Thursday, September 19, 2024
Semua Tentang Jawa Timur


Kesenian patrol, Kabupaten Banyuwangi

Kesenian patrol merupakan salah satu jenis musik khas Banyuwangi yang tetap hidup dan berkembang sampai sekarang. Kesenian patrol adalah jenis…


Kesenian patrol merupakan salah satu jenis musik khas Banyuwangi yang tetap hidup dan berkembang sampai sekarang. Kesenian patrol adalah jenis musik rakyat yang lebih bersifat ritmis, tanpa peralatan diatonik.

Dalam perkembangannya, di beberapa tempat ditambahkan satu atau dua peralatan diatonik, biasanya berupa angklung atau seruling dari bambu sebagai peng­ganti vokal. Kesenian patrol yang aslinya juga tetap berkembang, merupakan seni memukul peralatan ritmis dari ruas-ruas bambu yang diraut dan diatur demikian rupa sehingga enak didengar dan sedap dipandang, dengan teknik pukulan khas Banyuwangi.

Kesenian patrol juga terdapat di daerah lain dengan ciri khas masing-masing, antara lain di Madura dan Jawa Tengah.Pada patrol Banyuwangi ada semacam alat patrol ritmis yang dalam dialek Using disebut gendhong. Alat itu berfungsi seperti gendang pada kesenian angklung Banyuwangi atau selo pada musik keron­cong.

Jadi alat itu berfungsi penting sebagai pengatur irama dan ritmanya. Pemukul gendhong harus benar-benar tahu irama dan banyak memahami teknik permainan patrol. Musik rakyat patrol Banyuwangi berfungsi sebagai salah satu sarana dalam rangka penjagaan keamanan desa dari segala macam bahaya, dan kata patrol yang berasal dari kata patroli berarti ‘beijaga berkeliling’ atau ‘meronda’ sambil membunyikan peralat­an ritmis terbuat dari mas bambu besar kecil, yang apabila dipukul mengeluarkan bunyi berbeda dan enak didengar.

Dalam hubungan itu, mungkin peralatan patrol dibuat di samping sebagai salah satu sarana kegiatan patroli atau meronda dari penduduk kampung yang berfungsi untuk tanda membangunkan penduduk desa yang sedang tidur, juga sengaja untuk sekedar menyusun bunyi-bunyian indah berirama sebagai pencegah para peronda mengantuk.

Dewasa ini kesenian patrol Banyuwangi terbina dan berkembang dengan baik, serta terkordinir secara teratur dengan kaidah-kaidah permainan tertentu sebagai salah satu jenis kesenian daerah Blam- bangan Banyuwangi.

Kesenian patrol banyuwangi memiliki ciri khas. Secara tra­disional, di daerah Banyuwangi, selama bulan Ramadhan ada kebiasaan setiap malam sesudah sembahyang tarawih diadakan permainan patrol berkeliling dari kampung ke kampung oleh para remaja dan bahkan ada yang sudah dewasa. Kebiasaan itu tidak lagi berfungsi sebagai penjaga kampung atau ronda malam, tetapi secara suka rela tanpa rasa pamrih membangunkan penduduk desa yang masih tidur lelap segera bangun untuk makan sahur.

Dalam penampilannya, patrol selalu diiringi vokal membawa­kan lagu atau gending banyuwangen dengan cengkok serta logat yang khas Banyuwangi, diselingi ucapan suara lantang dan keras, “sahur! sahur!” Dalam perkembangan selanjutnya, kesenian pa­trol yang terorganisasi dengan rapi serta mempunyai program pem­binaannya, dapat dijumpai setiap saat, dan tidak hanya menampil­kan bunyi-bunyian peralatan patrol itu saja, tetapi dilengkapi dengan lagu perjuangan daerah Blambangan ciptaan baru. Musik rakyat patrol ini membawakan lagu daerah Banyuwangi yang biasa dibawakan oleh penari gandrung.

Dalam usaha pembinaannya, setiap bulan Ramadhan diada­kan festival “Parade Patrol”, diikuti oleh semua organisasi patrol di seluruh wilayah kabupaten Banyuwangi. Dengan usaha itu, daerah Banyuwangi sempat membina kesenian ini. Untuk menen­tukan juara parade itu, biasanya ditetapkan kriteria penilaian yang meliputi hal-hal berikut.

  1. Kecakapan atau teknik pukulan, yaitu kemahiran cara memu­kul peralatan patrol sehingga terdengar suara dan irama yang indah. Ketrampilan pukul akan melahirkan keserasian suara yang indah serta pengaturan irama atau ritma pukulan yang enak didengar. Keserempakan mulai memukul dan berhen­ti pada saat yang tepat, adalah salah satu dari ketentuan kriteria ini.
  2. Aransemen, yaitu pukulan atau irama sisipan pada pukulan para pemainnya, biasanya banyak tergantung kepada kete­kunan mereka berlatih di samping kecakapan pimpinan atau  pelatihnya. Setiap grup mempunyai aransemen yang ber­lainan, tergantung kepada selera pelatihnya, namun tidak meninggalkan irama dan ritma khas Banyuwangi.
  3. Keindahan bunyi peralatan patrol yang tidak terlepas dari aransemen, warna bunyi atau suara peralatan patrol itu sen­diri sangat menunjang keindahannya. Patrol yang pecah atau tidak nyaring, sudah tentu tidak akan melahirkan suara yang merdu atau indah. Dalam lomba itu, biasanya juga ditentukan keaslian peralat­annya, yang terutama terbuat dari bambu atau kayu.
  4. Tata tertib dan kesopanan, biasanya telah ditentukan lebih dulu oleh panitia jauh sebelum parade dilaksanakan, me­nyangkut ketentuan yang bersifat ideal sebagai orang Timur. Tata busana, yang tidak terlalu mewah, tetapi sopan dan pantas. Kriteria penilaian busana ini tidak amat menentu­kan.

Peralatan kesenian patrol khas Banyuwangi umumnya terbuat dari ruas bambu besar kecil yang diraut dan dilubangi demikian rupa sehingga dapat mengeluarkan suara nyaring apabila dipukul. Dari warna bunyi yang indah itu, sekelompok anak muda berusaha mengungkapkan rasa musikalnya melalui kesenian ini.

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: TopengSudibyo, Aris: Mengenal Kesenian Tradisional Daerah Blambangan di Banyuwangi, Proyek Penulisan Dan Penerbitan Buku/Majalah Pengetahuan Umum Dan Profesi, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, hlm. 33-35