Lampet Bendungan, Kabupaten Blitar
Upacara Lampet Bendungan 36-37 Di wilayah Kecamatan Nglegok mempunyai banyak kekayaan budaya tradisional warisan nenek moyang, yang hingga saat ini…
Upacara Lampet Bendungan 36-37
Di wilayah Kecamatan Nglegok mempunyai banyak kekayaan budaya tradisional warisan nenek moyang, yang hingga saat ini masih tetap hidup dan menjadi kebanggaan masyarakatnya. Warisan budaya tradisional tersebut berupa kegiatan upacara yang dinamakan Upacara Lampet Bendungan. Upacara Lampet Bendungan yang pelaksanaannya di dusun Sanan, merupakan kebanggaan bagi masyarakat dusun Sanan.
Menurut sejarahnya, masyarakat dusun Sanan melaksanakan Upacara Lampet Bendungan, konon khabarnya pernah satu tahun tidak melaksanakan upacara di bendungan, akibatnya padi menjadi gabuk atau puso, dan peristiwa
ini dipercayai dan diyakini oleh masyarakat setempat. Untuk menhindari terjadinya musibah atau malapetaka tersebut, masyarakat dusun Sanan melaksanakan Upacara Lampet Bendungan sekali dalam setahun. Dalam pelaksanaan upacara tersebut harus disertai dengan kesenian langen tayub, Walaupun itu hanya sekali putaran (sak igeran : bahasa jawa), sebab dahulu pernah memakai kesenian jaranan justru membawa bencana, yaitu panen padi menjadi gagal diserang puso atau gabuk. Menurut tradisi upacara Lampet Bendungan, dilaksakan setelah mananam padi, khususnya pada waktu panen krajan (panen pertama pada musim penghujan), dan pelaksanaannya harus hari Jum’at waktu siang hari. Selain itu, menurut pengakuan masyarakat setempat, bendungan tersebut ada penunggunya (pedanyangan : bahasa jawa) yang bernama mbah Bedor, sehingga untuk menghormatinya pada setiap melakukan upacara Lampet Bendungan disyarati sesaji dan selamatan bersama.
Dalam pelaksanaan upacara Lampet Bendungan, sarana sesajinya berupa : cok bakal, buceng, ayam panggang, ampyang jagung. Sedang peserta pada upacara Lampet Bendungan, adalah para petani yang memanfaatkan air sungai yang berasal dari bendungan tersebut, khususnya tanah persawahan yang berada di wilayah dusun Sanan. Jadi orang atau petani pemilik tanah yang berasal dari luar dusun Sanan, harus ikut melaksaaanakan upacara Lampet Bendungan tersebut. Selain itu, juga mengundang para tamu, seperti: kepala pengairan, kepala desa, dan PPL.
Prosesi upacara Lampet Bendungan; sebelum pelaksanaan upacara tersebut terlebih dahulu dibentuk panitia kecil yang fingsinya untuk mengatur dan memprakarsai jalanya upacara. Tepat pada hari pelaksanaan upacara, semenjak pagi hari para petani sudah berduyun-duyun datang menuju ke bendungan sebagai tempat berlangsungnya upacara, mereka berdatangan sambil membawa ambeng berisi sesaji berupa : cok bakal, buceng lengkap dengan lauknya, ayam panggang dan ampyang jagung. Setelah semua peserta upacara datang begitu pula para undangan, maka upacara segera dimulai dengan persembahan yang diujubkan oleh pimpinan upacara. Dengan selesainya pemimpin upacara mengujubkan sesaji yang disediakan oleh kepala dusun, dilanjutkan mengujubkan satu persatu sesaji milik para petani yang datang di tempat upacara tersebut. Setelah itu dilanjutkan dengan makan bersama, berupa ambeng yang mereka bawa, dan para penonton
yang ikut menyaksikan upacara tersebut, disuruh ikut makan pula. Kegiatan upacara ini sebagai penutupnya diisi hiburan berupa kesenian langen tayub, dan berlangsung hingga sore hari.
Masyarakat petani dusun Sanan tetap melaksakan kegiatan upacara Lampet Bendungan setiap tahunnya, karena upacara tersebut mempunyai fungsi dalam kehidupan para petani di dusun Sanan, yaitu agar tanamannya (padi) jangan sampai terganggu dan petani hidup dengan tenteram selamat. Selain itu, juga untuk menciptakan kerukunan dan kebersamaan diantara para petani. Oleh karenanya, kepercayaan terhadap upacara Lampet Bendungan diyakini benar oleh masyarakat petani dusun Sanan.
‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: WUJUD, ARTI, DAN FUNGSI PUNCAK-PUNCAK KEBUDAYAAN LAMA DAN ASLI BAGI MASYARAKAT PENDUKUNGNYA; Sumbangan Kebudayaan Daerah Terhadap Kebudayaan Nasional; DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI, 1996/1997, hlm. 36-37