Eka Tjipta Wijaya, Oei Ek Tjhong
Dalam dunia usaha kertas, Eka sudah mulai mengerjakannya sejak tahun 1974. Tahun itu, ia berpatungan dengan seorang pengusaha Taiwan mendirikan…
MAKASAR (Ujung Pandang), 1930, Oei Ek Tjhong kala itu tujuh tahun usianya, berada di geladak menikmati pemandangan biru setelah berminggu-minggu hanya melihat laut dan tepi langit. Hatinya berdebar antara kegembiraan menyongsong pengalaman baru dan ketidak pastian di sebuah negeri yang sama sekali asing. Tetapi matanya menatap daun-daun nyiur di kejauhan, ada debar lain yang sulit diduga yang seperti terjalin erat dengan jalan yang tak mudah ditebak itu Ia terpukau.Di kota Makasar, keluarga Ek Tjhong memiliki sebuah kedai kecil saja, tak beda dengan perantauan Cina lainnya yang menjajal peruntungan di sana. Di situlah Oei kecil, seraya membantu orangtuanya, mulai belajar berniaga. Tetapi, sejak semula ada sesuatu yang lain pada anak ini. Ia tak hanya melayani pembeli, membungkus barang atau mengulurkan uang kembalian. Ia mengamati kecenderungan para pembeli, sikap mereka yang suka cerewet, dan rasa puas mereka bila mendapat barang yang bagus dengan harga yang pantas, serta layanan yang bersahabat.
Karena itu, orangtuanya tidak terkejut ketika beberapa tahun kemudian, Oei kecil menyatakan maksud ingin merintis usaha sendiri. Diam-diam mereka tahu, anak ini sepertinya akan punya jalan sendiri. Bermodalkan sebuah becak tanpa jok, ia menghubungi pabrik biskuit, kembang gula dan kue kering di seantero Makasar. Tanpa ragu ia berkata kepada pemilik pabrik itu, “Percayailah saya mengambil barang dan baru membayar bulan depan.”
Anehnya para pemilik pabrik langsung percaya pada kata-kata Oei remaja tanggung ini. Dengan becaknya yang penuh kue kering dan kembang gula, Oei menelusuri jalan dan lorong kota Makasar, berjaja dari pintu ke pintu, dari pekarangan sekolah ke rumah-rumah besar para sinyo dan noni. Tak ada yang tahu, bahwa 50 tahun kemudian, perantau muda asal Cuan Ciu, pedagang keliling kembang gula itu, akan lebih dikenal sebagai Eka Tjipta Widjaja, pemilik lebih dari 50 perusahaan, satu diantara pilar utama dunia bisnis.
Nusantara
Inilah konglomerat yang juga berprospek tumbuh cepat dan punya potensi jadi nomer satu di beberapa bidang bisnis yang dimasukinya. Inilah kelompok usaha yang posisi tawar-menawarnya dalam peta bisnis menunjukkan trend menguat, baik dalam skala domestik maupun pada bidang-bidang usahatertentu, misalnya di bisnis kertas dan minyakgoreng, skala global.
Dan posisi Sinar Mas dalam peta bisnis Indonesia juga unik. Pelbagai produknya, kebanyakannya adalah produk-produk asli buatan sendiri – misalnya tidak berdasarkan lisensi atau karena memegang keagenan suatu merek tertentu – yang harus bersaing bebas di pasar. Misalnya minyak goreng dan pelbagai produk dari kertas.
Dalam pengembangan usaha, Eka ternyata juga memiliki pemikiran yang sangat mendasar dalam memilih bidang usaha. Minyak goreng umpamanya. Di katakannya, boleh dibilang setiap keluarga pasti membu- tuhkannya. Demikian pula dengan kertas. “Mana sih orang yang tak perlu kertas?” ujarnya.
Namun sukses dari usaha-usahanya, terutama karena tekad Eka untuk berhasil. Misalnya, pernah dikatakannya, “Kalau saya kerja selalu dengan sungguh-sungguh. Kalau saya sudah memutuskan untuk menangani suatu pekerjaan, sampai kapanpun akan saya kejar, harus jadi.” Ada satu hal yang selalu dijaga benar oleh Eka dalam berbisnis, seperti sudah dipaparkan di atas: menjaga kepercayaan yang sudah diberikan orang kepadanya.
Dulu, Oei masuk SD langsung kelas tiga, di SMA ia tidak sempat ikut ujian.keburu Jepang masuk. Tak banyak orang tahu, Eka Tjipta Widjaja kutu bacaan sejak kecil. Kini, paling tidak dia membaca empat koran sehari. Ia melahap buku apa saja, tetapi yang paling menarik hatinya adalah sejarah dunia. Ia menikah tahun 1943. Berapa omset total Sinar Mas Group sekarang? Agak sulit Eka menjawab. Dari bidang industri saja… sekitar Rp 1,5 trilyun,” katanya. Ini termasuk omset ekspor, tetapi belum Bank. “Omset Bank kan sulit dihitung, ya?” ia balik bertanya. Dari pabrik minyak goreng, Bisnis Eka sekarang merambah hampir ke segala penjuru: perkebunan, pabrik seng, pabrik kertas, real estate, perbankan.
Eka Tjipta Widjaja tetap sehat di usianya yang 68 tanun ini. Di masa muda ia biasa berenang, main bulu tangkis, dan tenis meja. Sekarang olahraga utamanya jalan kaki sekitar rumahnya. Hanya kalau ada waktu saja ia bersama tamunya main golf di Ancol dan Pondok Indah. “Disamping tetap merasa bodoh, saya juga susah atur waktu kalau main golf,” ujarnya..
Tentang seni ia mengaku tak punya selera untuk memiliki koleksi lukisan. “Saya tak bisa membedakan lukisan berharga Rp 10 juta dengan yang Rp 100 ribu.” Ia senang lukisan berupa pemandanganindah, pohon-pohon rindang, namun ia tetap tak berminat untuk membeli. Ia hanya senang batu mulia jenis mirah dan jamrut yang sedikit ia koleksikan Ia menyumbangkan sebagian kekayaannya untuk kegiatan sosial seperti pendidikan panti asuhan, gereja, dan kegiatan sosial lainnya. “Mumpung saya masih sehat,” katanya.
Lima dan delapan anaknya kini ikut mengendalikan kerajaan bisnisnya. Siapa putra mahkota? “Sementara belum ada,” kata Eka Tjipta Widjaja. Tetapi siapapun yang menggantikannya katanya, ia mesti berwibawa, sanggup mempersatukan semua keluarga, mampu melobi pejabat tinggi dan pengusaha kakap.
Memang, sulit mencari orang yang lebih gesit menyambar peluang seperti Eka Tjipta Widjaja. Kalau kita simak gerak-geriknya dalam dunia perbankan, hari ini kesempatan untuk menjadi bank devisa dibuka, seminggu kemudian Bank Internasional Indonesia (BII) sudah menjadi bank devisa. Hari keluar peraturan boleh membuka cabang, beberapa bulan kemudian BII sudah menambah puluhan cabangnya.
Maka tak mengherankan apabila BII, divisi keuangan Sinar Mas Group, dengan cepat menjadi besar. Saat ini paling tidak ada sebanyak 18 anak perusahaan dengan bidang kegiatan dari perbankan komersial, leasing, asuransi jiwa, asuransi kerugian, perbankan investasi, sampai money changer.
Kehebatan pertumbuhan divisi keuangan kelompok Eka ini akan lebih terasa jika diingat bahwa hal itu baru dimulai pada tahun 1983. Hanva sekitar diam tahun. BII di bawah tangan Eka mampu menunjukkan kelasnya sejajar dengan bank-bank terkemuka lainnya di Indonesia. Dengan modal yang begitu kuat, sebenarnya tak aneh jika BII kemudian melakukan ekspansi besar-besaran. Sukses BII sejera membawa bisnis baru.®
‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: LIBERTY 1720, 16-28 FEBRUARI 1990 TH. XXXVII, hlm. 38-39