Jaka Tarub
Pada sebuah desa bernama desa Tarub, hiduplah seorang janda muda yang telah ditinggal mati oleh suami dan anaknya. Masyarakat menyebutnya…
Pada sebuah desa bernama desa Tarub, hiduplah seorang janda muda yang telah ditinggal mati oleh suami dan anaknya. Masyarakat menyebutnya Nyai Tarup, Nyai Tarub itu sangat sedih hatinya, setiap hari ia berpuasa, setelah puasanya genap 35 hari. Nyai Tarub bemimpi bertemu dengan suaminya si suami memberinya seekor gajah yang masih kecil. Nyai Tarub sangat terkejut, lalu bangun pergi ke makam suaminya. Di pemakaman Nyai Tarub bertemu dengan Seh Maulana Maghribi lalu memberinya anak yang diberi nama Kidang telangkas, serta dibekali senjata yang sangat ampuh berupa sebatang tulup.
Bayi tersebut tumbuh dengan sangat cepat dan sehat, anak tersebut membawa rezeki bagi Nyai Tarub. Yang pada akhirnya setelah besar anak tersebut dikenal sebagai Jaka Tarub. Jaka Tarub sangat baik hatinya, sehingga disukai oleh penduduk desa itu, terutama anak-anak. Akan tetapi Jaka Tarub lebih suka bepergian sendiri ke hutan belantara, Untuk berburu burung. Berkali-kali Nyai Tarub melarangnya, namun selalu tidak diperhatikannya. Pada suatu hari ia melihat seekor burung yang bagus sekali suaranya. Tapi setiap kali hendak ditulupnya, burung itu terbang, maka tetap diikuti oleh ki Jaka Tarub.
Kebetulan hari itu Anggarakasih. Bidadari kayangan turun ke dunia untuk mandi di kolam di tengah hutan. Kebetulan burung itu membawa ki Jaka Tarub ke kolam dimana para bidadari sedang mandi. Ki Jaka Tarub melihat empat bidadari sedang mandi di kolam tersebut, yaitu dewi Nawang wulan, Mayang sari, Gagar mayang dan dewi Surendra. Pakaian mereka teronggok pada sebuah batu di tepi kolam. Jaka Tarub mengambil pakaiannya dari salah satu bidadari itu, kebetulan yang terambil adalah kepunyaan dewi Nawangwulan. Lalu pakaiannya tersebut dibawa pulang selanjutnya pakaiannya tersebut disembunyikannya di bawah tumpukan padi. Setelah itu ia kembali ke kolam dimana para bidadari mandi. Mendengar ada orang datang, bidadari-bidadari itu dengan cepat mengenakan pakaian, lalu terbang pergi.
Hanya dewi Nawangwulan yang tak dapat pergi, karena Pakaiannya tidak ada. Dengan kebingungan dewi Nawangwulan berkata serta berjanji siapa saja yang menemukan Pakaiannya, kalau laki-laki akan menjadi isterinya jika yang menekan perempuan dia akan mengabdikan dirinya, Ki Jaka Tarub memberikannya pakaian dewi nawang wulan, namun selendangnya tidak diberikan dan tetap pada tumpukan padi. Akhirnya Nyai Randa meninggal dan Jaka Tarub dikenal dengan sebutan Ki Ageng Tarub.
Perkawinan mereka sangat Berbahagia, sehingga setahun kemudian telah dianugerahi seorang anak perempuan yang cantik bagaikan ibunya, diberi nama Dewi Nawangsih. Suatu hari anaknya, menangis keras sekali. Kebetulan yang mengasuhnya ayahnya, karena ibunya sedang menanak nasi. Terpaksa ibunya menggantikan dan disuruhnya ki Tarub menunggu api nasi itu, dengan pesan, jangan sekali-kali dibuka tutupnya. Tetapi setelah lewat beberapa waktu, timbul keinginan ki Ageng Tarub untuk mengetahui isi dandang nasi itu. Dibukanya tutupnya dan dilihatnya di dalamnya hanya padi sebutir. Ki Ageng Tarub sangat heran, cepat-cepat ditutupnya dandang itu.
Setelah selesai menyusui anaknya, dewi Nawangwulan kembali ke dapur. Diberikannya anaknya kepada suaminya kembali. Dilihatnya nasi di dandang, tetapi tak ada nasi, yang ada hanyalah padi sebutir. Dewi Nawangwulan dengan sedih berkata kepada suaminya. “Kanda. Karena kanda tak mengindahkan pesan saya, maka terpaksa saya harus bersusah payah menumbuk padi dan memasak beras. Buatkanlah adinda lesung dan antan.” Ki Ageng Tarub minta maaf, tetapi apa hendak dikata, nasi telah menjadi bubur. Karena cara masak dewi Nawangwulan berubah seperti cara manusia, masak maka timbunan padi makin habis. Akhirnya didapatnya pakaian di bawah timbunan padi.
Dengan girangnya dikenakan pakaiannya lalu terbang pergi. Kepada suaminya ia berpesan: “Bila Nawangsih hendak menyusul, taruhlah di atas panggungan. Bakarlah jerami beras pulut hitam. Saya akan datang segera. Tahun-tahun bagai lari. Dewi Nawangsih tumbuh menjadi seorang puteri yang cantik jelita, tidak berbeda dengan ibunya.
‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: BABAD TANAH JAWI: Galuh Mataram