Orang Tengger Gemar Memakan Bawang
Alasan Orang Tengger Gemar Memakan Bawang Menurut penduduk Tengger, “bawang” adalah pemberian khusus dari Brahma. Berikut ini adalah kisah menurut…
Alasan Orang Tengger Gemar Memakan Bawang
Menurut penduduk Tengger, “bawang” adalah pemberian khusus dari Brahma. Berikut ini adalah kisah menurut legenda tersebut:
Ketika kaum Brahma pertama menetap di daerah Tengger, wilayah itu masih menjadi hutan belantara yang buas. Namun, anehnya mereka menemukan sebuah hunian manusia di lereng Gunung Semeru. Kiai Dadap Putih, seorang Brahma yang telah berusia lanjut dan menjadi pimpinan mereka menganjurkan kelompoknya untuk menyelidiki asal mula dari kasta mana manusia yang kelihatan di Gunung Semeru. Dia yakin bahwa mereka itu juga sama-sama berasal dari kasta Brahma.
Kiai Dadap Putih sendiri kurang mengerti tentang bagaimana orang-orang itu bisa berkebun di lereng Gunung Semeru, sedangkan di Tengger saja tanaman padi tidak bisa tumbuh. Itulah sebabnya dia sendiri beserta rombongannya menderita kelaparan. Oleh karena !tu, besar kemungkinannya adalah bahwa manusia yang mereka lihat di lereng Gunung Semeru itu berada di atas tanah yang lebih subur dibandingkan dengan tanah tempat mereka berada.
Maka pada suatu malam di malam bulan purnama, Kiai Dadap Putih bersama dengan beberapa pengikutnya berjalan ke tempat di lereng Gunung Semeru, tempat hunian tersebut. Sesampainya ditempat yang diperkirakan telah dihuni oleh banyak orang, mereka kaget. Ternyata, hunian itu hanya didiami oleh ^pasang manusia, “laki-laki” dan “perempuan”.
Laki-laki itu ternyata seorang tapa dan si perempuan seorang endang atau pertapa perempuan. Mereka berada di sana hanya untuk bersembahayang sepanjang hari, dan hidup dari tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, dan akar-akar yang ditemukan di sekitarnya. Ketika Kiai Dadap Putih dan pengikutnya mendengar cerita dari para pertapa itu, mereka lalu memohon agar para pertapa berkenan mendoakan keselamatan mereka dan rombongannya yang masih berada di Gunung Tengger. Permintaannya adalah didoakan agar daerah yang akan mereka huni di sana menjadi subur. Setelah tapa dan endang menjanjikan untuk mendoakan mereka, rombongan Kiai Dadap Putih kembali ke Gunung Tengger. Mereka percaya bahwa Dewa Brahma akan mendengar dan mengabulkan doa orang-orang suci ini.
Ternyata, keinginan mereka terkabul lebih awal dari dugaan. Pertapa endang pada suatu malam bermimpi didatangi seorang peri atau bidadari ipitri) dan memberikan dua biji benih. Biji benih yang satu berwarna merah dan yang lain berwarna putih. Menurut sabda peri, benih yang merah sudah dapat ditanam pada esok harinya dan buah yang dihasilkan oleh benih ini diminta diberi nama bawang abang. Bibit putih yang satunya lagi harus ditanam pada saat datangnya bulan baru dan buah yang akan dihasilkan diberi nama bawang putih.
Hasil dari benih-benih yang akan dihasilkan oleh tumbuh- tumbuhan ini harus diberikan kepada rombongan pendatang dari Gunung Tengger yang lalu, yang sekarang telah menjadi penghuni di Gunung Tengger. Sang peri berkata: “Katakan kepada mereka bahwa benih-benih ini akan mendatangkan kebahagiaan bagi mereka dan keturunannya. Selain itu, ketangan (kentang) dan tanaman menjalar lain akan dapat tumbuh di samping bibit-bibit ini. Bibit inilah yang akan menyuburkan tanah yang kurang subur ini. Janganlah menanam padi baik di dataran maupun di lereng Gunung Tengger karena bila dilakukan maka seluruh daerah akan menjadi tidak subur hal ini inl lagi-“
Tanpa berkata lebih lanjut, sang peri tiba-tiba menghilang. fCetika endang bangun dari tidur esok harinya, di genggaman tangan kanannya tiba-tiba sudah ada dua biji benih. Hingga akhirnya dirinya ercaya bahwa apa yang dikatakan oleh peri itu adalah kenyataan. Dan memang terbukti, ketika pertama kali ditanam bibit benih yang merah dan kemudian bibit benih yang putih, setelah itu tumbuhlah tanaman bawang yang subur. Masing-masing tumbuh berwarna sebagai bawang merah dan bawang putih. Tidak lama kemudian, tanaman-tanaman bawang ini menghasilkan benih-benih lagi. Akhirnya, endang memberikan biji-biji benih bawang itu kepada tapa dan berpesan agar diberikan kepada penduduk yang ada di Gunung Tengger.
Tapa memberikan bibit-bibit itu kepada Kiai Dadap Putih sambil menceritakan bahwa bibit-bibit ini adalah hadiah dari kelangitan karena dibawa sendiri oleh seorang peri dari kayangan.
Mendengar cerita ini, para Brahma di Tengger segera menanam bibit-bibit bawang ini dan ternyata tanah untuk bibit-bibit bawang ini menjadi sedemikian subur. Selain itu, tanah-tanah di sekitarnya juga bisa ditanami bibit-bibit kentang dan tanaman menjalar lainnya. Dengan melakukan ini maka kehidupan orang-orang Tengger menjadi
Capt. R.P. Suyono, Mistisisme Tengger, LKIS, Yogyakarta 2009, hlm. 47-49