Monday, October 14, 2024
Semua Tentang Jawa Timur


Ajam sap-sap, Kabupaten Sumenep

Bentuk dan Waktu Permainan Ajam sap-sap berarti ayam dilombakan jauh terbangnya, pasangan ayam betina yang dibawa ke laut dengan perahu,…

By Pusaka Jawatimuran , in Seni Budaya Sumenep Th. 1984 , at 04/03/2013 Tag: , , , , ,

Bentuk dan Waktu Permainan

AYAM SAP-SAP001Ajam sap-sap berarti ayam dilombakan jauh terbangnya, pasangan ayam betina yang dibawa ke laut dengan perahu, sejauh 300 meter dari pantai, kemudian dilepaskan terbang ke arah daratan. Permainan rakyat ini hanya terdapat di daerah kecamatan Ambunten, di desa-desa Campor Timur, Campor Barat dan Bellu’ Ares, jarak 25 km dari kota Sumenep. Desa-desa tersebut adalah desa pesisir utara Kabupaten Sumenep yang tak jauh letaknya dari daerah Slopeng, yang dijadikan obyek Pariwisata karena bukit-bukit pasir putihnya yang indah. Di lain mpat di Madura tidak terdapat permainan rakyat yang serupa ini. usat permainan Ajam sap-sap ini adalah di desa Campor Timur yang memiliki pantai landai dan berpasir putih. Di pantai itu pula perlombaan Ajam sap-sap diselenggarakan. Desa-desa Campor Barat dan Bellu’ Ares tidak memiliki daerah pantai yang sebaik daerah Campor Timur, sehingga mereka mempergunakan juga pantai Campor Timur tersebut sebagai tempat perlombaan Ajam sap-sap-nya. Ketiga desa tersebut letaknya berdekatan satu dengan yang lain.

Permainan Ajam sap-sap ini diselenggarakan pagi hari di musim kemarau, waktu laut tidak bergelombang besar dan begitu pun angin dari darat ke laut tidak kencang. Keadaan yang demikian ini adalah keadaan yang sangat baik, sehingga ayam yang dilepas dari atas pera­hu di lautan dapat terbang tinggi dan hinggap jauh di darat. Demikianlah, sepasang-demi sepasang ayam-ayam tersebut dilepas, di­lombakan jauh terbangnya, hingga keadaan laut dan angin tidak me­mungkinkan lagi untuk terus diselenggarakannya permainan tersebut. Tentang penentuan hari perlombaan tidak terikat, tergantung pada persetujuan bersama dan juga tergantung pada keadaan alam yang memungkinkan.

Latar Belakang Sosial Budaya.

Telah dijelaskan di atas bahwa ketiga desa penggemar Ajam sap-sap tersebut terletak di daerah pesisir Utara Kecamatan Ambun- ten Kabupaten Sumenep.

Daerahnya dilihat dari kondisi pertaniannya, termasuk daerah sedang sekalipun ladang-ladangnya untuk bisa ditanami tergantung pada hujan.

Selain sumber mata pencahariannya dari pertanian Tane-penggir se- reng tapi sebagian penduduknya juga merangkap bermata pencaha­rian sebagai nelayan. Dengan dua sumber mata pencaharian tersebut, hidup ketiga penduduk-desa tersebut agak terjamin. Selain itu, hampir setiap keluarga memelihara ternak sapi dan unggas terutama ayam.

Penduduk ketiga desa tersebut tidak padat, rata-rata setiap desanya berpenduduk sekitar seribu orang. Semua penduduknya beragama Islam dan hampir seluruhnya adalah merupakan penduduk suku Madura.

Lembaga pendidikan di desa-desa tersebut hanya terdiri dari SD Negeri dan Madrasah. Sebagaimana penduduk Madura lainnya, mereka masih kuat memeluk dan melaksanakan ajaran agamanya.

Adat-istiadat leluhurnya masih kuat juga dijalankan, terutama di ka­langan penduduk pedesaan. Penduduk desa-desa tersebut masih me: laksanakan rokad tase (sedekah laut) dan nyalameddi disa (menye- lamati desa yang sama dengan upacara bersih desa). Pengaruh ulama besar sekali terhadap sikap penduduk pedesaan Ma­dura. Di daerah Sumenep, seringkah magis masih mempunyai peran­an dalam bidang-bidang kehidupan masyarakat, lebih-lebih dalam suatu permainan yang dilombakan. Paling tidak menta rat-sarat min­ta bantuan doa kepada Kyai atau Dukun agar menang. Ada yang ber­puasa atau nyeppe mengasingkan diri untuk nyare jajana mencari jayanya agar menang. Selain magis memegang peranan dalam perma­inan ini, juga dijadikan obyek perjudian.

Menurut Suparto (40 tahun), permainan ini sudah berlangsung sejak dahulu. Asal permainan ini dari penduduk desa Campor Timur. Dulu, secara tidak sengaja, waktu dilangsungkan rokad tase, dilaku­kan selamatan untuk yang baureksa laut selain membawa kepala sapi dan saji-sajiari serta bunga-bungaan, juga ada yang membawa ayam sebagai pelengkap rokad. Rupa-rupanya ada seekor ayam yang ter­lepas dari pengikatnya, lalu terbang nyapsap ke darat. Melihat kejadian tersebut yang sekaligus tampak merupakan hal yang menarik, maka mulailah pada hari-hari berikutnya beberapa orang mencoba mengulangi kejadian tersebut. Dengan membawa beberapa ekor ayam jantan dan betina, orang-orang itu berperahu ke tengah laut dan melepaskannya ke arah darat. Ayam-ayam tersebut ada yang tercebur ke laut, ada yang terbang jauh ke darat sekalipun menen­tang angin. Agaknya yang banyak berhasil sampai jauh ke darat dan tampak terbang bagus sekali, ialah ayam-ayam betina. Mulailah mereka memilih jenis ayam betina muda (ayam pandara’an) yang memenuhi syarat-syarat, agar dapat terbang jauh ke darat. Atas dasar dari pengalaman dengan mengadakan percobaan berkali- kali akhirnya didapati jenis ayam yang baik untuk ikut dalam lomba Ajam sap-sap.

Mereka juga penggemar melihat ‘Kerapan Sapi’. Tapi karena biaya pemeliharaan dan penyelenggaraannya agak sulit dan mahal, sedang­kan sapi bagi mereka adalah sebagai pembantu utamanya untuk per­taniannya, maka permainan Ajam sap-sap-lah yang dijadikan obyek hiburan yang menarik dan meriah. demikianlah, perlombaan Ajam sap-sap yang selain

merupakan tontonan hiburan yang meriah dan mengasyikkan, merupakan permain­an masyarakat yang memperluas pergaulan, juga dikaitkan dengan usaha menternakkan jenis ayam kampung yang baik. Seperti halnya tanaman jagung, yang bagian terbesar petani Madura masih tetap menanam jenis jagung Madura yang sekalipun kecil- kecil tapi enak rasanya, katanya. Begitu pula dalam menternakkan ayam, mereka tetap menternakkan ayam kampung jenis terbaik, katanya, dagingnya enak serta tahan penyakit.

Dalam perkembangannya lebih lanjut, perlombaan permainan Ajam sap-sap adakalanya diselenggarakan antara beberapa anggota masya­rakat sedesa (perorangan), adakalanya diselenggarakan oleh seluruh warga desa, adakalanya merupakan perlombaan antar tiga desa ter­sebut.

Di samping perlombaan yang diusahakan secara perorangan sering­kah diusahakan oleh perkumpulan-perkumpulan ajam sap-sap atau bersifat arisan. Kalau secara umum menyeluruh dikenal dengan Kambrat Kalau ada perlombaan ajam sap-sap, pantai desa Campor Timur berubah menjadi ramai sekali, laki-laki, perempuan, tua muda, anak-anak membanjirinya. Ada yang ikut serta melombakan ayam­nya, ada yang hanya menonton, ada yang berjualan dan ada pula yang menjadikan permainan tersebut sebagai arena perjudian gelap.

Hadiah bagi pemenangnya tak seberapa berharga. Misalnya saja dalam perlombaan yang diselenggarakan secara arisan, hadiah bagi pemenang pertama hanya sebatang rokok kretek. Jadi J;ujuan utama permainan ini adalah semata-mata sebagai hiburan rakyat. Apalagi bila diselenggarakan kambrat ajam sap-sap diramaikan dengan gamel­an sronen, makin ramailah pantai yang biasanya sunyi lenggang, ka­rena memang agak jauh dari lokasi perkampungan. Sayang sekali, permainan rakyat yang murah meriah ini sekarang di­larang oleh alat negara setempat, karena alasan dijadikan arena judi.

Peserta dan Perlengkapan Permainan

Peserta dari permainan ini, adalah ayam itu sendiri. Ayam yang ikut dilombakan haruslah ayam yang baik. Yaitu dipilih ayam betina yang masih pandara’an (yang masih perawan), berbulu halus lunak (abulu lemmes), sopet rapet supit rapat, nyan-menyanan rap?fbagian tubuh di bagian ekor rapat, Bunto keneop (ekor merunduk) dan sesesse sapokol (sisik kaki sepikul tak putus). Selain itu jugasesse selbi (sisik belakang kaki ada tonjolannya) yaitu di bagian kette (kaki bagian belakang) yang katanya jaja (jaya sakti), musuh yang terbang di depannya bisa jatuh. Ayam tersebut pantang diberi makan nasi, makanannya khusus yaitu beras jagung diaduk dengan merah telur sehari dua kali. Minumnya sehari sekali yaitu air masak. Selain itu diberi ramuan jamu tradisional, antara lain racegan (campuran) kapu- laga, enggu dan sebagainya. Pemeliharaannya secara khusus dengan kandang tersendiri, sebab ayam tersebut dipantang digauli ayam jan­tan. Artinya ajam sap-sap tersebut tidak untuk ayam telur, malah tak diharapkan untuk bertelur, agar kuat. Mengapa tidak dipilih ayam jantan saja, jawabnya karena tidak dapat terbang jauh dan tak selin­cah ayam betina.

Tentang berapa pasang ayam yang dilombakan, hal ini tergan­tung pada bentuk pertandingan. Kalau usaha perorangan, tentu ti­dak banyak. Tapi kalau kambrat bisa mencapai tujuh puluh ekor ayam (35 pasang). “Sa’ocolan” (sekali lepas) hanya sepasang ajam sap-sap yaitu dua ekor ayam. Bila tujuh puluh ekor yang ikut berlom­ba, maka tak dapat diselesaikan sehari, sebab kondisi alam yang baik (cuaca, angin, gelombang) hanya berlangsung beberapa jam, yaitu jam 07.00 — 09.00 pagi hari. Selain itu seusai permainan, mereka kembali kekewajibannya masing-masing yaitu ke ladang, ke pasar, dan ke laut. Perlengkapan permainan selain ayam yang akan dilom­bakan juga diperlukan beberapa perahu untuk membawa ayam-ayam tersebut ke laut, pattok (tunggak bambu) di laut untuk batas pengo- colati (pelepasan) seutas tali panjang sebagai batas hinggap minimal (ompal) dan seutas tali pengukur untuk mengukur sejauh mana ayam hinggap di tanah setelah terbang di atas laut.

Biasanya ayam yang terbang dan hinggap ke tanah terus diam tak beranjak, sehingga mudah mengukurnya dan menangkapnya.

Jalan permainan dan Iringan Gamelan.

Sehari sebelumnya ayam-ayam di daftar pada panitia. Pemilik harus membawa ayamnya untuk dilihat dan diperiksa oleh panitia, aPa memenuhi syarat. Juga ditulis siapa pemiliknya, berapa ekor ayam yang diikutkan dalam perlombaan ini dan nama-nama ayam Peserta. Ayam-ayam peserta tersebut di beri nama seperti : se seset

capung, se pelor sipeluru, se gapper si kupu-kupu dan sebagainya Yang disebut panitia adalah terdiri dari Ketua (yang ahli ayam dan peraturan permainan) yang bertindak pula sebagai wasit permainan dibantu dua orang penjaga garis dan beberapa orang yang meneliti tempat pertama jatuhnya ayam yang juga sebagai pembantu peng­ukur.

Peserta-peserta pada hari perlombaan diundi dan diberi nomor. Sehingga baru pada hari perlombaan tersebut pemilik-pemilik ayam tersebut tahu lawan ayam-ayamnya. Pengambilan nomor undian dilaksanakan pagi-pagi sebelum perlombaan dimulai. Sekira jam 07.00 pagi, dimana keadaan cuaca, angin dan gelombang dalam kea­daan baik untuk kondisi perlombaan, maka perlombaan dimulai. Sebelumnya wasit dan penjaga garis memeriksa perlengkapan, misal­nya apa tali sudah dipasang di tempatnya, apa perahu-perahu dengan awak perahunya sudah siap. Tali batas minimal hinggap direntang­kan di batas tertinggi air/ombak laut pasang saat itu. Juga direntang­kan tali batas penonton, agar para penonton tak memasuki arena per­lombaan yang mungkin menakutkan ayam dan menyulitkan panitia Setelah semuanya siap, ayam dibawa pemiliknya atau orang keper­cayaannya masing-masing naik perahu ke laut, menuju ke patokan sebagai g&ris pelepasan ayam.

Sampai di patokan,perahu ditempatkan menyilang, satu sisi mengha­dap ke darat dan sepasang ayam sesuai dengan nomor undiannya, disiapkan untuk dilepaskan, hanya menunggu tanda dari wasit di darat. Sebelumnya, sebagai syarat kakimasing – masing ayam dicelupkan dalam air laut disertai doa untuk menang. Setelah ada tanda dari wasit di darat untuk dilepaskan, maka kedua ayam yang sudah dihadapkan ke jurusan darat itu dilemparkan ke udara setinggi mungkin, agar bisa langsung terbang tinggi ke darat. Cara memegang, kemudian melepaskan dan melemparkan ayam ke udara dengan muka tetap menghadap ke darat, adalah membutuh­kan keahlian tersendiri. Apalagi dilepaskan di atas perahu yang se­dikit oleng oleh ombak. Salah melepaskan, bisa saja ayam tidak ter­bang ke darat, malah ke laut lepas atau mengarah tidak pada jurusan yang telah ditetapkan (ada batas lebar arena yaitu selebar +100 me­ter). Bila ayam terbang dan jatuh di laut ada sampan atau perahu yang sudah siap menolongnya.

Kondisi angin yang baik di musim kemarau waktu pagi ialah angm sepoi-sepoi basa berhembus dari darat ke laut. Dengan keadaan angu”»

demikian ayam dapat merentangkan sayapnya, terbang tinggi dan dapat hinggap di daratan jauh dari tepi pantai batas air laut. Apalagi ayam yang sudah terlatih baik, gaya terbangnya indah sekali dan jauh. Jarak antara patokan di laut ke tali batas air laut pasang di pan­tai dalam keadaan angin dan cuaca baik kira-kira 300 meter. Ayam yang menang tidak ditentukan oleh batas cepatnya sampai di darat. Tapi kemenangan itu ditentukan oleh jauhnya ayam hinggap dari tali batas air laut pasang di dalam arena. Tempat ayam hinggap pertama diberi tanda. Setelah pasangan pertama selesai ditentukan siapa pemenangnya, kemudian disusul pasangan yang dua “Saocolan” (sekali lepas) hanya terdiri dari sepasang (dua ekor) ayam saja. Sering beberapa pasang ayam dibawa sekaligus ke laut. Di dalam perahu itu ikut serta pembantu wasit untuk menyaksikan pasangan-pasangan ayam tersebut dilepaskan. Di dalam perlombaan “kambrat”, peserta adakalanya sampai mencapai 70 ekor ayam. Tentu saja tidak dapat diselesaikan pagi hari itu (dari jam 07.00 — 09.00 pagi), tapi dilanjut­kan sampai beberapa hari. “Kambrat” tidak sering diadakan, paling ticak setahun sekali. Tapi perlombaan dengan “sistim arisan” dise­lenggarakan tiap hari minggu pagi. Uang arisannya sendiri hanya Rp. 250,— sedangkan hadiah pertama hanya sebatang rokok kretek saja. Konon katanya pemenang kedua dan ketiga hanya sebatang rokok dibagi dua. Hadiah bagi perlombaan kambrat juga tidak ba­nyak, hanya sebungkus rokok kretek bagi pemenang pertama. Pe­sertanya ditarik uang pendaftaran. Sistim perlombaannya untuk menentukan pemenang-pemenangnya, sama dengan Kerapan Sapi. Kelompok yang menang diadu sama pemenangnya, sedangkan kelom­pok yang kalah, diadu sama kalahnya. Urutan pemenang ialah juara pertama, kedua, ketiga dari kelompok menang dan juara pertama, kedua, ketiga dari kelompok kalah. Hadiahnya memang tidak mema­dai dengan biaya pemeliharaannya.

Permainan ini hanya semata-mata merupakan hiburan bagi rakyat. Sebab dalam hari-hari perlombaan tersebut, arena dibanjiri oleh rakyat yang menonton, tidak hanya dari tiga desa tempat permainan ayam sap-sap itu saja, tapi juga berasal dari desa-desa lain. Ada yang sekedar melihat saja, ada yang memanfaatkan untuk berjualan dan ada juga yang menjadikan permainan tersebut-sebagai arena judi pGlap– Sebab judi dengan taruhan dalam permainan ini dilarang oleh emerintah mau pun Kepala Desanya. Apabila pada hari-hari tidak

libur diselenggarakan perlombaan ini, maka terjadilah hal-hal yang negatif, yaitu banyak murid sekolah yang membolos, tidak masuk sekolah, hanya untuk menonton perlombaan tersebut. Dalam perlombaan yang diselenggarakan dengan cara “kambrat” permainan ini diramaikan dengan “Sronen” (semacam klarinet) se­buah atau dua, “kennong”, sebuah vkote’an” (sebangsa kenong) sebuah “maksor” (carcar, keprra’), kendang kecil dan kendang besar masing-masing sebuah dan gong besar dan kecil masing-masing juga sebuah, “Sronen” yang lengkap dengan peralatan seperti tersebut di atas terdiri dari 10 orang pemain. Peniup “Sronen” berfungsi juga se­bagai “se ngejung” (penyanyi). Lagu-lagunya khas Madura seperti “girowan’^ong-nengnong”, “tengka’jaran” dan sebagainya. Dalam perlombaan yang bersifat “arisan”, jarang mendatangkan “sronnen”. Jadi “sronnen” bersifat meramaikan saja. Bukan merupa­kan bagian dari perlengkapan permainan “ajam sap-sap”.

Peranannya Masa Kini dan Tanggapan Rakyat/Masyarakat.

Permainan “ajam sap-sap” yang menurut pengakuan penduduk desa Campor Timur adalah asli dari desa tersebut yang kemudian menjalar banyak penggemarnya di desa-desa tetangganya yaitu Cam­por Barat dan Bellu’ Ares. Permainan ini berfungsi sebagai hiburan bagi penduduk desa yang agak jauh (25 km) dari keramaian kota, jauh dari hiburan-hiburan lain sebab di desa tersebut tidak ada per­kumpulan-perkumpulan kesenian hiburan, tidak ada yang memiliki TV, dan terbatas penduduk yang memiliki Radio Transistor. Kehaus­an ini ditumpahkan waktu diselenggarakan perlombaan permainan ajam sap-sap. Penduduk yang menontonnya tumpah ruah, tidak ha­nya dari Campor Timur, tapi dari desa-desa sekitarnya yang juga haus hiburan.

Memang permainan “ajam sap-sap” bagi mereka adalah sebagai salah satu pemuasan kebutuhan jiwa dan rohaniahnya di tempat pemukim­an mereka yang jauh dari kota. Fungsi yang lain adalah sebagai usaha memperluas pergaulan,”nyare kanca” (mencari teman) kata mereka, karena memang ada inter-action sosial antar warga desa sedesa dan antar warga desa dengan warga desa yang lain. Selain itu, permainan ini kata sementara penduduk, dapat diusahakan guna menggalakkan usaha peternakan ayam. Kalau ada sementara orang yang menyalah gunakan permainan ini untuk berjudi gelap, hal itu bukan kehendak bagian besar penduduk desa tersebut. Banyak penduduk yang me­nyayangkan kebijaksanaan alat-alat negara setempat yang melarang permainan “ajam sap-sap” ini, yang merupakan hiburan rakyat yang sangat digemarinya. Hilanglah hiburan satu-satunya, karena larang­an tersebut.

Mereka berharap agar permainan “ajarn sap-sap” tersebut masih bisa diselenggarakan lagi. Kesalahan segelintir orang, mengapa mesti bagian terbesar dari penduduk harus menanggungnya, ini tidak adil Pak, kata Pak Suparto yang rupa-rupanya menyelami kemenyesalan hati rakyatnya atas larangan permainan “ajam sap-sap” itu.

PERMAINAN RAKYAT DAERAH JAWA-TIMUR; DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL PROYEK INVENTARISASI DAN DOKUMENTASI KEBUDAYAAN DAERAH 1983 – 1984, hlm. 115-123