Saturday, December 7, 2024
Semua Tentang Jawa Timur


Reog Panaraga: Versi Asmarabangun – Rahwanaraja

Tersebutlah dalam kisah, Raden Panji Asmarabangun, Raja Jenggala, pada suatu hari kehilangan empat puluh empat ekor kuda piaraannya. Segera dapat…


Tersebutlah dalam kisah, Raden Panji Asmarabangun, Raja Jenggala, pada suatu hari kehilangan empat puluh empat ekor kuda piaraannya. Segera dapat diketahui, bahwa pencurinya adalah Rahwanaraja, yang menguasai hutan wilayah Mataram.

Rahwanaraja ini suatu mahluk berbadan manusia, tetapi berkepala harimau, berperangai buas dan menakutkan. Seluruh penghuni hutan menjadi bawahannya. Prajurit-prajuritnya terdiri atas binatang-binatang buas yang hidup di hutan, seperti harimau, ular naga, celeng, banteng, dan lain-lainnya.

Setelah diketahui, bahwa Rahwanaraja pencurinya, maka Raja Jenggala memerintahkan Patih Brajadhenta dan Tumenggung Jantraguna untuk menumpasnya. Semua, Rahwanaraja beserta pengikut-pengikutnya. Dalam pada itu Baginda Panji Asmarabangun pun ingin pula menyaksikan perburuan tersebut. Maka berangkatlah Baginda diantar oleh dua orang panakawannya Bancak dan Dhoyok (atau disebut pula Penthul dan Tembem) dengan membawa anjing-anjing berburu.

Tidak dikisahkan selama di perjalanan, sampai di hutan segera terja­dilah perkelahian seru antara pasukan Jenggala dan pasukan binatang buas, kawula Rahwanaraja. Pasukan binatang buas akhirnya dapat di­tumpas, dan tampillah Rahwanaraja berhadapan dengan Raden Panji Asmarabangun. Keduanya segera terlibat dalam perang tanding yang seru, karena masing-masing memiliki kesaktian yang tidak mudah dika­lahkan. Tetapi akhirnya pun kemenangan berada di pihak Panji. Rahwa­naraja dapat dibunuh. Seluruh hutan menjadi aman, dan setelah dikuasai oleh Jenggala, maka di sana-sini dibuka menjadi dusun yang aman dan makmur.

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Reog  di Jawa Timur. Jakarta: Proyek Sassana Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978/1979. hlm. 61