Mus Mujiono, Surabaya
15 Maret 1960, Mus Mujiono lahir di Surabaya, Jawa Timur, musisi jazz Indonesia menguasai hampir semua alat musik dari keyboard,…
15 Maret 1960, Mus Mujiono lahir di Surabaya, Jawa Timur, musisi jazz Indonesia menguasai hampir semua alat musik dari keyboard, drum, gitar, saksofon, kecuali trompet. Lebbih akrab dengan panggilan Nono juga mendapat julukan ‘George Benson Indonesia’.
Nono besar di keluarga musisi. Ayahnya adalah pengrawit sekaligus musisi Langgam Keroncong, sedangkan kakaknya, Mus mulyadi penyanyi. Sejak kelas enam SD, Nono sudah belajar gitar. Salah satu gurunya adalah Harris Sormin dari group band AKA.
Tahun 1970-an, Mus Mudjiono di Surabaya. Dia bikin de Hand’s yang sempat terkenal. “Lagu pertama saya Hello Sayang. Lagu itu diciptakan tahun 1972.
Kemampuannya bermain musik sangat memikat, bahkan diusianya yang baru 18 tahun, Nono telah rekaman dengan bandnya, The Hands. Popularitasnya terangkat bersama The Hands, dengan lagu “Hallo Sayang”. kemudian, mereka bubar. Nono pun bersolo karier dan sampai menghasilkan tujuh album.
Nono belajar jazz dari Jun Sen, gitaris jazz terkemuka asal Surabaya, musisi yang juga pengusaha alat musik. Nono juga belajar privat gitar klasik, agar bisa membaca not balok dengan baik.
Mus Mudjiono bercerita bagaimana ia frustrasi karena selalu berada di bawah bayang-bayang Mus Muljadi, kakak kandungnya. Mus Muljadi saat itu sangat hebat.
“Pop disikat, keroncong dengan Dewi Murni, langgam Jawa, dangdut dengan Hitam Manis… Saya seperti tidak diberi kesempatan apa-apa. Setiap kali saya nyanyi, orang melihat saya sebagai Mus Muljadi. Padahal, saya ingin menjadi Mus Mudjiono,” ujar pria tampan ini.
Tahun 1975-1979, di Jogja Mus Mudjiono berkolaborasi dengan seniman setempat, di antaranya dr Susilo (orang Surabaya, yang sudah tinggal lama di Jogja). Mus disuruh menghayati musik unik, main gitar sambil menirukan nada-nadanya dengan mulut. “Gitaran sambil celometan,” begitu istilah Mus Mudjiono.
Ternyata, artis kulit hitam Amerika Serikat yang dirujuk Mus Mudjiono ini tak lain George Benson, gitaris jazz dan vokalis papan atas. Dan Mus mengaku bahagia karena karakter itu berbeda tajam dengan apa yang dibuat Mus Muljadi. Niat untuk tampil beda dari Mus Muljadi akhirnya kesampaian.
Sebagai `fotokopi’ idolanya, Mus Mudjiono meniru George Benson dengan nyaris sempurna. Cara memetik gitar, bahasa tubuh khususnya gelengan kepala dan gerakan mata–dan terutama teknik scat singing (main gitar sambil celometan) yang dahsyat itu. “Gitaran sambil celometan itu capek lho,” ujar Mus Mudjiono.
Tahun 1980-an Nono tertarik pada George Benson, karena kesederhanaan permainan gitarnya. Saat itu kebanyakan gitaris ngerock dengan berbagai macam efek aneh-aneh, berbeda dengan George Benson yang hanya memakai mulut saja. Oleh karena itu, Nono mulai mempelajari teknik scating yang merupakan ciri dari George Benson.
Setelah menekuni “jurus-jurus” George Benson, Nono pun mulai dilirik para musisi lain. Nono diajak bergabung dengan Jakarta Power Band. Akhirnya Nono hijrah ke Jakarta yang memang telah menjadi obsesinya.
Tahun 1995 bersama Glenn Fredly (vokal), Inang Masalo (drum), Yance Manusama (bass), Eka Bhakti (kibor) dan Irvan Chesmala (kibor), berdirilah Funk Section, dengan Nono pada gitar. Mereka membuat album perdana bertajuk “Terpesona”. Album ini tidak sukses, begitu juga dengan keberadaan band.
Tahun 2004, bersama grup Canizzaro merilis album “Reinkarnasi Canizzaro” yang mengandalkan tembang Seperti Dulu (dengan menghadirkan Trie Utami sebagai bintang tamu).
Sampai usianya yang hampir setengah abad, bersama dengan Agus Dhukun, Erren Dwi Pratiwi alias Tiwi KDI 4, Irghi Barens, Vino D Rossy dan Deddy Namoza, Nono tetap ingin berkarya dengan mendirikan A-Dhu Band. Kendati terbilang baru tapi delapan lagu telah disiapkan A-Dhu Band untuk mengisi album perdana mereka. Sebagian lagu dalam album tersebut diciptakan oleh Nono. Judul-judul lagu di album A-Dhu Band antara lain Sedaci, Siti Djainab, Ini Duniaku, Dosa Cinta?, Kejujuran Cinta Agus Dhukun, Ly, aku Adalah aku dan Mba Yayu.
17 Desember 2005, RADAR SURABAYA menggelar ‘Konser Rindu’ di Balai Pemuda. Mus Mudjiono tampil kembali bersama de Hand’s, band yang dia bentuk pada awal 1970-an.
“Sudah 30 tahun ini kita tidak pernah bermain sama sekali. Baru malam inilah de Hand’s bisa reuni dan tampil lagi depan masyarakat Surabaya,” ujar Cak Nonok kepada saya selepas konser
Selain Cak Nonok alias MUS MUDJIONO (gitar, vokal, music director), de Hand’s diperkuat HARRY DH (keyboard), ABIDIN LESSY (bas), dan PANG PRAMONO (drum). Meski absen selama tiga dekade, mereka masih piawai memainkan hitsnya seperti Maafkan Daku, Thank You, Hallo Sayang. “Kami Cuma latihan satu kali saja langsung main,” ujar Cak Nonok.
Berbeda dengan gaya musik Cak Nono pada era 1990-an, lagu-lagu de Hand’s kebanyakan manis, cenderung melankolis, dalam tempo sedang (mid tempo). Band tua ini cukup kaya variasi karena selain Cak Nono, Harry DH dan Abidin bisa pula menyanyi.
Vakumnya de Hand’s selama 30 tahun lebih rupanya membuat banyak warga Surabaya lebih tahu Mus Mudjiono sebagai ‘duplikat’ George Benson ketimbang pentolan de Hand’s. Jangan heran, belum apa-apa penonton meminta Cak Nono menyanyikan Tanda-Tanda, Arti Kehidupan, Satu Jam Saja… yang nota bene bukan milik de Hand’s. =Siwhoto=
http://musikku345.blogspot.com/
http://hurek.blogspot.com/
http://id.wikipedia.org/wiki/
Comments
Tks banyak untuk ‘mus mujiono’ nya.. Saya adalah salah satu fans beliau.
Sekitar tahun 80 an, ada satu lagu nya dengan Jakarta Power Band yang syair-nya antara lain sbb :
saat itu….(yeah yeah)/kau dan aku terlena/dibuai indahnya asmara/yang lama kudamba…
reff : oh.. asmara di dada/payungilah hamba/bahagiakan diriku…. dst (lupa)
Mohon bantuan admin barangkali tahu, apa nama judul lagunya, syukur2 sekalian dengan file mp3-nya.
Tks, salam.