Gerilya di Singojuruh, Kabupaten Banyuwangi
Sejarah Gerilya di Singojuruh Dusun Pasinan Desa/Kecamatan Singojuruh Kabupaten Banyuwangi jadi pembicaraan publik. Hal itu setelah muncul kabar penemuan sebuah…
Sejarah Gerilya di Singojuruh
Dusun Pasinan Desa/Kecamatan Singojuruh Kabupaten Banyuwangi jadi pembicaraan publik. Hal itu setelah muncul kabar penemuan sebuah terowongan misterius terpendam di areal persawahan. Kabar ini memancing rasa penasaran warga luar daerah untuk mendatangi lokasi. Warga pun silih berganti memadati lokasi penemuan.
Namun belum diketahui secara pasti asal usul terowongan menyerupai goa tersebut. Sejumlah’sejarawan Banyuwangi dari Yayasan Sejarah Blambangan sudah turun ke lokasi untuk melakukan penelitian awal. Terowongan itu terpendam dua meter di dalam tanah dan ditemukan oleh Suparman, pemilik sawah.
Saat itu Suparman secara tak sengaja mengetahui ada lubang memanjang saat membuat sumur. Para sejarawan Banyuwangi, yang ikut meneliti goa ini, mengatakan, pintu masuk terowongan diketahui berdiameter 90 centimeter dan memanjang mencapai 16 meter di dalam tanah.
Semakinke dalam, ruang terowongan semakin melebar dengan tinggi hampir satu meter. Dinding terowongan merupakan tanah cadas berwarna kemerahan.
“Di ujung goa saya bisa duduk, tapi masuknya kita harus merangkak,” ungkap Agus Mursyidi, sejarawan Banyuwangi, pada wartawan, Selasa (19/6).
Lebih lanjut dia menjelaskan, di langit-langit goa banyak stalagtit yang panjangnya bervariasi, antara 10 hingga 30 centimeter. Diperkirakan terowongan tersebut berusia 300 tahun. Itu jika dihitung dari panjang stalagtit itu, yang tiap 1 centimeter stalagtit berusia 10 tahun. Sayangnya stalagtit banyak yang rusak akibat tersenggol warga yang masuk.
“Setiap 1 centimeter stalagtit berusia 10 tahun,” lanjut Agus, yang juga dosen sejarah di Universitas PGRI Banyuwangi ini.
Kemungkinan terowongan itu dulunya adalah saluran irigasi di abad ke-18. Kemungkinan lainnya, adalah benteng pertahanan di masa peperangan melawan kolonial VOC/Belanda tahun 1771. Meski begitu masih perlu penelitian lebih lanjut dari ahli arkeologi dan geologi. Untuk itu, temiiari terowongan misterius tersebut akan dilaporkan ke pihak terkait.
“Tim akan melaporkan temuan ini kepada Balai Kepurbakalaan di Bandung” timpal Ketua Yayasan Sejarah Blambangan, Suhailik, pada wartawan di lokasi.
Zaman Jepang
Namun Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) di Trowulan, Mojokerto, akhirnya juga turun ke lokasi untuk menelitinya. Alhasil, terowongan tersebut diduga sisa masa perang gerilya pra-kemerdekaan atau zaman Jepang.
“Kemungkinan dipakai gerilya bawah tanah,” kata arkeolog BP3 Trowulan, Wicaksono, pada wartawan, Rabu (20/6).
Dia menjelaskan, terowongan Pasinan memiliki kesamaan ciri-ciri dengan saluran-saluran bawah tanah yang ditemukan di Yogyakarta. Yakni, saluran berada
di antara dua sungai dan dindingnya terbuat dari tanah. Di dalam terowongan yang menyerupai goa tersebut, juga tidak ditemukan petunjuk arkeologis yang berguna untuk menentukan periode terowongan. Karena itu BP3 memastikan terowongan ini tidak berusia ratusan tahun. Terlebih terowongan hanya di kedalaman 1,8 meter di bawah tanah. “Kalau dangkal kecil kemungkinan berusia ratusan tahun,” tambahnya, (toyib)
Suara Desa, Edisi 05, 15-Juni 15 Juli 2012, hlm. 15.