Khasanah Wayang Jombangan
Walaupun kehidupan wayang kulit di Indonesia khususnya di Jawa pada dasarnya mempunyai sumber cerita yang sama, namun dalam perkembangannya sebagai…
Walaupun kehidupan wayang kulit di Indonesia khususnya di Jawa pada dasarnya mempunyai sumber cerita yang sama, namun dalam perkembangannya sebagai seni pertunjukan yang masih eksis di Jombang dan mempunyai ragam gaya yang berbeda-beda, sehingga menjadi salah satu khasanah budaya bangsa. Oleh karena itu dalam melestarikan seni budaya wayang perlu adanya pemilahan baik secara pribadi maupun kelompok; dimana wayang itu hidup dan bagaimana latar belakang budaya masyarakatnya. Dengan berpijak pada dua hal tersebut, niscaya tidak akan terjadi suatu kesalah pahaman serta kesalahkaprahan dalam bersikap dan pembinaannya.
Perbedaan dua gaya tersebut, bahkan mungkin apa yang telah dilakukan oleh Ki Heru dengan eksistensinya semata-mata meniti pada sebuah proses tumbuh dan berkembangnya pakeliran untuk masyarakat luas, baik dari kalangan atas maupun kalangan masyarakat bawah, dikembangkan oleh rakyat berdasarkan standar budaya dan selera rakyat (Soenarto Timoer, 1988). Maka dari itu, bukan suatu hal yang aneh jika perbedaan maupun penggarapan yang sudah ada akan berkembang mewarnai dunia wayang.
Sekarang banyak sekali bermunculan dalang muda dan sarjana baik dari dalam maupun luar negeri menyajikan serta menulis tentang wayang. Semuanya dilakukan karena didorong oleh rasa cinta terhadap seni budaya wayang sehingga di era modern ini banyak yang memberikan sumbangsih pikiran demi kelestarian budaya wayang.
Dilihat dari aspek sosiokulturalnya, masyarakat Jombang merupakan pembauran budaya dari ‘berbagai daerah yang ada di sekitarnya. Akibatnya, pertumbuhan seni pedalangan di Jombang timbul beberapa perbedaan di antara dalang-dalang Jombang itu sendiri. Seperti yang nampak pada dalang Ki Guno Rejo (almarhum), Ki Soewito, Ki Suwadi, Ki Asri Budiman (almarhum) dan Ki Sareh, yang menjadi panutan para dalang yang secara langsung maupun tidak langsung turun-temurun sampai sekarang, termasuk perbedaan pakeliran yang disajikan oleh Ki Heru Cahyono.
Jadi pada dasarnya bentuk pertunjukan wayang di Jombang hampir sama dewasa ini, tetapi dalam penyajian dalam hal-hal tertentu terdapat garap sajian yang berbeda, seperti garap unsur-unsur pakeliran tersebut di atas, hal itu dikerenakan adanya aliran dan kepribadian dalang yang berbeda-beda pula. Perbedaan aliran bukanlah suatu hal yang perlu diperdebatkan, justru oleh karenanya itu merupakan suatu kekayaan yang mendukung keberlanjutan wayang Jombangan dalam perkembangan meniti masa depan.
Dengan kata lain bahwa pertumbuhan wayang Gaya Cek-Dong lebih tertinggal dari Gaya Kulonan. semestinya ada partisipasi dari pejabat tinggi pemerintah, supaya perkembangan pakeliran Gaya Cek-Dong dapat tumbuh serta digemari masyarakat pendukungnya, seperti dalang-dalang Jawa Tengah yang telah dikenal dan dipentaskan di daerah ibukota negara atau dalam skala lebih kecil ditanggap oleh orang-orang penting maupun pejabat tinggi pemerintah daerah. Demikian halnya dengan pakeliran Gaya Jawa Timuran atau Jombangan? Harus ada campur tangan dari pihak pemerintah maupun para cendekiawan pada tingkat perkembangan dan pertumbuhan masa depannya. Oleh karenanya jangan lagi ada penghakiman berdasarkan doktrin-doktrin yang bukan standar mutu potensi mereka.
Tujuan kedepan wayang Jombangan sangat ditentukan oleh selera budaya rakyat setampat, namun untuk mencapai kesepadanan dengan perkembangan jaman perlu adanya pembinaan dan pengakuan dari pemerintah daerah serta pihak-pihak tertentu yang terkait, terutama pada ciri khas budaya Jombang. Dan tentu saja pembinaan dan pembangunan seni pertujukan wayang Jombangan nantinya tidak mengurangi nilai-nilai selera rakyat, disamping Gaya Jawa Tengahan dan Gaya Jawa Timuran (Trowulan) masih ada gaya yang memiliki perbedaan menonjol oleh Ki Heru yang dengan harapan, nantinya dapat disebut dengan Gaya Cek-Dong Jombangan. Saling pengertian, kesepahaman antara pihak pemerintah maupun budayawan dan para seniman dalang (di Jombang) adalah merupakan faktor utama dalam pembinaan untuk memunculkan wayang Jombangan kepermukaan masyarakat luas.
‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Heru Cahyono, Wayang Jombangan: Penelusuran Awal Wayang Kulit Gaya Jombangan. Jombang, Pemerintah Kabupaten Jombang KANTOR PARBUPORA, 2008. hlm. 22-23