Wednesday, March 22, 2023
Semua Tentang Jawa Timur


Raja Jayanegara Gugur

Sinar rembulan tiada mampu menerangi jagad raya, karena terhalang mega mendhung, sehingga suasana kotaraja Majapahit menjadi gelap gulita. Tiba-tiba suasana…

By Pusaka Jawatimuran , in Kesenian Sejarah Seni Budaya , at 24/07/2012 Tag: , , , , , ,

Sinar rembulan tiada mampu menerangi jagad raya, karena terhalang mega mendhung, sehingga suasana kotaraja Majapahit menjadi gelap gulita.

Tiba-tiba suasana yang demikian ini hilang seketika karena datangnya obor yang beribu-ribu jumlahnya, bersamaan itu terdengar suara hingar bingar dari rakyat Majapahit dan prajurit kerajaan yang dipimpin oleh Ki Bekel Gajah Mada.

Barisan prajurit obor maju membobol benteng Pura Majapahit, yang sementara ini sudah dikuasai oleh Ra Kuti dan pasukannya. Bagaikan gelombang samudra menghantam karang, bersatunya rakyat dan prajurit berperang melawan Ra Kuti dan bala tentaranya.

Gemuruhnya suara prajurit yang berperang dan kilatan pedang yang tertimpa sinar obor menambah seramnya suasana.

Ra Kuti berdiri tegak di tengah pintu, menggelegar suaranya meminta lawan. Syahdan seorang perwira yang gagah perkasa, kepala Bayangkari Ki Bekel Gajah Mada begitu mendengar tantangan, segera meloncat mendekatinya, sehingga bumi goncang terinjak kaki Gajah Mada.

Sudah berhadapan kedua perwira tersebut Ra Kuti yang bagaikan srigala menghadang datangnya Gajah, dengan pedang tajam terhunus bagaikan cula badak, dengan secepat kilat menghujam dada Gajah Mada.

Dada yang bidang kuat dan mengkilat itu menahan tebasan pedang, sehingga berdentang suaranya namun ternyata pedangnya yang putus menjadi dua bagian. Bagaikan Gajah mengamuk Ki Mada yang lengannya keras seperti besi, merangsak maju melayang kan pukulan menyambar dada Ra Kuti, gemuruh suaranya dan patah tulang iganya. Ra Kuti terhempas tewas seketika.

Ringkasnya, Raja Jayanegara yang masih berada di pengasingan segera diboyong kembali ke kerajaan, menduduki tahta kerajaan Majalengka. Dengan usainya pemberontakan Ra Kuti, Ki Gajah Mada diwisuda menjadi Patih di Kahuripan. Sayang sekali Shri Aji Jayanegara kembali menduduki tahta kerajaan, tidak menepati derma seorang Raja, bahkan terlalu menuruti hawa nafsunya. Bahkan Sudara seayah yaitu Putri Tribhuwanatunggadewi dan Rajadewi tidak diperkenankan berkenalan dengan pria lain namun akan dipersunting sendiri.

Kehendak Raja yang demikian ini diketahui oleh Ra Tanca, tabib kerajan. Kemudian Ra Tanca memberitahu Gajah Mada. Sebenarnya kerabat kerajaan banyak yang kecewa melihat tingkah laku Raja Jayanegara yang demikian ini. Pada peristiwa lain, ada musuh di Lamajang Selatan tepatnya di Tanah Sadheng. Ada gerombolan prajurit Lamajang yang akan menuntut balas terhadap Shri Jayanegara, segera menyusun barisan dan menyerang Majalengka. Barisan prajurit dari Sadheng berhasil memporak porandakan rakyat jelata di desa-desa. Para prajurit di tapal batas tidak ada yang dapat menandingi sepak terjang prajurit Sadheng. Dasar Shri Raja Jayanegara terlambat menyiapkan pasukan, dan bahkan sedang menderita sakit bengkak. Segera memanggil Ra Tanca untuk mengobati.

Kesempatan ini digunakan oleh Ra Tanca untuk melampiaskan dendamnya. Shri Baginda yang tak menyangka datangnya bencana ditusuk belati dadanya sampai tembus dipunggungnya. Menjerit Sang raja, dada pecah bersimbah darah tewas seketika itu juga. Kacau suasana di Tilamsari, serentak para prajurit mencari sebab musababnya. Ternyata diketahui bahwa Ra Tancalah yang membunuh Shri Raja. Gajah Mada yang saat itu menghantar Ra Tanca segera masuk ke Tilamsari, dengan tangkas Ra Tanca dipegang dilempar ke atas jatuhnya dipapak dengan belati yang masih berlumuran darah tewas seketika Ra Tanca berkalang tanah. Peristiwa ini terjadi tahun 1328. Sepeninggal Shri Jayanegara, Tribhuwanatunggadewi menggantikan tahta kerajaan, didampingi oleh Patih Hamangkubumi Arya Tadah.

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur:  
Drs. Budi Udjianto, dkk, BANJARAN MAJAPAHITSurabaya: Dinas Pariwisata Daerah Propinsi Daerah Jawa Timur, 1993. hlm.   

Comments


Leave a Reply

%d blogger menyukai ini: