Friday, November 8, 2024
Semua Tentang Jawa Timur


Sejahtera di Tengah Gunung Sampah

Desa Kejagan, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, termasuk unik. Sebagian besar warga desa ini bangga menjadi pengepul barang bekas. Maklum mereka…


Desa Kejagan, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, termasuk unik. Sebagian besar warga desa ini bangga menjadi pengepul barang bekas. Maklum mereka termasuk golongan pengusaha. Bahkan, Kepala Desa Kejagan, Hariyono,tak ragu memamerkan potensi desanya di hadapan Bupati Mojokerto, Mustofa Kamal Pasa (MKP), yang melaksanakan kegiatan sambang desa di Balai Desa Kejagan, Selasa (11/9) lalu.

Hariyono menyampaikan, luas wilayah Desa Kejagan 263 hektare yang terbagai menjadi 5 dusun yaitu Du­sun Kejagan, Wonoasri, Sidomulyo, Tumenggungan, dan Muteran. De­ngan jumlah penduduk 5.300 jiwa, sebagian besar masyarakat mata pencahariannya sebagai pemulung. “Dari seluruh jumlah penduduk se- pertiganya adalah sebagai pengusa­ha, sehingga seluruh masyarakat tidak ada yang pengangguran, se­mua bekerja kecuali yang sakit dan pemalas,” kata Hariyono.

Selain itu Desa Kejagan mampu me- , nyerap tenaga kerja dari luar daerah, dalam sehari jumlahnya mencapai 10.000 pekerja. Padahal jumlah pen­duduk Desa Kejagan hanya 5.300 ji­wa. “Oleh karena itu saya berharap dengan kedatangan Bapak Bupati da­pat memberikan bantuan-bantuan be­rupa mesin penggiling plastik, demi peningkatan pembangunan di Desa Kejagan,” harapnya.

Ya, sebagian daerah menganggap sampah menjadi masalah. Bahkan, sampah juga bisa mengakibatkan kon­flik. Namun, di Desa Kejagan, Kecama­tan Trowulan, sampah bisa menjadi sumber penghidupan mayoritas warga. Rumah-rumah bertingkat dengan tumpukan sampah yang tinggi terlihat jelas di sepanjang jalan menuju Desa Kejagan. Aktivitas membongkar sam­pah di atas truk kerapkali terlihat di sepanjang jalan menuju desa ini. Wajar bila desa ini menjadi jujukan pekerja dari desa lain.

Lihat saja di salah satu rumah per­manen, puluhan orang tampak terlihat sibuk membawa tumpukan karung berisi sampah-sampah kering ke atas sebuah truk. Tubuh laki-laki berbadan kekar dengan mengenakan kaos singlet berwarna putih ini tidak sedikit pun merasa lelah apalagi jijik. Padahal, mereka tahu yang diangkutnya ke atas truk adalah sampah-sampah.

“Ya dari mengangkut sampah inilah saya bisa mendapatkan uang, lumayan daripada menganggur di rumah,” te­rang Sugito (23), pemuda desa setem­pat. Sugito adalah salah satu pemuda di Desa Kejagan yang bisa mencari uang dengan sampah. Tidak jauh dari aktivitas Sugito dan teman-temannya, pasangan suami istri, Ponawi dan Su- marni, tampak serius pula melepas tu­tup gelas plastik sisa air kemasan. Satu per satu dengan cekatan keduanya melepas dan membersihkan gelas air kemasan tersebut.

Ponawi yang sudah berusia 53 tahun mengaku sudah tujuh tahun mencari nafkah dengan menjual sampah-sam- pah plastik. “Kalau sampah plastik ini didatangkan dari Pasuruan, nantinya dijual lagi ke pabrik-pabrik di Surabaya ataupun di Sidoarjo,” terang kakek dari empat cucu ini.

Hal senada juga dikatakan oleh Su- marni, “Selain sampah plastik, kami juga menerima sampah sandal bahkan tulang sapi,” ujarnya. Nenek berusia 50 tahun ini mengaku, dia membeli sampah:sampah ini seharga Rp 2.500 per kilogram dan dijual lagi seharga Rp 4.000 per kilogram. “Belinya ya dari pemulung yang datang di sini, mereka juga kebanyakan warga di sekitar sini,” terangnya.

Aktivitas jual beli sampah memang selalu terjadi di desa yang terkenal dengan sebutan desa pengumpul -sam­pah ini. Kebanyakan, mereka mela­kukan pekerjaan ini sejak turun temu- run. Bahkan, ada sebagian mewarisi usaha orang tua mereka. “Saya mem­beli sampah-sampah awalnya juga dari orang tua, ya alhamdulillah bisa menjadi besar,” terang Utami, salah seorang pengepul.

Selain pengepul sampah, di desa ini juga ada yang disebut penambang sampah. Salah satunya adalah Imam (29). Mendapatkan hasil yang menjanjikan dan bekerja dengan santai, tanpa ada paksaan ini, kata Imam, membuat teman-temannya sesama penambang sampah ingin bekerja hingga malam hari. Bahkan, ada juga penambang sampah yang belum menikah sampai malas untuk pulang ke rumah.

“Semua ini karena bekerja di sini (mencari sampah) tidak ada paksaan dan target. Dan juga tidak ada jam kerja. Jadi, kapan saja kami boleh bekerja. Ini membuat saya senang kerja di sini,” kata Imam, pekerja yang masih bujangan, (gus)

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur:  SUARA DESA | Edisi 07 | 15 Agustus -15 September 2012, hlm. 47