Saturday, December 7, 2024
Semua Tentang Jawa Timur


Upacara Pa’polo Area, Tradisi Masyarakat Madura

Setelah bayi berusia 40 hari, maka dalam keluarga diadakan selamatan dengan upacara pa’polo area atau lazim disebut balang kangka –…


Setelah bayi berusia 40 hari, maka dalam keluarga diadakan selamatan dengan upacara pa’polo area atau lazim disebut balang kangka – balang kangkong. Dengan sebutan itu karena dalam upacara tersebut, para undangan yang terdiri dari kanak-kanak antara umur 6 -12 tahun melagukan bersama, seraya mengucapkan: Amin, Amin. Yang disuarakan sebagai berikut:

Balang kangka, balang kangkong, seldu’ amin;
Reng asaka’ nemmo jarangkong seldu’ amin;
Balang kangka, balang kangkong seldu’ amin;
Reng arangka nemmo bangkong seldu’, amin;

Tembang itu diulang-ulang, dan pada bait kedua dan empat dapat dikembangkan sesuai dengan kepandaian yang memimpin.

Upacara pa’polo area ini dimulai dengan mengundang anak-anak sekitar rumah yang mempunyai bayi, dan diadakan pada pagi atau-siang hari. Seluruh anak yang hadir menyanyi bersama Balang kangka’, yang dipimpin oleh seorang perempuan kerabat si ibu yang melahirkan. Biasanya alebine, yaitu adik suaminya sendiri, baik yang masih gadis maupun yang sudah berkeluarga.

Setelah “paduan suara” itu selesai, yang empunya hajat menghidangkan nasi dengan rap orap, (sayuran yang direbus dengan kelapa). Jumlah sayuran itu 40 jenis, dari berbagai daun-daunan. Makanan itu harus dimakan ditempat yang mempunyai hajat, dan selesai makan, si ibu yang mempunyai anak itu menyediakan air dalam tempayan, sementara itu anak-anak yang akan pulang, satu persatu diperciki air tadi. Anak yang sudah diperciki itu, kemudian dipukul pelan-pelan dengan panebba, yaitu sapu lidi, oleh ibu yang baru melahirkan tadi.

Dengan demikian anak-anak tersebut lari berhamburan keluar rumah dengan riuh dan tertawa. Selesailah sudah upacara Pa’polo area itu dengan menghamburnya anak-anak yang menghindari pukulan panebba. Dalam upacara Pa’polo area ini, suami isteri yang mempunyai bayi itulah yang terutama terlibat dalam pelaksanaannya. Sudah barang tentu, orang tua, saudara-saudara maupun mer­tua dan ipar-iparnya hadir dalam upacara tersebut.

Dalam kesempatan itu pula adakalanya nama bayi diper­kenalkan secara luas kepada para tetangga. Mengundang para anak-anak tetangga, maupun anak-anak dari fihak keluarga suami maupun kemenakan sendiri, merupakan salah satu cara untuk mempermaklumkan adanya keluarga baru. Upacara 40 hari usia bayi itu makin meriah apabila diadakan Diba’an.

Diba’an adalah pembacaan puji-pujian kepada Rasol, ya­itu Nabi Muhammad SAW, yang dilagukan. Dalam diba’an ini, yang diundang bukan anak-anak kecil, melainkan orang dewa­sa maupun remaja. Jika bayinya laki – laki, diba’an itu di­lakukan oleh para undangan laki-laki. Tetapi jika bayi itu pe­rempuan, yang diundang untuk diba’an tersebut adalah para muslimat.

Pada saat pembacaan sampai pada bagian yang disebut Srokalan, si bayi itu dibawa oleh ayahnya ke hadirat undangan untuk digunting rambutnya Yang mendapat kehormatan pertama untuk menggunting ram­but adalah Kyae atau Ulama yang memimpin diba’an itu. Sesudah itu kepada para orang tua yang masih mempunyai hubungan kerabat dengan yang punya hajat. Untuk maksud pengguntingan rambut itu, disediakan sebuah cawan yang su­dah berisi air komkoman. Potongan rambut si bayi itu tidak dibuang, tetapi dimasukkan ke dalam cawan tersebut. Setiap orang yang diminta untuk menggunting rambut itu, hanya se­kali potong saja, dan yang dipotong hanya sejemput rambut si bayi..

Sesudah pemotongan rambut tadi dianggap cukup, maka si bayi dibawa kembali ke dalam, diserahkan kepada ibunya. Bagi orang tua si bayi, dengan diselenggarakan upacara pa’polo area itu, berarti berakhirnya pantangan bersanggama, yang dilambangkan dengan penanggalan bengkong oleh si ibu.

Seluruh penyelenggaraan diba’an itu, berlangsung malam hari sesudah sembahyang isya’, dan berakhir sampai sekitar dua jam. Tidak jarang dalam kesempatan upacara Pa’polo area itu dimanfaatkan untuk pengajian ataupun ceramah agama oleh seorang ulama. Tambahan acara itu dilakukan oleh suatu keluarga yang mampu.

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Upacara Tradisional daerah Jawa Timur. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi Daerah 1983-1984, Surabaya September 1984,  hlm.46

Comments


Leave a Reply