Thursday, September 12, 2024
Semua Tentang Jawa Timur


Pesta Petasan, Kabupaten Jombang

Pesta Petasan di Kota Santri TIDAK diketahui secara pasti, sejak kapan pesta petasan di Desa Keras, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang,…

By Pusaka Jawatimuran , in Jombang Seni Budaya Th. 2012 , at 10/02/2013 Tag: , , , , ,

Pesta Petasan di Kota Santri

Pesta PetasanTIDAK diketahui secara pasti, sejak kapan pesta petasan di Desa Keras, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, dilaksanakan. Namun, yang pasti, pesta menyulut puluhan ribu batang petasan ini berlangsung setiap hari Raya Kupat (lima hari setelah Hari Raya Idul Fitri) di desa tersebut.

Kendati pesta petasan yang dimulai sekitar pukul 21.00 WIB hingga dini hari itu membahayakan keselamatan jiwa tapi pesta “dar der dor” di ketinggian sekitar 50 meter dengan percikan warna warni kembang api itu selalu dibanjiri massa. Bahkan, saking terkenalnya, pengunjungnya tak hanya dari warga Jombang saja. Namun, tak sedikit massa yang datang dari luar Jombang, semisal Kediri, Nganjuk, Mojokerto, Lamongan, Madiun, dan Surabaya, serta tak sedikit pula dari luar pulau.

Para pengunjung pesta petasan tahunan ini datang menggunakan ribuan kendaran roda dua dan ratusan kendaraan roda empat. Karena itu, setiap pesta petasan berlangsung, hampir seluruh ruas jalan yang tidak dijadikan tempat menyulut petasan di Desa Keras, dipenuhi parkir kendaraan. Mereka datang sejak sore hari, dan ada pula yang datang siang hari.

Sebelum pesta dimulai, warga Keras tanpa dikomando langsung membuat gantangan bambu sebagai tempat san­daran ratusan petasan sreng dor. Ter­dapat puluhan gantangan bambu yang ada di beberapa lokasi pesta petasan. Ribuan atau bahkan puluhan ribu batang petasan ini dikumpulkan warga setempat dengan sukarela. Konon, ri­buan batang petasan tersebut sisa pro­duksi petasan yang tak laku dijual.

Namun hal itu dibantah warga se­tempat. Sebab, menurut mereka, warga      Keras razia petasan dan berhasil menangkap sejumlah produsen dan pengedar petasan di Keras.

“Sekarang warga Keras, membuat petasan hanya untuk pesta saat Hari Raya Kupatan. Berbeda dengan dulu, warga sini memang banyak yang memproduksi petasan untuk dijual. Sekarang tidak lagi lah ya,” ujar Amrul warga Keras kepada Suara Desa.

Ya, kendati pernah ada korban terkena ledakan dalam pesta petasan pada sekitar 3 tahun lalu, tapi warga tak takut berpesta petasan yang sudah menjadi kelender tahunan ini. Para pengunjung yang menantang bahaya itu justru cenderung lebih dekat dengan tempat penyulutan petasan. Padahal, tidak sedikit sreng dor kembali jatuh dan meledak di tengah-tengah kerumunan pengunjung yang berdesakan.

Karena sudah begitu rutin dan kesohornya pesta petasan tersebut warga Keras berharap pemerintah bisa memberi wadah dan pembinaan serta memberi izin untuk warga Keras yang pandai membuat petasan utamanya sreng dor dengan berbagai warna kembang api yang dipelajarinya dari nenek moyangnya tersebut.

“Kalau berbagai jenis sreng dor dan kembang api dari China bisa diizinkan masuk dan dijual bebas di Indonesia. Tapi mengapa warga Indonesia sendiri yang punya keahlian yang tak kalah dengan warga China, justru dilarang dan ditangkapi. Selalu seperti ini, yang dipertanyakan warga di sini, ” ungkap salah seorang warga Keras yang enggan namanya disebutkan kepada Suara Desa belum lama ini.

Konon pesta petasan yang sudah berjalan selama puluhan tahun sejak sebelum tahun 40-an ini, diwariskan salah seorang pensiunan TNI angkatan 45 yang tinggal di Desa Keras. Keahlian membuat berbagai jenis petasan ini pun berkembang dan terus menjadi tradisi bagi sebagian warga yang berlokasi di sebalah barat Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang itu. Karena itu, tidak jarang jika warisan keahlian meracik bahan peledak ini terkadang juga menjadi aktivitas yang menguntungkan bagi sebagian warga

Desa Keras, di saat bulan Ramadhan tiba, meski hukuman lima tahun penjara juga sering membayangi mereka. Hingga razia aparat kepolisian juga tak pelak menjadi suasana yang tak asing di Desa Keras yang bisa memproduksi petasan dengan ledakan yang cukup keras ini. (Nurul Yaqin)

SUARA DESA, Edisi 05  15 Juni -15 Juli 2012, hlm. 48

Comments


  • Tradisi tapi banyak mudhorotnya/sia-sia apakah terus dilakukan? Polisi yang merazia malah diserang masyarakat. Saya yakin, masyarakat yang tinggal di daerah Kraas tidak semua setuju dengan tradisi yang mengganggu pendengaran itu sekaligus menghambur hamburkan uang untuk kebutuhan tidak berguna. Namun, apalah daya karena tidak mungkin melawan masyarakat yang mempertahankan tradisi yang sia-sia

Leave a Reply