Saturday, December 7, 2024
Semua Tentang Jawa Timur


Mbok Rara Kembang Sore

Cerita Bahasa Jawa Daerah Tulungagung Tersebut dalam sebuah ceritera, pada suatu hari, mBok Rara Kembang Sore, yaitu putra putri Pangeran…


Cerita Bahasa Jawa Daerah Tulungagung

Tersebut dalam sebuah ceritera, pada suatu hari, mBok Rara Kembang Sore, yaitu putra putri Pangeran Danu, Adipati di Betak, sedang bercengkrama di Tamansari. Betapa terkenjutnya mBok Rara Kembang Sore ketika ada seseorang yang tiba-tiba datang ke tempatnya. Setelah dilihat dengan seksama yang datang tadi, tidak lain adalah pa­mannya sendiri yaitu Pangeran Kalang. Pangeran Kalang berkata kepada mBok Rara Kembang Sore, bahwa kedatangannya tersebut untuk menca­ri perlindungan mencari tempat persembunyian karena dikejar oleh Lembu Peteng. Tentu saja mBok Rara Kembang Sore tidak berkeberatan, jika Pangeran Kalang bersembunyi di tempat tersebut, karena masih pamannya sendiri, lagi pula waktu itu sedang dalam pengejaran. Tak ter­duga-duga, Lembu Peteng yang mengejar-ngejar sudah sampai juga dan sudah masuk.

Pengeran Kalang sudah sampai di Betak dan masuk ke Tamansari. Ketika mengetahui bahwa ada seorang putri yang sangat molek di Tamansari tersebut Lembu Petang kemudian bertanya, “Apa­kah mBok Rara Kembang Sore melihat Pangeran Kalang?” Tentu saja mBok Rara Kembang Sore tidak akan mengakui bahwa Pangeran Kalang ada di situ. Karena kecantikan mBok Rara Kembang Sore, Lembu Peteng lama kelamaan pun bahwa sebenarnya yang dituju adalah mencari Pange­ran Kalang. Selanjutnya Lembu Petang tertarik akan kecantikan mBok Rara Kembang Sore. Lama-kelamaan Lembu Petang ingin memperistri mBok Rara Kembang Sore. Karena mBok Rara Kembang Sore juga ter­tarik kepada Lembu Peteng, maka lama kelamaan Lembu Peteng dan mBok Rara Kembang Sore saling memadu kasih di Tamansari.

Ketika Pangeran Kalang mengetahui dari tempat persembunyi­annya bahwa mBok Rara Kembang Sore dengan Lembu Peteng saling memadu kasih, terbakar hatinya, marah sekali, karena kemenakannya akan diperisteri oleh Lembu Peteng. Pangeran Kalang segera masuk ke Kadipaten Betak, mengatakan kepada kakandanya bahwa anaknya si Rara Kembang Sore saling memadu kasih dengan lawannya yaitu Lembu Peteng. Setelah Adipati Betak mendengar laporan adindanya, tanpa di­pikir, juga marah-marah dan segera masuk ke Tamansari mencari Lembu Peteng untuk dibunuh. Akhirnya terjadilah perang di Tamansari.

Lembu Peteng lari, menggandeng mBok Rara Kembang Sore. Karena sudah jatuh hati kepada Lembu Peteng, maka mBok Rara Kembang Sore juga ikut lari. Lembu Peteng dan mBok Rara Kembang Sore pergi ke Barat sampai di pinggir sungai. Adipati Betak sulit mencarinya, karena kehilangan jejak, kemudian bertemu dengan Kyai Kasan Besari, kemudian diceriterakan-lah apa yang baru terjadi. Kyai Kasan Besari ingin membantu Adipati Betak mencari Lembu Peteng. Akhirnya tempat persembunyian Lembu Peteng dapat diketahui oleh Kyai Kasan Besari serta Adipati di Betak sehingga terjadi­lah peperangan. Lembu Peteng berhasil dibunuh oleh Kyai Kasan Besari. Terbunuhnya Lembu Peteng tersebut oleh punakawannya dila­porkan ke Majapahit. Tidak berapa lama, utusan dari Majapahit datang mencari Pangeran Kalang dan Kyai Kasan Besari sehubungan dengan matinya Lembu Peteng. Adipati Betak yaitu Pangeran Bedaung, karena takutnya kepada utusan” dari Majapahit kemudian bersembunyi lari ke Selatan. Oleh utusan dari Majapahit, Pangeran Bedaung terus dikejar-kejar. Karena sangat takutnya akhirnya Pangeran Bedaung bunuh diri, masuk ke dalam telaga sehingga mati. Telaga tempat Pangeran Bedaung bunuh diri disebut Kedung Bedaung

Konon, ketika mBok Rara Kembang Sore mengerti bahwa dahu­lu Lembu Peteng mati dibunuh oleh Kyai Kasan Besari, mBok Rara Kem­bang Sore terus bersembunyi mencari perlindungan, lari ke Selatan ke Dadapan. Di desa Dadapan tersebut, ada seorang janda tua yang oleh orang-orang di sekitarnya dikenal dengan sebutan mBok Randa Dadapan, mBok Rara Kembang Sore ingin berlindung kepada mBok Randa Dada­pan, supaya tidak ketahuan oleh utusan Kyai Kasan Besari ataupun utus­an Majapahit. mBok Rara Kembang Sore ikut mBok Randa Dadapan cukup lama, oleh mBok Randa Dadapan dianggap sebagai anaknya sendiri. Selain itu mBok Randa Dadapan mempunyai seorang anak lelaki yang bernama Jaka Bodo, yang sudah menginjak dewasa. Karena mBok Rara Kembang Sore sangat cantik, Joko Bodo jatuh hati kepada mBok Rara Kembang Sore dan berulang kali menge­luarkan isi hatinya ingin memperistri. Dengan sendirinya mBok Rara Kembang Sore tidak mau, karena Joko Bodo dianggap bukan jodohnya.

Joko Bodo tidak putus asa, berulang kali mengungkapkan isi hatinya. Lama kelamaan mBok Rara Kembang Sore, mau mengabulkan apa yang menjadi keinginan Joko Bodo, asal Joko Bodo melaksanakan apa yang dikehendaki oleh mBok Rara Kembang Sore. Tersebut dalam cerita, pada suatu hari, mBok Randa Dadapan sedang pergi, Jaka Bodo dan mBok Rara Kembang Sore tinggal di rumah, mereka berdua saling berunding, akhirnya mBok Rara Kembang Sore mau diperistri, asal Jaka Bodo mau bertapa bisu di gunung yang berde­katan dengan desa tersebut. Tentu saja Jaka Bodo sanggup melaksanakan apa yang tersebut di dalam syarat-syarat tadi. Kemudian Jaka Bodo berangkat ke gunung yang dimaksud dan mBok Rara Kembang Sore lari secepat-cepatnya ke arah Barat.  Betapa terkejutnya mBok Randa Dada­pan setelah tiba di rumah, keadaan rumah waktu itu sangat sepi, anaknya dipanggil berulang-kali tidak menyahut, Rara Kembang Sore juga tidak ada, mereka dicari ke sana kemari tidak ada. Lama kelamaan mBok Randa Dadapan mengetahui bahwa Jaka Bodo duduk termenung-menung di atas punggung gunung, tentu saja mBok Randa Dadapan hatinya sangat sakit. Jaka Bodo betul-betul berada di tempat tersebut, tetapi dipanggil hanya diam saja. Karena ma­rahnya, Jaka Bodo disabdakan jadi batu oleh mBok Randa Dadapan, “Anak dipanggil diam saja seperti batu!”. Seketika itu juga Jaka Bodo jadi batu. mBok Randa Dadapan kecewa hatinya, karena sabdanya ternyata sakti. Sekarang tempat tersebut menjadi sebuah tempat yang ramai. Gunung tempat Jaka Bodo bertapa tersebut, sekarang disebut gunung Duwung (Duwung: menyesal).

Tersebut dalam cerita, bahwa mBok Rara Kembang Sore ketika lari ke Barat tadi, sampailah ke gunung Cilik, bersemadi dan menjadi resi yang bernama Resi Winadi Rara Kembang Sore. Resi Winadi mempunyai cantrik dua orang, sangat termashur, bernama Sarwa dan Sarwana. Kedua orang cantrik tersebut adalah cantrik-cantrik kesayangannya. Resi Winadi ingin mengadu kesaktian pusakanya dengan Pangeran Kalang. Sarwa diutus ke Betak untuk menyampaikan hal tersebut. Jika pusaka Resi Winadi kalah, Resi Winadi akan tunduk kepada Pangeran Kalang, diapakan saja mau, tetapi sebaliknya bila pusaka Resi Winadi menang dan Pangeran Kalang ingin memiliki pusaka tersebut, maka Pangeran Kalang harus datang sendiri ke gunung Cilik untuk menemui mBok Rara Kembang Sore. Caranya mengadu pusaka. Pusaka ditancapkan pada pohon beringin di Betak, bila daun beringin tersebut berguguran dan pohonnya tumbang, berarti pusakanya menang. Tetapi jika daun-daunnya tidak gugur dan pohonnya tidak tumbang berarti pusakanya kalah. Ketika Sarwa sudah sampai di Betak, ia memberitahukan mak­sud kedatangannya kepada Pangeran Kalang. Pangeran Kalang menye­tujui adu kesaktian pusaka tersebut. Kedua pusaka dibawa ke alun-alun . Yang akan dilihat kesaktiannya lebih dulu adalah pusaka Pangeran Kalang, pusaka tersebut ditancapkan pada beringin kurung di alun-alun, tetapi jangankan pohonnya tumbang, daunnya saja satu pun tidak ada yang gugur. Setelah itu yang akan dilihat kesaktiannya adalah pusaka dari gunung Cilik kepunyaan Resi Winadi. Yang menancapkan pada be­ringin kurung tersebut adalah cantrik Sarwa, seketika itu juga daun-daun­nya berguguran dan pohonnya tumbang. Dengan kejadian tersebut Pangeran Kalang mengakui kekalahannya dan ingin memiliki pusaka dari gunung Cilik tersebut. Tentu saja Sarwa tidak berkeberatan akan hal ini, namun asal Pangeran Kalang mau memenuhi syarat-syaratnya. Yaitu datang sendiri ke gunung Cilik, sesudah sampai harus berjalan jongkok dan tidak boleh melihat ke atas sebelum diberi ijin.

Berhubung ingin sekali memiliki pusaka yang sakti, maka Pange­ran Kalang tidak berkeberatan memenuhi apa yang jadi syarat-syaratnya. Dengan diantarkan oleh cantrik Sarwa, pengikut-pengikut yang lain, serta para prajurit, Pangeran Kalang berangkat ke gunung Cilik. Alkisah keadaan di Betak sesudah Pangeran Kalang dan cantrik Sarwa berangkat, Kadipaten Betak dilanda banjir besar karena tutup air yang ada di bawah Watu Gilang di Tamansari dibuka oleh cantrik Sar-wana. Setelah tutup air sumber dibuka seketika air meluap merupakan banjir besar. Sarwana selamat karena sudah menyediakan rakit. Kota Betak jadi hiruk pikuk banyak orang yang lari menyelematkan diri. Pangeran Kalang yang diantar cantrik Sarwa telah sampai di gunung Cilik tempat Resi Winadi yang sedang duduk di atas bukit, dan Resi Winadi melihat, datangnya Pangeran Kalang yang diantar oleh cantrik Sarwa dari kejauhan. Setelah sampai di bukit itu, Resi Winadi berkata, bahwa Pangeran Kalang boleh menengadah ke atas melihatnya. Setelah menengadah ke atas Pangeran Kalang terkejut bahwa Resi Winadi itu tidak lain adalah Rara Kembang Sore.

Karena malu Pangeran Kalang terus lari dengan tidak berniat lagi untuk meminta pusaka. Ia lari menuju ke arah timur. Ia malu terha­dap kemenakannya, ia malu terhadap Resi Winadi, yang dulu menjadi musuhnya. Resi Winadi ingin membalas malu pamannya dan pembalasan itu terlaksana, dengan mengalahkan pusaka Pangeran Kalang oleh karena­nya Pangeran Kalang menuruti segala persyaratannya.  Sebelum Pangeran Kalang sampai di gunung Cilik, telah datang dari Majapahit yakni patih Gajah Mada beserta tentaranya bersamaan dengan Sarwana yang disuruh Resi Winadi ke Betak malaporkan hasil penugasannya. Selain itu ibu Resi Winadi yakni Rara Mursada juga datang ke gunung Cilik. Tentu saja Resi Winadi dan Rara Mursada saling berpelukan dan bertangisan setelah mendengar peristiwa di Betak tentang kematian Rara Inggit akibat dikejar-kejar oleh Pangeran Kalang. Resi Winadi sangat marah dan membalasnya.

Karena malu terhadap Rara Mursada bercampur takut terhadap patih Majapahit, Pangeran Kalang lari menyelamatkan diri. Tentu saja Patih Gajah Mada beserta tentaranya mengejar, untuk menangkap Pangeran Kalang. Terjadilah perang antara’ tentaraKalang dan tentara Majapahit. Tentara Pangeran Kalang semuanya hampir tewas hanya Pangeran Kalang yang berhasil melarikan diri. Tempat peperangan antara pasukan Gajah Mada dan prajurit Pangeran Kalang disebut Batang Sauren. Akibat banyaknya mayat dalam peperang­an itu. Pangeran Kalang kalah dan terus lari dikejar Gajah Mada akhirnya tertangkap. Pangeran Kalang ditusuk dengan berbagai senjata tombok, pedang, se­hingga badannya hancur, tempat itu di$ebut Jonggulu. Sampai sekarang desa itu masih ada dekat gunung Cilik. Walaupun badan Pangeran Kalang telah hancur ia masih dapat lari terus dikejar tentara Majapahit, badanya dirobek-robek oleh Patih Gajah Mada. Tempat peristiwa dirobek-robek-nya badan Pangeran Kalang disebut Kalangbret. Walaupun demikian Pangeran Kalang berusaha melarikan diri. Karena kehabisan tenaga maka ia mencari persembunyian di tepi kali.

Akhirnya Pangeran Kalang mati di tepi kali dan kali itu bergua, tempat itu disebut desa Ngesong. Setelah keadaan aman utusan Maja­pahit Patih Gajah Mada pulang ke Majapahit. Tempat pertapaan mBok Rara Kembang Sore di gunung Cilik Rampai sekarang menjadi tempat pemujaan, demikian pula makam mBok Rara Kembang Sore di Gunung Bulu.

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur:  Cerita Rakyat Daerah Jawa Timur. Drs. Leo Indra Ardiana, Jakarta,1984, hlm.