Puncak Kebesaran Kerajaan Majapahit
Oleh Danang Wahyu Utomo, SS. Pada tahun 1350 M putra mahkota Hayam Wuruk dinobatkan menjadi Raja Majapahit. Ia bergelar Sri…
Oleh Danang Wahyu Utomo, SS.
Pada tahun 1350 M putra mahkota Hayam Wuruk dinobatkan menjadi Raja Majapahit. Ia bergelar Sri Rajasanagara, dan dikenal pula dengan nama Bhre Hyang Wekasing Sukha. Ketika ibunya, Tribhuwanottunggadewi masih memerintah, Hayam Wuruk telah dinobatkan menjadi raja muda (rajakumara) dan mendapat daerah Jiwana sebagai daerah lungguhnya.
Jiwana adalah ibukota Kahuripan sehingga ia juga disebut dengan Bhre Kahuripan. Dalam menjalankan pemerintahannya Hayam Wuruk didampingi oleh Gajah Mada yang menduduki jabatan patih hamangkubhumi. Jabatan ini sebenarnya sudah diperolehnya ketika ia mengabdi kepada raja Tribhuwanottunggadewi, yaitu setelah ia berhasil menumpas pemberontakan di Sadeng.
Dengan bantuan patih hamangkubhumi Gajah Mada Raja Hayam Wuruk berhasil membawa kerajaan Majapahit ke puncak kebesarannya. Seperti halnya Raja Kertanagara yang mempunyai gagasan politik perluasan cakrawala mandala yang meliputi seluruh dwipantara, Gajah Mada ingin melaksanakan pula gagasan politik nusantara-nya yang telah dicetuskannya sebagai sumpah palapa di hadapan raja Tribhuwanottunggadewi dan para pembesar kerajaan Majapahit.
Dalam rangka menjalankan politik nusantaranya itu satu demi satu daerah-daerah yang belum bernaung di bawah panji kekuasaan Majapahit ditundukkan dan dipersatukannya. Pengaruh kekuasan dan kerjasama Majapahit meluas sampai keluar Nusantara. Kerjasama itu dilakukan dengan kerajaan lain seperti Malaya, Siam, Ayuthia, Lagor, Siam, Singapura, Campa, kambodia, Anam, India, dan Cina.
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, kehidupan masyarakat di segala bidang sudah sangat maju dan sangat teratur, misalnya dalam kehidupan keagamaan antara pemeluk agama Buddha dan Hindu Saiwa hidup berdampingan dengan damai. Bahkan dalam struktur pemerintahan Kerajaan Majapahit terdapat jabatan bagi pendeta Budha yaitu (dharmadhyaksa kasogatan/Buddha dharmadliyaksa) dan pendeta Hindu Saiwa yaitu (dharmadhyaksa kasaiwan/Saiwa dharmadhyaksa). Mereka adalah pengawas tertinggi mandala di daerah yang menjadi milik keluarga ulama dan agama-agama masing-masing itu.
Dalam bidang pemerintahan sudah terlihat keteraturan tata prajanya dengan adanya jabatan-jabatan yang fungsional pada waktu itu, seperti para pegawai tingkat tinggi {pejabat tinggi) yaitu: tiga orang mantri besar (mandarin-mandarin) Hino, Sirikan, dan Halu. Kemudian dibawahnya ada jabatan Tumenggung, Demang,Kanuruhan, Rangga merupakan kepala departemen bagian sipil, sedangkan Juru Pengatasan adalah kepala bagian militer.
Untuk jabatan pengadilan yang bersifat religius adalah dua orang dharmadhyaksa (Saiwa dan Buddha) dibantu tujuh orang uppapati. Selanjurnya adalah jabatan Mantri bhujangga (cendekiawan) berkecimpung dalam berbagai cabang ilmu diharapkan dapat memberikan nasehat duniawiyah dan memberi runtunan rohaniyah. Dan sebagai pelaksana ditingkat bawah adalah berbagai pangkat tengahan dan rendahan seperti mantra (mandarin atau pembesar), para tanda (kepala jawatan), para gusti (kepala rendahan), dan wadyahaji. Punggawa mungkin sekali masih sanak saudara raja dari tingkat rendah yang menghambakan diri di istana.
Bhayangkari bertugas sebagai penjaga pintu gerbang dalam lingkungan istana, merupakan pengawal pribadi raja. Pasukan pengatasan yang merupakan seluruh kekuatan militer yang ada di bawah perintah raja. Kelompok hamba raja tingkat seluruhnya dinamakan balagawa. Hamba raja di luar lingkungan istana disebut mantri (pembesar). Seluruh struktur tersebut diperkuat dengan adanya jabatan yang ada di daerah bawahan biasanya tergolong sebagai bangsawan daerah (mantri akuwu ring pinggir) terdiri dari gubernur (adhipati).
Dalam bidang kebudayaan, masyarakat Majapahit waktu itu sudah sangat maju. Hal ini dibuktikan dari banyaknya hasil-hasil budaya yang dapat kita temukan sampai sekarang. Hasil-hasil kebudayaan antara lain dapat digolongkan dalam jenis seni bangunan/arsitektur, seni kriya (patung dan handycraft), dan seni pertunjukan. Selain itu juga telah banyak dihasilkan berbagai karya tulis kesusastraan bernilai tinggi yang ditulis oleh para pujangga antara lain:
- Kitab Nagarakartagama (desawamana) yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dan diselesaikan pada tahun 1365.
- Kakawin Arjunawijaya ditulis oleh Mpu Tantular pada masa pemerintahan Raja Rajasanagara (Hayam Wuruk) 1350 -1389 M.
- Kakawin Sutasoma ditulis oleh Mpu Tantular di bawah lindungan Sri Ranamanggala pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk. sekitar tahun 1385 M.
- Kakawin Lubdhaka (Siwaratrikalpa) ditulis oleh Mpu Tanakung pada pertengahan abad XV di bawah lindungan Sri Adisuraprabhawa.
- Kakawain Wrttasancaya ditulis oleh Mpu Tanakung.
- Kakawin Banawa Sekar ditulis oleh Mpu Tanakung.
- Kakawin Kunjarakarna Dharmakathana ditulis oleh seorang pujangga yang menamakan diri Mpu Dusun penulis dari pedalaman.
Dari puncak kejayaan Majapahit ada tiga mutiara yang diwariskan sebagai pusaka bangsa Indonesia. Ketiga pusaka itu ialah bendera merah putih (tunggul bang tawan putih) dari prasasti Kudadu, wawasan nusantara (dwipa mandala) dan bhineka tunggal ika (bhineka tunggal ika tan hana dharma mangrwa) dalam kakawin Sutasoma tulisan Mpu Tantular.
‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: DESAWARNAMA; Bukletin Arkeologi;no. 04, 2007, hlm. 37.