Friday, November 8, 2024
Semua Tentang Jawa Timur


Peristiwa Pertempuran di Parengan, Kabupaten Lamongan

Pada tanggal 4 April 1949 satu regu tentara dari pasukan Tamtomo di bawah pimpinan Kadet Soewoko menyerbu satu regu patroli…

By Pusaka Jawatimuran , in Lamongan Sejarah Th. 1994 , at 04/12/2012 Tag: , , , ,

Pada tanggal 4 April 1949 satu regu tentara dari pasukan Tamtomo di bawah pimpinan Kadet Soewoko menyerbu satu regu patroli tentara Belanda yang sedang mendapatkan kesulitan di dekat desa Parengan Kecamatan Sekaran karena power wagonnya terjebak lumpur.

Dengan semangat tinggi dan dengan perhitungan yang cukup rapi penyerbuan itu membuat tentara Belanda kalang kabut dan banyak korban. Tetapi karena bala bantuan tentara Belanda cepat datang, kekuatan menjadi tidak imbang baik jumlah personel maupun persenjataan. Regu Soewoko terkepung dari segala arah.

Kadet Soewoko tertembak tetapi anak buahnya berhasil meloloskan diri. Kadet Soewoko dalam keadaan luka parah itu dibawa ke Pos Sukodadi oleh Belanda dan dipaksa menyerah. Karena tidak mau menyerah, akhirnya ditembak dan gugur sebagai pejuang.

Sebenarnya masih banyak kisah-kisah yang lain. Meskipun kisah- kisah heroik yang terjadi di sini tidak bergaung secara nasional, namun bagaiman pun juga kisah-kisah tersebut telah memberikan warna dalam sejarah perjuangan kemerdekaan di bumi Nusantara ini.

Dalam perjuangan ini pula, peranan Pemuda Desa atau yang terkenal pada waktu sebagai Pemuda Kern sangat penting dan ikut menentukan keberhasilan perjuangan mempertahankan dan menegakkan Proklamasi Kemerdekaan. Mereka ini sekalipun tidak ikut memanggul senjata, tetapi sebagai petugas bantuan tempur serba guna, baik di front depan maupun di markas-markas, sangat besar artinya bagi keberhasilan gerakan tentara waktu itu. Di antara mereka banyak pula yang gugur.

Dalam perjuangan mempertahankan dan menegakkan Proklamasi Tugu peringatan atas gugurnya Sugeng Suprobo (anggota POLRI) dalam pertempuran di Kedungpring. Kemerdekaan ini peranan rakyat juga tidak kecil. Rakyat di desa-desa justru sebagai pendukung logistik yang utama. Mereka dengan suka rela menyerahkan apa yang dimilikinya berupa beras, jagung, ayam, garam, ikan asin dan lain sebagainya.

Betapapun kuat dan terlatihnya tentara Belanda serta betapapun modern dan lengkapnya persenjataan mereka, ternyata Belanda hanya mampu menguasai sebagian kecil wilayah Lamongan yakni hanya wilayah kota secara terbatas. Semuanya itu karena Belanda harus menghadapi gerakan perjuangan total yang terdiri dari tentara, laskar, pemuda terlatih, dan rakyat secara keseluruhan.

Sistem perjuangan seperti ini di kemudian hari dilestarikan dengan nama Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Hankamrata). Sistem tersebut ternyata membuahkan daya tangkal dan daya tahan luar biasa. Selama enam bulan pertempuran, menurut catatan Komando Distrik Militer Lamongan Bagian Penyiaran, korban di pihak Belanda cukup besar dibandingkan dengan korban di pihak Tentara Republik Indonesia sendiri. Korban tewas tercatat 139 orang, luka-luka 29 orang dan tertawan 11 orang.

Selama agresi Belanda II, korban di pihak Republik sampai dengan tanggal 19 Juni 1949, adalah :

  1. Tentara, gugur sebanyak 40 orang, luka-luka 12 orang, dan tertawan 11 orang.
  2. Penduduk, tewas sebanyak 355 orang, luka-luka 93 orang.

Harta benda, rumah yang dibakar sebanyak 1.070 wuwung, ternak 178 ekor, padi 840 kwintal, perhiasan seharga Rp. 1.480.100,00 dan lain-lain seharga Rp. 3.915.022,00.

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: LAMONGAN MEMAYU RAHARJANING PRAJA, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II, Lamongan 1994