Makam Andong Wilis, Kabupaten Tuban
Di dukuh Kepoh, Desa Panyuran, Kecamatan Palang, terdapat sebuah makam keramat, makam Kyai Andong Wilis.Makam keramat ini berada di wilayah…
Di dukuh Kepoh, Desa Panyuran, Kecamatan Palang, terdapat sebuah makam keramat, makam Kyai Andong Wilis.Makam keramat ini berada di wilayah pantai utara Desa Panyuran.Kesederhanaan makam ini masih sangat terasa.Berbeda dengan makam-makam wali lainnya yang sudah mengalami renovasi beberapa kali, maka makam ini masih dalam keadaan aslinyaAtap aslinya terbuat dari welit (daun kelapa yang dikeringkan dan ditata rapi) masih ditempatkan di tempat asalnya, meskipun di atasnya sudah diatapi genteng.Bangunan utama makam juga masih tetap, terdiri dari dua buah makam membujur ke utara, maesan di bagian kepala ditutup kain putih, dan lantai dari pasir laut serta kijing dari bangunan permanen yang sudah lapuk.Untuk memasuki kompleks makam, orang harus melewati pintu di sebelah tenggara yang berukuran kecil, sehingga orang harus membungkuk. Pendeknya ukuran pintu masuk, dimaksudkan agar orang yang akan masuk berposisi menghormat. Di sebelah selatan makam Andong Wilis dibangun sebuah naasjid, yang diberi nama Masjid Astana Andongwilis.
Makam ini digolongkan sebagai makam tua atau diperkirakan pada awal islamisasi di Jawa, yakni di sekitar pemerintahan Raden Patah.Andong Wilis bukan orang Jawa, tetapi berasal dari Madura. Dalam perjalanan ke barat untuk mendatangi putranya yang belajar agama di Bonang, maka sesampainya di Gresik terjadi pertempuran antara tentara Demak melawan tentara Majapahit.Beliau membela tentara Demak dari terbunuh, dan layon-nya mengambang sampai di Desa Panyuran.Oleli masyarakat, kemudian dimakamkan di pantai Panyuran tersebut.Menurut R. Soeparmo dalam Catatan Sejarah 700 tahun Tuban, Pangeran Andong Wilis berasal dari Pacangan Madura. Menilik nama ini ada kemungkinan yang dimakamkan di situ adalah salah seorang bangSAWan dari Madura.
Asal-usul mengenai Andong Wilis hanya dikenal lewat cerita, bahwa terdapat jenazah tanpa kepala yang ditemukan oleh pen- duduk setempat. Jfenazah ini tidak dapat dipindahkan ke liang lahat meskipun diangkat oleh banyak orang. Setelah maghrib, dari arah utara (laut) terdapat cahaya yang menyilaukan mata dan semakin menepi. Ternyata adalah kepala manusia.Potongan kepala itu semakin menepi dan kemudian tergeletak di dekat mayat tanpa kepala tersebut.Oleh masyarakat yang menunggu mayat, kepala manusia tersebut ditaruh di jasad orang yang meninggal.Tiba-tiba kepala itu menyambung kembali. Setelah kepala menyambung dengan badan, maka jenazah itu bisa diangkat dan dimasukkan ke dalam liang lahat. Untuk menandai
Berbeda dengan cerita sebelumnya, menurut penuturan KH Abdul Matin, Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Bejagung Semanding, Syekh Andalusy adalah seorang penyiar agama Islam dari Andalusia, Spanyol. Beliau datang ke Nusantara bersama-sama rombongan Syekh Maulana Ibrahim Asmoro, ayahanda Sunan Ngampel. Saat itu, para penyebar agama Islam yang datang ke negeri- negeri jauh telah bersepakat, jika diantara mereka meninggal dunia dalam perjalanan, sementara jarak dengan daerah tujuan masih jauh, maka mayatnya terpaksa dilempar ke laut untuk mengurangi beban kapal dan agar tidak mengganggu perjalanan para mujahid lainnya. Atas takdir Allah, Syekh Andalusy meninggal dalam perjalanan laut menuju ke tanah Jawa. Mayatnya pun kemudian dilempar ke laut, dan dibawa ombak hingga ke tepian pantai Demak.Masyarakat yang menemukannya lalu menguburkan mayat itu, tidak jauh dari pantai tempat si mayat terdampar.
Tetapi belum genap sehari, makam Syekh Andalusy hilang termakan ombak pasang, dan mayatnya terseret hingga terdampar di pantai Lasem.Masyarakat setempat pun lalu menguburkannya di tempat itu.Namun lagi-lagi ombak laut merusak makamnya dan membawa jasad Syekh Andalusy hingga jauh ke tepian pantai Pamanyuran (Panyuran).Warga saat itu hendak mengembalikan jasad Syekh Andalusy ke Demak, karena telah mendengar kabar ada jasad seseorang dari daerah jauh yang hilang saat dikuburkan di Demak.Tetapi saat diangkat, tak ada seorangpun yang mampu mengangkatnya.
Datanglah kemudian Syekh Maulana Ishak yang memang sedang melacak jejak mayat sahabat mujahidnya itu.Setelah mendengar cerita dari warga setempat, Syekh Maulana Ishak lalu memutuskan agar mayat Syekh Andalusy dikubur saja di Dukuh Kepoh, Panyuran itu.Orang-orang tentu bertanya pada Maulana Ishak, itu mayat siapa.Oleh Maulana Ishak dijawab namanya Syekh Andalusy.Berhubung lidah orang Jawa saat itu belum terbiasa dengan lafaz asing, maka jadilah Andongwilis, sampai sekarang ini.
‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur:TUBAN BUMI WALI; The spirit of harmoni, Pemerintah Daerah Kabupaten Tuban, 2013, hlm.