Rachman Halim (Tjoa To Hing)
SIAPA yang tak mengenal Rachman Halim, pemilik Gudang Garam, sebuah perusahaan rokok kretek. Ia memegang pimpinan di perusahaan keluarga itu…
SIAPA yang tak mengenal Rachman Halim, pemilik Gudang Garam, sebuah perusahaan rokok kretek. Ia memegang pimpinan di perusahaan keluarga itu mewarisi dari orangtuanya Surya Wonowijoyo (Tjoa Ing Wie). Kekayaannya menurut laporan Warta Ekonomi mencapai US$ 400 juta dan menjadikannya dalam’urutan keempat daftar orang terkaya di Indonesia. Gudang Garam yang dirintis sekitar 30 tahun lalu, kini telah menja di sebuah konglomerat murni, yang mengandalkan usahanya dari keuletan dan kejelian melihat pasar.
Menurut Warta Ekonomi, Wonowijoyo merintis usahanya sejak awal 60-an, dan baru mulai menikmati kebesaran perusahaan sepuluh tahun kemudian. Pabriknya merambah kawasan seluas 100 ha di desa Semampir, pinggir kota Kediri. Halim, sejak semula memang dipersiapkan untuk menjadi penggantinya antara lain dengan menyuruhnya mengenal semua jenis pekerjaan teknis.
Dia baru diangkat menjadi presiden direktur pada 1984, setelah perusahaan ini mempunyai omzet sekitar Rp 1,1 trilyun. Di bawah pengelolaan Rachman Halim, Gudang Garam tetap melaju dengan percepatan pertumbuhan tidak kurang dari 20% per tahun. Majalah The Economist terbitan London menyebut perusahaan ini sebagai “terbesar” di kawasan Asia Tenggara. Manajemen yang pada rpasa mendiang ayahnya masih bersifat tradisional, secara perlahan diperbarui dengan menerap kan prinsip-prinsip manajemen modern. Ekspansinya kini telah sampai pada bidang perbankan perhotelan dan industri kertas pembungkus rokok. Produksi terakhir ini bahkan telah diekspor ke Cina, yang semula menjadi negara pemasok kertas rokok bagi Gudang Garam. Sedangkan di Tretes Jawa Timur, hotelnya yang berbintang empat sedang dalam taraf penyelesaian. Grup ini kini memiliki 10 anak perusahaan, kekayaannya Rp 1,1 triyun lebih, dan sekitar 60% dikuasai Halim bersama kerabat Wonowijoyo lainnya.
Penggemar layang-layang ini mengendalikan perusahaannya bersama sembilan saudaranya tanpa pernah terdengar terjadinya pertikaian keluarga. Kiat manajemen warisan ayahnya, gotong royong, tetap dipatuhi dan diterapkan bersama ilmu manajemen mutakhir yang dibawa dua orang adiknya, Sigit Sumargo dan Sumarto. Mereka meraih gelar MBA di Los Angeles. Azas kekeluargaan diterapkan dalam sistem karyawan seumur hidup yang tak mengenal pensiun. Dalam re- kruitmen pun azas ini diterapkan, yakni mengutamakan keluarga karyawan sendiri. Prinsip ini, mungkin, banyak disanggah oleh pakar-pakar manajemen. Tetapi begitulah almarhum Surya Wonowijoyo menerapkan dan sampai sekarang tetap dipatuhi, dan tetap akan terus dianut.
Halim sendiri hanya lepasan SMA yang lebih banyak belajar atas bimbingan ayahnya. Selain main layangan ia sering terlihat ikut nongkrong di tengah-tengah penonton bila klubnya – basket atau tenis meja – main di Istora Senayan Jakarta. Dalam bisnis sejenis, Rachman Halim berada paling depan diantara rival-rivalnya. Gabungan Pengusaha Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) mencatat tahun 1988, Gudang Garam meraih 45% pangsa pasar kretek, di antara 10 pabrik rokok kretek nasional.
Pemasarannya, tentu saja terkonsentrasi di dalam negeri. Produknya juga dikenal di Malaysia dan Singapura. Di Jepang sendiri tercatat 650 kios yang menjajakan GG. Bersama rokok Djie Samsoe, Gudang Garam dikenal sebagai yang memelopori membuka pasar di luar negeri sebelum merk lain berlomba-lomba mengikuti jejaknya. Sampai saat ini Gudang Garam memiliki 14 merk produk, dan bukan tidak mungkin masih akan meluncurkan merk baru lagi. Primadonanya tetap “Surya”, suatu penemuan terakhir almarhum Surya sebelum meninggal pada 1985 lalu. Dengan total keuntungan sekitar Rp 700 milyar setiap tahun, Halim berpeluang untuk mengembangkan investasinya. Tetapi prinsip yang dianut tetap mengutamakan padat karya, seperti ketika dia tetap mengutamakan sigaret kretek tangan, meski setenarnya dia bisa melakukan mekanisasi secara menyeluruh.
Lahir di Kediri pada 1947, Halim memperistri Feni Olivia, putri seorang pengusaha restoran di NTB, dan memperoleh dua anak. Di Kediri, Gudang Garam telah menjadi sebuah kerajaan tersendiri. Tapak-tapak Gudang garam membekas di mana-mana. Memang, sumbangan pabrik rokok kretek ini terhadap kotanya memang sangat besar. Pada data tahun 1987, dari 230 ribu penduduknya, 41.600 orang secara langsung mencari nafkah lewat perusahaan itu. Belum terhitung mereka yang hidup dari sektor informal untuk memenuhi kebutuhan para karyawan Gudang Garam, misalnya pedagang makanan, penjaga sepeda, reparasi sepeda, penjual pakaian, bahkan salon kecantikan. Penyerapan tenaga kerja yang jumlahnya relatif banyak ini memberikan dampak positif bagi Pemda Kodya Kediri.
Di bidang tanggung jawab sosial, Rachman Halim banyak menyumbangkan bangunan-bangunan layanan umum di kota Kediri, seperti lampu penerangan jalan, pemandian umum. Gedung Nasional, Gedung PMI, beberapa ruas jalan baru dan sebagainya.
Kalau dilihat sejarahnya, pertumbuhan industri rokok kretek ini memang luar biasa. Gudang Garam yang dimulai sejak tahun 1958 itu dibangun di atas tanah seluas seperempat hektar. Kini, lahan pabriknya dan sarana penunjangnya mencapai seluas 150 hektar! Belum terhitung kantor perwakilannya yang tersebar di seluruh penjuru Nusantara. Memang perjalanannya tidak selalu mulus.
Dengan hadirnya Jarum dan Bentoel, Gudang Garam tak dapat bersikap santai. Dahulu pola manajemennya tidak begitu percaya terhadap efektivitas iklan. Kini, banyak dananya tersalur untuk kebutuhan yang satu itu. Yang pasti, sebagai sebuah perusahaan keluarga, suasana yang diciptakan Rachman Halim memang benar-benar kekeluargaan. Hubungan antar karyawan, buruh dan perusahaan terjalin dengan baik. Dan tak dapat dipungkiri, bahwa ini merupakan suatu keberhasilan yang dicapailoleh Rachman Halim dalam meneruskan karya ayahnya.
‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: LIBERTY 1720, 16-28 FEBRUARI 1990 TH. XXXVII, hlm.: 39-40