Sunday, February 16, 2025
Semua Tentang Jawa Timur


Topeng Monyet, Kabupaten Madiun

Kertosari, desa Topeng Monyet esa Kertosari, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun, dikenal sebagai desa topeng monyet atau biasa pula disebut ledhek…

By Pusaka Jawatimuran , in Banyuwangi Kesenian Th. 2013 , at 18/03/2013 Tag: , , , , ,

topeng monyet002Kertosari, desa Topeng Monyet esa Kertosari, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun, dikenal sebagai desa topeng monyet atau biasa pula disebut ledhek ketek. Sebuah kesenian tra- disional yang sangat menghibur khususnya bagi anak-anak. Ter- kadang gerak-gerik bahkan atrak- si yang dilakukan sang monyet mengundang gelak tawa bagi me- reka yang menyaksikan. Awal hadirnya kesenian topeng monyet ini tak lepas dari jasa (alm) Mbah Surotuluh, yang juga warga Desa Kertosari. Pada tahun 1960 Mbah Surotuluh mulai memperkenalkan pertunjukan topeng monyet hingga akhirnya menjadi terkenal di Indonesia.

Sampai sekarang Desa Kertosari menjadi gu- dangnya pengamen 0topeng monyet. Di Desa Kertosari terdapat kurang leb- ih 100 orang yang menekuni profesi menjadi pengamen topeng monyet.
Mereka beroperasi di sekitaran Kota Madiun, hingga luar kota bahkan ke- luar pulau.

Melatih seekor monyet agar bisa ber- atraksi lucu dan me- narik bukanlah peker- jaan mudah. Menurut Soewardji (53) salah seo- rang pengamen topeng mo- nyet dari Desa Kertosari, un- tuk melakukan atraksi-atraksi tersebut , monyet harus dilatih sejak kecil.

topeng monyet001Monyet yang dipilih juga yang betina. “Agar bisa melakukan atraksi sesuai perintah kita memang me­merlukan latihan yang lama dan mulai monyet itu kecil, minimal 1,5 tahun baru bisa menguasai dan siap diajak mengamen topeng monyet. Lebih bagus monyet bet­ina karena daya ingatnya bagus dan tidak lekas bosan bila diajak berlatih. Beda dengan monyet yang galak juga improvisasinya tidak bisa luas hingga cepet bosan bila latihan sehingga sulit diajak bermain,” ujarnya.

Ketika ditanya dari mana monyet-monyet tersebut didapat, Soewardji mengaku membelinya di pasar hewan. Tapi terkadang ada orang yang datang langsung ke rumahnya untuk menjual seekor kera.

“Beli di pasar hewan di pinggir hutan Ngawi seharga Rp 200.000 atau terkadang ada orang yang datang kerumah menawari monyet,” ujarnya. Dia lalu menceritakan keprihatinannya mengenai kesenian topeng monyet yang mulai punah karena tergerus zaman sehingga sulit mencari orang yang ingin melestarikan kesenian topeng monyet ini.

Zaman sekarang memang beda dengan dulu, kalau dulu cari uang dengan mengamen topeng monyet bisa dijadikan pekerjaan untuk menghidupi keluarga, sekarang bisa dikatakan tidak cukup. Dulu sehari mengamen bisa mendapatkan uang antara Rp 10.000 hingga Rp 20.000.00 sudah bisa buat makan sekeluarga dan sekolahnya anak-anak, sekarang seharian mengamen topeng monyet dapat Rp 20.000 itu sudah bagus dan uang segitu sekarang jelas kurang untuk kebutuhan sehari-hari.

Mungkin dari itulah anak-anak muda sudah enggan untuk menekuni kesenian topeng monyet ini,” kata pria yang sudah hampir 25 tahun menekuni profesi sebagai pengamen topeng monyet ini. (al)

SUARA DESA, Edisi 08 , Januari-Februari 2013, hlm. 36

Comments


  • saya bisa mendapatkan arsip terkait topeng monyet ini dimana ya? mohon infonya terimakasih

    • Informasi yang kami tampilkan berasal dari majalah SUARA DESA, Edisi 08 , Januari-Februari 2013, hlm. 36 yang dikoleksi pada bidang Deposit – perpustakaan provinsi Jawa Timur. Kalau mau tulisan aslinya silakan kunjungi kami di Jl. Menur Pumpungan 32 Surabaya, kami tunggu.
      Semoga bermanfaat.

Leave a Reply