1552 – 1570)
  3. Pangeran Yusuf (1570-1580).
  4. Maulana Muhammad (Banten, 1585-1590).
  5. Abdul MufakirMahmud Abdul Kadir (1605-1640).
  6. Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad (1640 -1650)
  7. Sultan Ageng Tirtoyoso (1651-1680).

Sultan Ageng Tirtoyoso menurunkan:

  1. Sultan Abdul Kahar (Sultan Haji) (1683-1687)
  2. Pangeran Purbaya.

Para Pemimpin Kesultanan Cirebon:

  1. Fatahillah (1568-1570)
  2. Pangeran Pasarean
  3. Pangeran Dipati (wafat 1565)
  4. Pangeran Emas/Panembahan Ratu I (1570-1649)
  5. Pangeran Dipati Sedo ing Gayam (Panembahan Adiningkusuma), wafat lebih dulu sehingga digantikan oleh putranya, Pangeran Girilaya. Ia memakai gelar ayahnya Panembahan Adiningkusuma.
  6. Pangeran Rasmi/Pangeran Karim/Pangeran Girilaya/ Panembahan Adiningkusuma/Panembahan Ratu II (1649-1677).

Beliau adalah menantu Sultan Agung Hanyokrokusumo dari Mataram. Makamnya ada di Jogjakarta, di bukit Girilaya, dekat dengan makam raja- raja Mataram di Imogiri, Kabupaten Bantul. Pangeran Girilaya mempunyai 3 anak, yaitu:

  1. Pangeran Martawijaya (1677-1703),
  2. Pangeran Kartawijaya (1677-1723),
  3. Pangeran Wangsakerta(1677-1713).

Dengan kematian Pangeran Girilaya, maka terjadi kekosongan penguasa.Sultan Ageng Tirtayasa segera menobatkan Pangeran Wangsakerta sebagai pengganti Panembahan Girilaya, atas tanggung jawab pihak Banten.Sultan Ageng Tirtayasa kemudian mengirimkan pasukan dan kapal perang untuk membantu Trunojoyo, yang saat itu sedang memerangi Amangkurat I dari Mataram.Dengan bantuan Trunojoyo, maka kedua putra Panembahan Girilaya yang ditahan akhirnya dapat dibebaskan dan dibawa kembali ke Cirebon untuk kemudian juga dinobatkan sebagai penguasa Kesultanan Cirebon.

Pembagian pertama terhadap Kesultanan Cirebon, dengan demikian terjadi pada masa penobatan tiga orang putra Panembahan Girilaya, yaitu Sultan Sepuh, Sultan Anom, dan Panembahan Cirebon pada tahun 1677. Ini merupakan babak baru bagi keraton Cirebon, dimana kesultanan terpecah menjadi tiga dan masing- masing berkuasa dan menurunkan para sultan berikutnya. Dengan demikian, para penguasa Kesultanan Cirebon berikutnya adalah:

  1. Sultan Keraton Kasepuhan, Pangeran Martawijaya, dengan gelar Sultan Sepuh Abil Makarimi Muhammad Samsudin.
  2. Sultan Kanoman, Pangeran Kartawijaya, dengan gelar Sultan Anom Abil Makarimi Muhammad Badrudin.
  3. Pangeran Wangsakerta, sebagai Panembahan Cirebon dengan gelar Pangeran Abdul Kamil Muhammad Nasarudin atau Panembahan Tohpati.

Perubahan gelar dari Panembahan menjadi Sultan bagi dua putra tertua Pangeran Girilaya irii dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa, karena keduanya dilantik menjadi Sultan Cirebon di ibukota Banten.Sebagai sultan, mereka mempunyai wilayah kekuasaan penuh, rakyat, dan keraton masing-masing.Pangeran Wangsakerta tidak diangkat menjadi sultan melainkan hanya Panembahan.

Ia tidak memiliki wilayah kekuasaan atau keraton sendiri, akan tetapi   berdiri sebagai kaprabonan (paguron), yaitu tempat belajar para intelektual keraton. ‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Tuban Bumi Wali; The spirit of harmoni, Pemerintah Daerah Kabupaten Tuban, 2013, hlm. 223-224

Comments


Leave a Reply