Thursday, October 10, 2024
Semua Tentang Jawa Timur


Pertempuran Mas TRIP di Ngadirejo 4

Terjadi perang seru dalam jarak-dekat Setelah situasi pertempuran berpindah kearah Regu Soebandi, maka kelompok juki segera bergegas keluar dari rumpun…

By Pusaka Jawatimuran , in Blitar Sejarah , at 14/08/2012 Tag: , , , , ,

Terjadi perang seru dalam jarak-dekat

Setelah situasi pertempuran berpindah kearah Regu Soebandi, maka kelompok juki segera bergegas keluar dari rumpun bambu dengan jalan melingkar, kembali menyusuri tepi anak sungai menjauhi tempat pertempuran, kemudian menempati posisi stelling di persawahan yang padinya selesai dipanen.

Dalam posisi Pasukan TRIP yang sudah terkepung itu, Nono mengambil keputusan supaya Kelompok Soebandi bergerak kearah utara, dan kelompok Juki tugas melindungi perpindahan Kelompok Soebandi, sebab diperhitungkan Pa sukan Belanda terus semakin mendekat.

Bersamaan dengan kepindahan posisi stelling kolom pok Soebandi, dari arah jalan besar terdengar suara beberapa kendaraan Belanda berhenti menurunkan pasukannya yang segera menuju kearah barat.

Keadaan berubah sangat cepat pasukan kelompok Soebandi sebagian sudah berhasil berada disebelah utara, ditengah persawahan yang selesai dipanen, sedangkan ke lompok Juki tetap pada posisi yang telah ditetapkan.

Selang beberapa menit kemudian, terjadilah pertem­puran dalam jarak dekat (perang campuh) yang cukup seru, antara sebagian Pasukan TRIP yang terkepung dengan Pasukan Belanda yang baru diturunkan dari kendaraan tadi.

Perang c ampuh semacam ini cenderung dikatakan adu kecepatan tembak, dan adu kecepatan melihat posisi lawan satu persatu dari segala jurusan. Namun rupanya faktor keberuntungan juga ikut menentukan kemenangan dan ke­kalahan bagi salah satu pasukan.

Sebagaimana yang dialami oleh seorang teman, Dra Riyadi, dalam perang campuh begitu getolnya ia melakukan tembakan, sampai-sampai ia lupa kalau peluru sudah habis. Tidak kepalang tanggung, sewaktu ia mau dipukul oleh ser­dadu Belanda maka dilemparnya senapan yang sudah ke­habisan peluru itu, dan kebetulan serdadu Belanda itu men­dadak kena tembak. Entah dari mana datangnya yang me­nembak itu sehingga Riyadi sementara lolos dari ancaman maut.

Dengan cepat situasi menjadi kalut, kedua belah fihak tidak sempat memikirkan taktik dan strategi lagi, bahkan tidak sempat melihat posisi Pasukan Belanda, kecuali ter­paksa mengadakan perlawanan terakhir tanpa senjata ditangan, yang akibatnya, keganasan musuh belaka.

Sesaat terdengar ditengah-tengah serunya pertempuran, teriakan Moeljadi Cimot : “…………… adduhh buuuu……….. ”

dan ternyata seketika itu ia menghembuskan nafasnya yang terakhir. Ia terpaksa menghentikan perlawanannya yang ter­akhir, ……. dan …. .ia gugur sebagai kusuma bangsa.

Hampir bersamaan waktunya, Warno Manuk tangannya kena tembakan Belanda sewaktu ia sedang memasukkan magazijn sten yang berisi peluru untuk menggantikan magazijn yang sudah kosong.

Sesaat sewaktu Warno mau mengambil senjatanya yang jatuh, datang Nono dengan cepat menarik Warno kepinggir sungai dengan maksud akan menolong mengamankan dan membalut lukanya.

Belum sempat teman-teman memperhatikan apa yang telah dilakukan oleh Nono dan Manuk ditepian sungai, menyusul Soebandi yang terlibat perlawanan senjata, sampai achirnya tewas dalam pertempuran olah Serdadu Belanda yang memberondong Soebandi meskipun berjarak dekat.

Sementara suasana pertempuran mereda, Manuk dan Nono mencoba meninggalkan sungai tempat membalut lukanya, dan beberapa langkah dari tepi kali itu ditemui jasad Karjadi yang tergeletak sudah tidak bernyawa lagi. Iapun mengalami berondongan tembakan Belanda, sehingga badannya berlumuran darah. Memang mengerikan.

Lain lagi cerita tentang Djakfar Arief. Sepanjang ke­terangan yang disampaikan oleh sementara penduduk se­usainya pertempuran, dikatakan bahwa Djakfar Arief terlibat pertempuran dengan Pasukan Belanda yang sempat mengambil jalan melingkar kebelakang posisi stelling Pasu­kan TRIP, jme lakukan pengepungan kebetulan berpapasan dengan kelompok Djakfar.

Kesempatan ini digunakan oleh Djakfar untuk menga­dakan perlawanan tembakan sambil melindungi pasukan TRIP yang mengundurkan diri agar lolos dari sasaran. Dalam keadaan kepepet itu, Djakfar masih sempat melakukan perlawanan, Tapi iapun kena hantaman serdadu Belanda dengan menggunakan popor senapan hingga jatuh terjungkel, terjerembab ketanah dalam keadaan pingsan.

Rupanya sebelum Djakfar Arief menghembuskan na­fasnya yang terakhir sempat mengalami siksaan berat, yaitu diinjak-injak beramai-ramai oleh serdadu Belanda sampai tiba saat ajalnya.

Demikianlah Djakfar Arief, ketika gugur sebagai kor­ban pertempuran yang diketemukan terakhir di palagan Ngadirejo itu, kemudian oleh penduduk setempat dibawa ke Pos Dayu. Jenazahnya diketemukan dalam keadaan terpuntir, demikian juga kaki dan tangannya akibat menga­lami penyiksaan yang begitu hebat dan sangat mengerikan oleh serdadu Belanda.

Cerita tentang Soebandi terpaksa mengalami ujian berat sebelum saat tewasnya. Demikian cerita yang dikum­pulkan dari sementara teman yang menyaksikan dan semen­tara penduduk setelah pertempuran usai.

Soebandi dengan senjata Stennya (PM) telah banyak melakukan perlindungan terhadap pasukan yang melaksana­kan komando mengundurkan diri, disamping juga sudah cukup banyak dipakai untuk menembaki musuh yang me­rayap ditebing sungai hendak maju menyerbu kedudukan stelling Pasukan TRIP.

Sekalipun hanya dengan tembakan engkel demi meng­hemat peluru, namun dalam kesempatan dia harus melin­dungi pasukannya agar bisa lolos dari sergapan Pasukan Belanda, maka dia harus menggunakan tembakan rokol (ganda) untuk menghadapi musuh jarak dekat dan agak menggerombol.

Mungkin karena itulah, maka Soebandi cepat keha­bisan peluru, termasuk peluru cadangan yang disediakan da­lam houder yang terpisah. Akibatnya, meskipun ia sudah banyak merobohkan musuh, akhirnya diapun tidak berdaya iapun tewas menjadi korban.

Comments


  • Semoga kisah2 kepahlawanan para pahlawan muda seperti di atas akan lebih banyak tergali lagi untuk bekal generasi penerus.

  • Pertempuran Mas TRIP di Ngadirejo perlu melihat buku “Peranan Meriam Gempur BANTENG BLOROK dalam Perang Kemerdekaan RI” disusun Oleh Ex-Anggota BE 17 TRIP JAWA TIMUR dan JARAHDAM VIII BRAWIJAYA.

  • Dalam buku “Peranan Meriam Gempur BANTENG BLOROK dalam Perang Kemerdekaan RI”, tertera nama “Sucipto” Anggota Regu 1. Danru.1. Sudewo; Dantom.1 Duriatmojo; dengan Danki. 4/TRIP Widarbo. Adalah orangtua kami yang saat ini menikmati masa purna-karya dan menetap di Malang. Hal ini mengingat terdapat Kejadian, Nama dan Jabatan yang kurang tepat dalam kisah diatas. Salam Sukses

      • Buku “Peranan Meriam Gempur BANTENG BLORO Dalam Perang Kemerdekaan RI” dibuat dengan dalam cetakan sederhana, mengingat karya tersebut akan rusak oleh waktu, kami melakukan digitalisaasi sederhana menjadi softcopy yang dapat dilihat di http://www.scribd.com terima kasih atas perhatian dan kesempatan yang diberikan salam sukses.

        • Yang terhormat Saudara Widyo Lesmono terima kasih kembali atas bantuannya, PUSAKA JAWATIMURAN sangat yakin bahwa bantuan Saudara akan bermanfaat untuk masyarakat Jawa Timur pada khususnya bahkan bangsa INDONESIA pada umumnya.

Leave a Reply