Syiar Islam dengan Bubur, Kabupaten Tuban
Setiap bulan Ramadhan, masyarakat Tuban, biasanya suka menikmati kelezatan Bubur Muhdhor. Kuliner ini biasanya pula dibagikan secara gratis sebagai takjil…
Setiap bulan Ramadhan, masyarakat Tuban, biasanya suka menikmati kelezatan Bubur Muhdhor. Kuliner ini biasanya pula dibagikan secara gratis sebagai takjil ketika berbuka puasa. Takmir Masjid Al Muhdhor, Agil Al Bunumay, mengatakan, pembuatan bubur merupakan tradisi setiap Ramadhan yang sudah dilakukan turun temurun sejak 1937. Agil menjelaskan, bubur dibuat sebagai takjil bagi umat Islam yang saat itu masih banyak yang hidup serba kekurangan. Bubur dibagikan secara gratis kepada siapa saja, termasuk ke musala dan masjid yang dekat dengan Masjid Al Muhdhor.
Menjelang buka puasa, ruas Jalan Pemuda Kota Tuban, tepatnya di Masjid Al Muhdhor, Kelurahan Kutorejo, Kecamatan Kota, Kabupaten Tuban, dipenuhi warga mulai anak-anak hingga orang tua yang berdesakan sambil menenteng piring atau mangkuk. Mereka antre menunggu pembagian bubur. Salah seorang penikmat bubur Muhdhor, Muhammad bin Alwi, mengatakan, sebenarnya tidak ada perbedaan cara pembuatan bubur Muhdhor dengan bubur lainnya. Hanya saja, rasa bubur sangat khas. “Setiap hari saat Ramadhan saya antre di sini. Tidak ada yang berbeda sih tapi rasanya lebih gurih,” ujar Muhammad.
Bubur dibuat dari beras biasa dengan campuran bumbu gulai, santan, dan rempah-rempah. Sekali membuat, penyelenggara bisa menghabiskan beras sampai 30 kilogram. Bubur yang dibagikan secara gratis ini dibuat langsung di halaman Masjid Al Muhdhor oleh enam sampai 10 laki-laki warga keturunan Arab. Pembuatannya sudah dimulai sejak pukul 13.00 WIB. Untuk itu dibutuhkan waktu dua jam guna mengolah beras menjadi bubur hingga siap disantap untuk takjil berbuka puasa.
Beras dimasak di sebuah tungku besar setinggi satu meter menggunakan api dari gas. Sedang pembagiannya dilakukan mulai pukul 17.00 WIB. Nah, begitu bedhug Maghrib ditabuh, pemandangan menarik terlihat di masjid ini di mana masyarakat secara berjamaah menyantap bubur simbol kepedulian umat Islam pada kaum dhuafa ini. Semangkuk bubur yang melambangkan syiar Islam di telatah Tuban.
“Walisongo menyebarkan Islam dengan beragam cara. Ada yang pakai gamelan dengan gamelan sekaten di Yogya, ada yang pakai kesenian wayang, dan di sini bubur, yang memang sangat dibutuhkan warga miskin saat itu. Seperti Walingoso, dakwah memang harus menyentuh kebutuhan langsung rakyat, tak hanya ceramah. Seperti dakwah bubur ini,” kata Su-priyono, warga Langitan Widang, yang juga mengaku suka dengan bubur tersebut, (gus)
SUARA DESA, Edisi 05 15 Juni -15 Juli 2012. hlm. 42