Perahu Slopeng
Ghairah Perahu Slopeng, Tidak seperti biasanya pantai utara Sumenep, Madura, tepatnya Pantai Slopeng, Kecamatan Dasuk dan Pantai Ambunten, sepi dari…
Ghairah Perahu Slopeng, Tidak seperti biasanya pantai utara Sumenep, Madura, tepatnya Pantai Slopeng, Kecamatan Dasuk dan Pantai Ambunten, sepi dari orang-orang yang sedang membuat perahu nelayan. Sejauh kaki melangkah biasanya terlihat warga sibuk membuat perahu.
Tapi kali ini lain. Saking sepinya tak satu pun kelompok orang kelihatan sedang membuat perahu nelayan. Paling tidak itulah pantauan Suara Desa ketika berkunjung ke Pantai Slopeng.
Namun Suara Desa tidak berputus «asa dalam usaha menemukan orang-orang yang sedang membuat perahu. Pemandangan orang membuat perahu sungguh indah sebab mereka tampak mencurahkan segenap energi untuk terciptanya perahu tercinta.
Kurang lebih 6 km ke arah barat, tepatnya di Kecamatan Ambunten, wartawan maj alah ini baru mendapatkan sekolompok warga, ada 5 orang, sedang “mancek” (membuat perahu, bahasa Madura, Red.). Mereka-sibuk membuat perahu nelayan berukuran panjang 5,60 meter dan lebar 2,20 meter.
Menurut salah seorang tukang perahu, Sulaiman, dalam beberapa tahun ini order memang sedang mengalami penurunan. Namun demikian pasar perahu juga tidak bisa dikatakan sepi.
“Bukan sepi tapi boleh dibilang menurun. Tapi untungnya saya punya juragan yang baik hati. Kami selalu dipanggil jika ada orderan perahu untuk nelayan. Mungkin itulah kenapa kami dengan teman-teman yang setia menemani saya tidak merasakan sepinya orderan,” terangnya.
Sulaiman warga Pasongsongan beserta 3 orang temannya selalu mendapat orderan dari seorang bos, sehingga dia tidak begitu merasakan sepinya pesanan perahu. Dalam menyelesaikan pesanan perahu nelayan yang rata-rata berukuran panjang 6 meter dan lebar 2 hingga 3 meter itu dia selalu ditemani 3 orang panjag (pembantu). Sulaiman pun menjadi kepala tukang perahu. Profesi ini sudah puluhan tahun dia geluti. Bahkan sejak umur belasan tahun lalu dia sudah ikut menjadi panjag, sehingga saat dewasa dia pun sudah biasa membuat perahu. . Misalnya dalam pembuatan perahu “Spirit Majapahit” yang dibuat oleh Dinas Pariwisata dan Olahraga Pem-kab Sumenep, Sulaiman juga ikut membidani perahu tersebut. “Ya, saya adalah salah seorang yang ikut membuat perahu yang katanya akan mengelilingi dunia itu,” terangnya, merendah.
Membuat perahu nelayan ukuran 6 m x 3 m itu, terang Sulaiman, hanya membutuhkan waktu sekitar 25 hari. Untuk itu dia membutuhkan kayu jati sekitar kurang lebih 15 m3.
“Sebenarnya membuat satu unit perahu lengkap dengan mesin serta jaring penangkap ikan itu tidaklah terlalu mahal,” katanya. Menurut Toha, salah seorang tukang teman Sulaiman, membuat satu unit perahu yang lengkap mesin dan jaring penangkap ikan hanya membutuhkan biaya sekitar Rp 35.000.000.
“Sebenarnya bagi orang-orang yang banyak uang untuk memiliki satu unit perahu nelayan lengkap dengan jaring cukup menyediakan uang sekitar Rp 35 juta aja Pak. Tapi kami dan para nelayan lainnya uang sebesar itu cukup besar, dan dari mana juga kami harus mendapatkan uang sebesar itu,” katanya.
Mereka dalam menyelesaikan satu unit perahu nelayan seukuran tersebut oleh majikan dibayar secara borongan. Satu unit perahu dibayar untuk 2 orang tukang Rp 7 juta dan untuk 2 pembantu tukang dibayar Rp 5 juta, dengan waktu sekitar 22 hari hingga 25 hari. Sayangnya Sadik, pemilik perahu saat ditemui Suara Desa di kediamannya di Ambunten, tidak ada di tempat karena sedang bepergian, (olan)
‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: SUARA DESA, Edisi 04, 15 Mei-15 Juni 2012