Monday, October 14, 2024
Semua Tentang Jawa Timur


Ngandhangake, Upacara Tradisi Jawa Timur

Andaikata kandungan sampai umur 12 bulan bayi belum lahir, maka diadakan upacara ngandhangake. Dalam upacara ini, perempuan yang mengandung diperlakukan…


Andaikata kandungan sampai umur 12 bulan bayi belum lahir, maka diadakan upacara ngandhangake. Dalam upacara ini, perempuan yang mengandung diperlakukan seperti seekor kerbau. Karena biasanya kerbau melahirkan setelah mengan­dung 12 bulan. Upacara ini biasanya diadakan pada siang hari yaitu pada saat anak-anak pulang dari menggembala ternaknya.

Adapun jalannya upacara adalah sebagai berikut :

Ibu yang mengandung itu oleh suaminya diikat lehernya de­ngan seutas tali yang biasa untuk mengikat kerbau. Ibu itu di­tuntun oleh suaminya sambil dicambuki dengan pecut seolah- olah seperti menuntun seekor kerbau, kemudian dimasukkan ke dalam kandang. Menurut kepercayaannya, setelah diadakan upacara ini tak lama kemudian bayi akan lahir. Sajian dalam upacara ini berupa nasi gudhangan, bubur merah dan bubur putih.

Pantangan yang berupa perbuatan antara lain :

  1. Dilarang makan di tempat tidur, karena bila akan me­lahirkan sukar dan nanti anaknya bisulen.
  2. Dilarang  Duduk di atas alu (antan), sebab kalau melahirkan membuang air besar.
  3. Dilarang  Duduk di atas lumpang akan menghambat kelahiran.
  4. Dilarang  Mengambil barang dengan jinjit (berdiri pada ujung kaki) akan mengakibatkan keguguran
  5. Dilarang Duduk/makan di muka pintu karena nanti anaknya mulutnya besar.
  6. Dilarang Duduk/makan di muka tungku karena anaknya nanti mulutnya lebar.
  7. Dilarang mandi terlalu malam, akan memperpanjang saat kelahiran.
  8. Dilarang makan dalam takir karena akan menutup ja­lannya bayi.
  9. Dilarang berkalung handuk karena anaknya nanti akan kalungan usus.
  10. Dilarang berselimut sarung karena nanti akan lahir bungkus.
  11. Dilarang menyumbat lubang karena akan menghambat kelahiran.
  12. Dilarang melepas rambut pada waktu malam, karena mempersulit pada waktu melahirkan.
  13. Tidak boleh membuang air panas, supaya bayinya ti­dak mudah kena penyakit sulet.
  14. Pada waktu matahari terbenam tidak boleh keluar ru­mah supaya terhindar dari roh-roh jahat.
  15. Tidak boleh membakar tempurung/ranting bambu su­paya anaknya kelak tidak nakal.
  16. Tidak boleh berziarah ke kubur dan makan selamatan orang meninggal supaya tidak terkena sawan mayit.
  17. Tidak boleh makan dengan pinggan cekung karena bila dilanggar akan melahirkan sukar/sulit.
  18. Tidak boleh memakai subang/cincin karena dapat menghambat kelahiran.
  19. Dilarang menjahit dengan tangan, supaya  tidak meng­hambat kelahiran.

Di samping pantangan-pantangan seperti tersebut di atas, ada beberapa pantangan lain yang harus ditaati baik oleh wanita yang mengandung maupun suaminya. Pantangan yang dimak­sud adalah sebagai berikut : Memaki-maki atau membenci orang karena anaknya nanti akan seperti orang yang dibenci itu.

  1. Dilarang membunuh (menganiaya) binatang karena anaknya nanti akan cacat. Kalau terpaksa membunuh harus mengatakan “jabang bayi lanang wedok” atau “amit-amit jabang bayi”.
  2. Dilarang melihat sesuatu yang menakutkan atau me­ngerikan karena akan berakibat buruk terhadap bayi­nya.

Kecuali beberapa pantangan tersebut di atas, ada beberapa anjuran yang harus diperhatikan oleh wanita yang mengandung dan suaminya. Karena menurut kepercayaan apabila anjuran- anjuran itu ditaati akan membantu lancarnya kelahiran atau berakibat baik terhadap kelahiran. Anjuran-anjuran yang di­maksud adalah sebagai berikut:

  1. Selama isterinya mengandung sebaiknya si suami ber­puasa Senin – Kamis. Di samping itu harus banyak ber­amal.
  2. Selama isterinya mengandung sebaiknya si suami kalau tidur malam sesudah jam 12.00 malam.
  3. Orang yang mengandung bila menyapu sampahnya ha­rus lekas dibuang, supaya kalau melahirkan mudah.
  4. Wanita yang sedang mengandung dianjurkan makan daging burung kepodang (burung yang elok parasnya), supaya paras anaknya nanti elok.
  5. Wanita yang sedang mengandung dianjurkan untuk mi­num air kelapa muda (Jawa : banyu degan), agar pada waktu anaknya lahir kulitnya bersih dan halus.
  6. Kalau mencuci pakaian air cucian harus lekas dibuang, supaya kelahiran berjalan lancar.
  7. Apabila kandungan sudah mencapai umur 6 bulan, ibu yang mengandung dianjurkan minum minyak kelapa murni 1 sendok setiap hari supaya kelahiran berjalan lancar.
  8. Ibu yang sedang mengandung dianjurkan untuk minum jamu tradisional.
  9. Di daerah Pacitan apabila terjadi gempa bumi, telapak kaki ibu yang sedang mengandung diberi abu, maksud­nya supaya tidak keguguran . Sedang di daerah Banyu­wangi bila terjadi gempa bumi orang yang sedang mengandung masuk ke kolong tempat tidur (Jawa : longan) hingga gempa bumi berlalu.

10. Di daerah Banyuwangi apabila terjadi gerhana, orang yang sedang hamil harus mandi dengan merendam ba­dan serta kain yang dipakai tidak boleh dilepas. Dari ujung rambut sampai kaki harus basah. Perbuatan ini bermaksud supaya anak yang akan lahir nanti tidak cacat seperti bulan tersebut.

11. Orang yang mengandung dianjurkan makan buah-buah­an sisa burung atau kelelawar, agar nanti anaknya pan­dai makan sendiri, atau kalau sudah besar pandai men­cari nafkah sendiri.

12. Orang yang sedang mengandung dianjurkan untuk se­lalu menjaga kebersihan, misalnya bila akan menger­jakan sesuatu harus membersihkan kaki, tangan dan mukanya. Bahkan bilamana akan tidur meskipun hanya merupakan syarat kuku kaki maupun tangan supaya dikerik dengan pisau atau silet. Hal ini menurut kepercayaan menyebabkan bayi yang akan dilahirkan nanti berparas cantik.

13. Orang yang sedang mengandung bila akan tidur dian­jurkan mencuci kakinya dengan air yang diberi garam, maksudnya supaya tidak didekati binatang berbisa misalnya : ular.

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Upacara Tradisional daerah Jawa Timur.Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi Daerah 1983-1984, Surabaya September 1984, hlm.  63 -69