Muso, Tokoh Pemberontakan Madiun
Sosok Muso identik dengan sosok pemberontak komunis yang anti pemerintah. Tokoh antagonis dalam sejarah percaturan Politik Indonesia ini memiliki latar…
Sosok Muso identik dengan sosok pemberontak komunis yang anti pemerintah. Tokoh antagonis dalam sejarah percaturan Politik Indonesia ini memiliki latar belakang yang kurang begitu diketahui oleh masyarakat Indonesia. Masyarakat Tidak tau kapan dan di mana Muso dilahirkan.
Sosok Muso mulai Nampak saat ia berguru kepada Oemar Said Tjokroaminoto. Dunia politik dan gerakan Muso kenal dari Tjokroaminoto. Namun jalan yang ia pilih temyata berbeda dari Sang guru Tjokroaminoto. Muso begitu menaruh harapan besar terhadap perubahan melalui jalan revolusi.
Tahun 1920-an Tokoh Komunis Indonesia ini (Muso), sangat aktif berhubungan dengan gerakan komunis dunia.
Tahun 1926, Ada yang menyebut Muso sebagai tokoh pemberontakan PKI terhadap pemerintah kolonial Hindia Belanda. Bahkan, setelah pemberontakan pada tahun 1926, ia melarikan diri ke luar negeri dan berkelana ke berbagai dunia-terutama negara-negara yang berkiblat Komunis yakni: Eropa Timur dan Uni Soviet.
Di masa-masa itulah, Muso mewakili PKI (Partai Komunis Indonesia) dalam jajaran forum intemasional, Berbagai pertemuan partai komunis dunia sempat dihadirinya bersama sahabatnya, Alimin.
Setelah proklamasi, Muso kembali ke Indonesia dan membangun kembali PKI dengan semangat dan militansi yang luar biasa. Dan sebagaimana kalangan pergerakan lainnya, ia juga sempat terlibat dalam perang mempertahankan kemerdekaan.
Mei 1948, Muso kembali dari Moskwa Uni Soviet, bersama Soeripno, Wakil Indonesia di Praha.
28 Juni 1948 Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang dipimpin Amir Syariffudin bergabung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) dipimpim Musho melakukan pemberontakan . Tujuan pemberontakan adalah peruntuhkan Negara RI dan menggantikannya dengan Negara Komunis.
11 Agustus, Muso tiba di Yogyakarta dan segera menempati kembali posisi di pimpinan Partai Komunis Indonesia. Banyak politisi sosialis dan komandan pasukan bergabung dengan Muso, antara lain Amir Sjarifuddin Harahap, Setyadjit Soegondo dan kelompok diskusi Patuk.
18 September 1948, Muso tokoh Partai Komunis Indonesia dengan didukung pula oleh Menteri Pertahanan saat itu, Amir Sjarifoeddin. Memproklamasikannya Negara Republik Soviet Indonesia di Kota Madiun oleh, seorang
September – Desember 1948, terjadi Peristiwa Madiun adalah sebuah konflik kekerasan yang terjadi di Jawa Timur pemberontak komunis PKI dan TNI. Di era Orde Lama peristiwa ini dinamakan Peristiwa Madiun, dan tidak pernah disebut sebagai pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Baru di era Orde Baru peristiwa ini mulai dinamakan Pemberontakan PKI Madiun.
10 September 1948, mobil Gubernur Jawa Timur, RM Ario Soerjo, dan mobil 2 perwira polisi dicegat massa pengikut PKI di Kedunggalar, Ngawi, Jawa Timur. Ke-3 orang tersebut dibunuh dan jenazah nya dibuang di dalam hutan. Demikian juga dr. Moewardi yang sering menentang aksi-aksi golongan kiri, diculik ketika sedang bertugas di rumah sakit Solo, dan kabar yang beredar ia pun juga dibunuh. Tuduhan langsung dilontarkan, bahwa pihak lainlah yang melakukannya. Di antara yang menjadi korban juga adalah Kol. Marhadi yang namanya sekarang diabadikan dengan Monumen yang berdiri di tengah alun-alun Kota Madiun dan nama jalan utama di Kota Madiun.
Pada 19 September 1948, Presiden Soekarno dalam pidato yang disiarkan melalui radio menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia, untuk memilih: Muso atau Soekarno-Hatta. Maka pecahlah konflik bersenjata, yang pada waktu itu disebut sebagai Madiun Affairs (Peristiwa Madiun), dan di zaman Orde Baru kemudian dinyatakan sebagai pemberontakan PKI.
15 September 1948, kekuatan pasukan pendukung Muso digempur dari dua arah: Dari barat oleh pasukan Divisi II di bawah pimpinan Kolonel Gatot Soebroto, yang diangkat menjadi Gubernur Militer Wilayah II (Semarang-Surakarta), serta pasukan dari Divisi Siliwangi,
19 September 1948, dari timur diserang oleh pasukan dari Divisi I, di bawah pimpinan Kolonel Soengkono, yang diangkat menjadi Gubernur Militer Jawa Timur, serta pasukan Mobile Brigade Besar (MBB) Jawa Timur, di bawah pimpinan M. Yasin.
30 September 1948, kota Madiun dapat dikuasai seluruhnya. Pasukan Republik yang datang dari arah timur dan pasukan yang datang dari arah barat, bertemu di hotel Merdeka di Madiun. Namun pimpinan kelompok kiri beserta beberapa pasukan pendukung mereka, lolos dan melarikan diri ke beberapa arah, sehingga tidak dapat segera ditangkap.
November 1948, seluruh pimpinan dan pasukan pendukung Muso tewas atau dapat ditangkap.
31 Oktober 1948 Musso tewas ditembak.
20 Desember 1948 Sebelas pimpinan kelompok kiri, termasuk Amir Syarifuddin Harahap, mantan Perdana Menteri RI, dieksekusi di makam Ngalihan, atas perintah Kol. Gatot Subroto.=S1Wh0T0=