Raden Pulunggana.
“Mak inang, apakah sudah ada berita tentang kakanda R. Jaka Bandung.” dewi Sekar-kemuning bertanya. “Belum, tuan pu teri.” sahu t…
“Mak inang, apakah sudah ada berita tentang kakanda R. Jaka Bandung.” dewi Sekar-kemuning bertanya.
“Belum, tuan pu teri.” sahu t inang.
“Apakah kakanda Jaka Bandung mati tenggelam di telaga,.
bibi. Aku menyesal sekali, menyuruhnya masuk ke dalam telaga. Ia begitu sakti, bibi. Kukira tak akan berbahaya”, dewi Sekarkemuning terputus-putus katanya, air matanya jatuh satu-satu, teringat akan suaminya yang hilang tak tentu rimbanya. Sudah lama hatinya berbalik ingat akan pengorbanan suaminya terhadap dirinya. Lambat tapi pasti, kasihnya tumbuh, mendalam dan mendalam . . . ..
“Sudahlah tuan puteri. Sabarlah! Tiada gunanya menyesali diri sendiri. R. J aka sangat sakti, mustahil mati tenggelam di air telaga. Barangkali beliau sedang pulang ke gunung. Atau mungkin beliau sudah pulang kemari.” kata inang menghibur hati tuannya.
Memang benar juga kata inang itu. Sudah sejak tadi R. Pulunggana hadir dan mendengarkan percakapan isterinya dengan inangnya, tetapi ia masih siluman. Sekarang ia telah tahu bahwa isterinya telah mengharapkan kedatangannya. Dengan perlahan—lahan ia menampakkan dirinya di hadapan dewi Sekar-kemuning. Inang dan tuannya terkejut juga melihat perwujudan itu, seorang satria yang sangat tampan; bagaikan dewa Kama.
Dewi Sekar-kemuning segera menyembah dan bertanya: “Wahai Tuanku. Dewakah atau manusiakah tuanku ini dan siapakah nama Tuanku ini?”
“Dewi perhatikanlah benar-benar. Akulah suamimu yang hilang ditelan telaga”, R. Pulunggana menjawab. Dewi Sekarkemuning mengangkat kepalanya, memperhatikan wajah tamunya. Lambat laun ingatannya tentang rupa suaminya kern bali. Ia bersujud di kaki suaminya sambil meratap:
“Ah kakanda, ke mana sajakah selama ini?”
R. Jaka menarik tangan isterinya dan diajaknya duduk di kursi panjang. Dengan kata-kata penuh hiburan ia berceritera kepada isterinya ten tang segala pengalamannya.”
“Sekarang kanda bernarna Pulunggana, dinda”, kat a R. Jaka. Demikianlah suami-isteri itu menuturkan pengalaman-pengalamannya disela cumbu-rayu dan canda ria.
Kebetulan Prabu Brawijaya malam itu memimpin sendiri perondaan di sekitar istana. Hal itu diketahui juga oleh R. Pulunggana. Oleh karena itu R. Pulunggana keluar dari kamar isterinya dan untuk menyambut Sri Baginda. Tetapi melihat bayangan orang di taman, tiaginda telah curiga. Dikiranya pencuri, maka tidak ayal lagi, baginda menyerang dengan beruntun . R.Pulunggana me loncat-loncat menghindari serangan, sambil berseru supaya Baginda berhenti menyerang. Tapi Prabu Brawijaya menjadi lebih murka. Akhimya ditariknya kerisnya yang bernama Kyai Jangkung Pacar yang sangat ampuh. Ujungnya menyalanyala. R. Pulunggana melihat keris pusaka yang bercahaya itu berpikir, bahwa belum waktunya untuk menghadap- baginda, lalu menghilang.
Keesokan harinya Sri Haginda memanggil Patih Gajahmada dan memerintahkan memperkuat penjagaan istana. Tetapi betapa pun kuatnya penjagaan, R. Pulunggana dapat saja keluar masuk istana dengan leluasa. Hal itu sangat menjengkelkan hati sri baginda, sehingga Baginda memerintahkan mengadakan sayembara: “Barang siapa dapat menangkap pencuri di istana akan diangkat menjadi hulubalang raja.” Di samping itu Gajah Mada diperintahkan untuk mencari orang yang sakti-sakti.
Diceritakan, bahwa ada sepasang suami-isteri brahmana yang datang dari tanah Hindu di daerah Majapahit. Brahmani, isteri Brahmana itu melahirkan seorang anak laki-laki di dalam hutan. Karena mereka masih harus berjalan jauh, ditinggalkanlah anak itu di bawah pohon enau, agar supaya ditemu orang. Benarlah harapan itu. Setelah kedua brahmana itu pergi, datanglah orang yang hendak menyadap enau itu. Alangkah senang hatinya mendapat anak itu. Lupalah ia akan maksudnya menyadap itu, ia lari pulang untuk memperlihatkan anak yang didapatnya itu kepada isterinya. Kebahagiaan isterinya tak dapat dilukiskan. Setelah besar anak itu ternyata sangat bodoh, sehingga teman-temannya menamakannya Jaka Bodo (Si Tolol) dan nama itulah yang laku. Nama mentereng yang diberikan oleh orang tuanya terlupa sama sekali. Bahkan Jaka Bodo pun lupa, bahwa ia mempunyai nama lain. Pada suatu hari Jaka Bodo terpisah dari teman-temapnya. Tiba-tiba datanglah seorang brahmana (ayahnya yang sebetulnya) dan Jaka Bodo dibelah dadanya dan diisi dengan segal a ilmu pengetahuan dan ilmu kesaktian. Setelah selesai brahmana itu berkata:
“Jaka Bodo, sebenarnya kamu itu anakku. Tapi baiklah, kau tetap merasa sebagai anak penyadap itu. Bila datang orang dari kerajaan Majapahit yang mencari orang sakti untuk menangkap pencuri, sanggupilah itu. Itulah jalan hidupmu menjadi mulia.” Setelah meninggalkan pesan itu, brahmana itu gaib. Sampai di rumah Jaka Bodo menceriterakan segala pengalamannya kepada ibunya. Ibunya menjawab: ,
“Kamu itu bermimpi. Mana ada orang Majapahit sampai di sini? Dan andaikata benar ada orang itu, bagaimana kamu akan menangkap pencuri di istana itu. Ketahuilah, kebiasaan seorang raja kalau dikecewakan akan ,marah, lalu membunuh. ,Sudahlah anakku, buanglah pikiran itu. Ibumu masih cukup kasih padamu dan tak mau kehilangan.”
Tetapi suaminya tak setuju dengan pendapatnya itu:” 0, Nini . Jangan memandang ringan kepada Jaka Bodo. Ingatlah bahwa manusia itu hanyalah seperti wayang, dewalah yang berkuasa yang mampu membuat untung rugi, menang dan kalah.”
Belum habis ia berkata-kata, terdengarlah orang datang. Penyadap itu menyilakan tamu itu masuk, lalu duduklah mereka di balai-balai di rumah itu. Tamu itu berkata: “Kaki penyadap, . saya datang dari Majapahit dan karena kemalaman, perbolehkan saya bermalam di rumahmu ini.” Penyadap itu menjawab: “Majapahit? Alangkah bahagianya hamba ini, bagai mendapat durian runtuh. Sudah barang tentu hamba senang sekali tuanku berkenan tinggal di rumah buruk hamba ini. Bolehkah hamba tahu, apakah yang membawa tuanku bepergian sejauh ini?”
Patih Gajah Mada: “Ketahuilah, bahwa sebenarnya saya ini Patih Gajah Mada dari kerajaan Majapahit. Saya pergi sejauh ini untuk mencari orang yang sanggup menangkap maling sakti yang mengganggu ketentraman istana.” , Jaka Bodo: “Kalau itu yang tuanku cari, hamba pun sanggup menangkap pencuri itu.”
Alangkah terkejutnya Patih Gajah Mada mendengar kat akata Jaka Bodo itu. Setelah diterangkannya segala sesuatu yang bersangkutan dengan pencuri itu dan Jaka Bodo masih tetap sanggup, diputuskanlah untuk berangkat ke Majapahit keesokanharinya.
Tidaklah diceriterakan’ perjalanan mereka. Setelah tiba di kota kerajaan, Patih Gajah Mada dengan Jaka Bodo langsung menghadap Sri Baginda. Walaupun raja sangat heran, karena patih hanya membawa seorang anak, Baginda masih mau memberi kesempatan dan Jaka Bodo mendapat pengawal. Jaka Bodo tak mau dibantu, tetapi ia mengatur tempat-tempat penjagaan, sehingga seluruh daerah istana itu dapat diawasi dengan sempurna. Pada malam pertama Jaka Bodo dapat bertanding dengan R. Pulunggana, tetapi tak dapat menangkapnya. Tetapi Jaka Bodo melihat, bahwa pencuri sakti itu dapat menghilang setelah dapat minum air.
Keesokan harinya ia mahan kepada Sri Baginda untuk membuang air dari daerah seluruh istana. Hal itu segera dilaksanakan, sehingga menjelang matahari terbenam, di istana dan daerah sekitarnya tak terdapat setetes air pun.
Pada malam kedua itu pun Jaka Bodo dapat rnendesak dan memburu-buru R. Pulunggana. Setelah beberapa lama berternpur R. Pulunggana rnerasa haus, tetapi ke rnanapun ia rnencari air tak didapatnya setetes pun. Akhimya dengan khawatir ia masuk ke dalarn karnar dewi Sekar-kernuning. Jaka Bodo tak berani mengejar . Ia kembali menghadap Sri Baginda untuk melaporkan bahwa pencuri bersembunyi di kamar tuan puteri Sekar-kemuning . Ia menganjurkan agar Sri Baginda menyuruh puteri menangkap pencuri itu.
Prabu Brawijaya segera menyuruh inang memanggil dewi Sekar-kemuning untuk menghadap Baginda . Setelah menghadap, Baginda berti tah :
“Wahai, Nini puteri. Menurut laporan Jaka Bodo, hanya Nini puterilah yang dapat menangkap pencuri sakti itu. Kini ia . bersembunyi di kamar Nini puteri.”
Dewi Sekar-kemuning hanya menjawab: “Daulat Tuanku. Titah ayahanda hamba junjung.” Karena ia dipesan oleh suaminya, Dewi Sekar-kemuning segera kembali ke kamamya dan bertemu dengan R .Pulunggana, katanya:
“Ayahanda menyuruh adinda menangkap kakan.da. Oh, kanda apakah yang akan terjadi?”
R.Pulungana membujuk-bujuk isterinya:
“Wahai Adinda, pujaan Kakanda . Dewi janganlah ragu-ragu. Sekarang ikatlah tang an Kakanda dengan cindei sutera yang Adinda pakai itu dan bawalah Kakanda menghadap Baginda.” Demikanlah R. Pulunggana dibawa menghadap Baginda. Setelah sampai, Baginda berkata :
“Nini puteri. Katakanlah kepadanya, bahwa aku minta hidup .matinya.
” Dewi Sekar-kemuning tak dapat menjawab dengan terang. Di sela-sela air matanya, ia berkata.
“Ayahanda, bila dia mati, hamba pun mati.
” Belum sampai Baginda menjawab, R.Pulunggana menyela:
“Wahai Tuanku. Hamba menyerahkan mati dan hidup hamba. Hanya hamba ingin tahu, senjata apakah yang akan dipergunakan untuk mernbunuh hamba . Bila masih “sisa grenda” hamba tidak akan takut.”
“Mengapa begitu? Siapakah kau ini?” kata maharaja Brawijaya dengan sabar . Baginda terharu oleh kejujuran dan keuletan hati pencuri sakti itu.
“Hamba bemama R. Pulunggana. Hamba tak lut akan senjata tajam, karen a hamba sebenarnya R. Jaka Bandung yang pernah mengabdi kepada Tuanku.”
Baginda terkejut: 0, 0, ngger!” Kepada Dewi Sekar-kemuning Baginda berkata: “Nini puteri. Bukalah ikatan suamimu itu Nini. Dia itu suamimu, Nini.”
Beberapa lama kemudian patih Gajah Mada menghadap bersama Jaka Bodo. Baginda berkata:
“Wahai patih Gajah Mada. Dengarkanlah titah. Pertama: R. Bandung atau R. Pulunggana kuangkat jadi panglima angkatan perang Majapahit dengan gelar R. Panular. Jaka Bodo kuangkat jadi patih dalam, bergelar Adipati. Kerjakanlah! ”
Patih Gajah Mada menjawab: “Daulat Tuanku! Titah Tuanku patih junjung.” ***
‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: BABAD TANAH JAWI; Galuh Mataram