Kebudayaan Masyarakat Jombang
Kabupaten Jombang memiliki 21 Kecamatan dengan posisi geografis berada di bagian tengah Propinsi Jawa Timur bersebelahan dengan daerah yang memiliki…
Kabupaten Jombang memiliki 21 Kecamatan dengan posisi geografis berada di bagian tengah Propinsi Jawa Timur bersebelahan dengan daerah yang memiliki etnis yang berbeda. Sebelah Timur Kabupaten Mojokerto yang merupakan daerah etnis budaya “arek”, sebelah Utara Kabupaten Lamongan yang mempunyai etnis campuran budaya Jawa Timuran dan pesisir Utara, sebelah Barat Kabupaten Nganjuk dengan budaya Jawa Tengah, sebelah Selatan Kabupaten Kediri juga etnis Jawa Tengah/Panaragan, arah Tenggara Kabupaten Malang merupakan daerah etnis Jawa Timur pesisir Selatan. Oleh karena itu dalam perkembangan peradaban, daerah Jombang tidak luput dari pengaruh wilayah sekitarnya.
Sunarto timur dalam bukunya membagi daerah Jawa Timur berdasarkan wilayah budaya menjadi beberapa wilayah etnis:
1. Etnis Jawa Osing, meliputi eks karsidenan Besuki dan Madura.
2. Etnis Jawa Timuran, meliputi karsidenan Malang, Sidoarjo, Jombang, Mojokerto, Surabaya, Gresik dan Lamongan.
3. Etnis Jawa pesisir Utara, yaitu Tuban, Gresik dan Bojonegoro,
4. Etnis Jawa pesisir Selatan, yaitu Pasuruan dan Malang Selatan.
5. Etnis Jawa Tengah, meliputi eks karsidenan madiun dan eks karsidenan Kediri.
Dilihat dari letak geografis, Jombang termasuk daerah etnis budaya Jawa Timuran yang mempunyai ragam campuran budaya, yaitu etnis Jawa Timuran atau budaya “arek”, etnis Madura, Panaragan, Mataraman dan etnis jawa Tengahan. Hal ini dapat dilihat oleh banyaknya imigran dari luar daerah yang menetap sebagai penduduk Jombang sejak dahulu, sehingga kebudayaan yang meraka bawa membaur dengan kebudayaan setempat. Sampei saat ini kebudayaan masyarakat Jombang memiliki warna khas yang menunjukkan perbedaan dengan masyarakat berkebudayaan atau etnis Jawa Timur aslinya. Ciri khas kebudayaan masyarakat Jombang tercermin dalam adat-istiadat bahasa dialek dan kesenian mereka.
Adat-istiadat orang Jombang begitu nampak dalam kehidupan masyarakat luar kota, karena masyarakat kota merupakan masyarakat yang sangat sulit untuk dipilah-pilahkan karena percampuran lingkungan heterogen dan pribumi sudah berbaur seiring dengan berkembangnya pola kehidupan jamannya. Namun jika kita memandang lingkungan di daerah luar perkotaan, dapat kita ketahui bahwa masyarakat Jombang merupakan manivestasi budaya masyarakat multi kultural.
Seperti budaya masyarakat didaerah Kecamatan Ngoro, Bareng, Mojowarno, Wonosalam, Jogoroto, Mojoagung, Sumobito, Kesamben secara umum memiliki latar belakang bahasc dialek dan adat-istiadat etnis Jawa Timuran asli/budaya “arek” hal ini ditandai dengan logat bicara yang berciri dengan menggunakan ucapan akhiran …se maupun …tah; contoh: ya’apa se, nang endi se, babah se. iya tah. age tah, wis mari tah dan sebagainya. Kemudian tercermin pada penekanan ucapan kata sifat biasa dipanjangkan, misalnya: adoh menjadi u…adoh. gedhe menjadi gu…edhe, apik menjadi u…apik, ireng menjadi u…irengdan sebagainya.
Berbeda dengan daerah Di Kecamatan Tembelang. Plandaan, Ploso, Kabuh, Kudu. Ngusikan tercemin budaya campuran etnis pesisir Utara, etnis Osing dan Jawa Tengahan. Hal ini dapat dibuktikan dengan kebiasaan dan dialek mereka sehari-hari memakai bahasa budaya kulonan (Jawa Tengahan) dan akhiran …ta; seperti: kowe, kuwi, ora, piye ta, endhi ta dan sebagainya. Anehnya di satu wilayah ini tepatnya di Desa Manduro Kecamatan Kabuh, masyarakatnya mempunyai bahasa dan kesenian Madura.
Di daerah tersebut kehidupan sehari-hari mayoritas sebagai petani padi dan patani tembakau, tetapi meraka juga suka berkesenian, seperti: kesenian ludruk, wayang kulit, dangdut, tayub dan campur sari. Dalam adat-istiadat masih menampakkan adat kejawaannya (kejawen); misalnya: walaupun agama yang dianut adalah agama islam tata cara berbicara, sikap dan tingkah laku dalam pergaulan jika bertamu biasa atau lebih akrab menggunakan kata kula nuwun atau nuwun sewu.
Lain halnya dengan di Kecamatan Megaluh, Perak, Diwek, Gudo dan Jombang bagian Barat di mana mereka memiliki etnis atau budaya campuran Jawa Tengah, Mataraman, Panaragan dan sedikit bercampur dengan budaya Jawa Timuran karena daerahnya berbatasan dengan Kabupaten Nganjuk, Kediri dan sebelah Timur Kecamatan Jombang adalah Kecamatan Jogoroto. Logat bicaranya-pun campuran budaya Jawa Tengahan/Mataraman dan budaya “arek”; contoh: piye se, ora se, gak mulih ta dan sebagainya. Walaupun pola kehidupan sehari-hari mayoritas sama dengan daerah tersebut diatas tetapi masih terdapat perbedaan, contoh: jenis keseniannya lebih dekat dengan budaya Jawa Tengahan, seperti wayang kulit, wayang krucil. Kuda Lumping jenis Sambaya dan kesenian reog Ponorogo.
Hal lain yang menurut tata bahasa Jawa janggal tetapi sudah menjadi kebiasaan mereka menggunakan tingkatan bahasa karma; misalnya: kula badhe siram, kula sampun dhahar, kula mboten pirsa. Sebaliknya tutur sapa kepada orang lain yang dihormati tata bahasanya di balik; misalnya: bapak sampun nedha, ibu tilem, mbah kesah, dan sebagainya. Mereka menyadari hal semacam itu, tetapi masih tetap dilakukannya karena sudah menjadi kebiasaan hingga turun- temurun sampai sekarang. Sehingga kebiasaan seperti itu disebut salah kaprah, artinya suatu yang tidak benar tetapi dianggap biasa. (Suyanto. 2002:7).
Secara universal masyarakat Jombang menunjukan kepribadian dan kehidupan mayoritas sebagai petani padi, sikap dan pola pikir yang terbuka (blak-blakan). Selain potensi alam yang dimiliki, di Kabupaten Jombang banyak terlahir tokoh yang mewarnai bumi pertiwi baik di tingkat lokal, regional, nasional bahkan diperthitungkan di tingkat internasional. Sehingga sampai sekarang masih bermunculan potensi sumber daya manusia di berbagai bidang, salah satunya bidang seni budaya yang mencerminkan budaya campuran, yaitu budaya Jawa Timuran, Jawa Tengahan, Jawa Pesisir Utara, Jawa Pesisir Selatan, Mataraman, Panaragan dan etnis Osing.
Menurut Ki Sareh, bahwa masyarakat Jombang merupakan wadah dan isi kebudayaan. Maksud kata wadah di sini adalah suatu tempat yang dijadikan penampungan dari berbagai etnis yang datang dan membaur satu dengan yang lainnya. Sedangkan isi adalah para tokoh serta pelaku seni budaya yang sadar akan pelestarian dan perkembangan seni budaya daerah. Sehingga keragaman budaya tersebut sebagai latar belakang seni budaya daerah yang majemuk menjadi kepribadian budaya masyarakat Jombang yang disebut “Gaya Jombangan” (Sareh, wawancara 2004). Di sisi yang lain ada pendapat Drs. Nasrul llah sebagai salah satu budayawan Jombang yang perlu digaris bawahi, karena relitanya Kabupaten Jombang mempunyai beberapa macam bentuk kesenian rakyat, seperti: Besutan, Ludruk, Jaran Kepang Dor, Hadrah, Kentrung, Sandur, Wayang Krucil, Wayang Topeng, Wayang Kulit dan sebagainya; di mana semua itu mencerminkan kearifan lokal masyarakat Jombang yang memiliki ragam berbeda dengan etnis Jawa Timuran yang lainnya (Nasrul llah, wawancara 2005).
‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Heru Cahyono, Wayang Jombangan: Penelusuran Awal Wayang Kulit Gaya Jombangan. Jombang, Pemerintah Kabupaten Jombang KANTOR PARBUPORA, 2008. hlm. 1-3