Thursday, November 14, 2024
Semua Tentang Jawa Timur


Mendung di Langit Majapahit

Betapa sedih hati Sang Prabu Kertarajasa Jayawardhana karena kehilangan dua sahabatnya yang setia. Dengan adanya peristiwa Ranggalawe Sang Prabu merasa…

By Pusaka Jawatimuran , in Kesenian Sejarah Seni Budaya , at 24/07/2012 Tag: , , , , ,

Betapa sedih hati Sang Prabu Kertarajasa Jayawardhana karena kehilangan dua sahabatnya yang setia. Dengan adanya peristiwa Ranggalawe Sang Prabu merasa bersalah besar. Pikiran yang kusut membuat suasana menjadi kalut dan menumbuhkan prasangka yang bukan-bukan. Sang Prabu merasa tidak dihormati lagi oleh para punggawa kerajaan serta para pengawal Raja, sebaliknya para punggawa merasa serba salah.

Keadaan yang demiltian merupakan kesempatan yang baik bagi Mahapati yang bercita-cita untuk menduduki jabatan Patih Hamangkubumi. Ibarat makan bubur panas maka harus disuap sedikit demi sedikit. Dia bermaksud menfitnah Ki Nambi tetapi itu mustahil karena tidak ada alasan yang mendasar. Maka sasaran yang paling tepat adalah Ki Lembu Sora, hal ini lebih mudah dilakukan sebab Ki Lembu Sora lah penyebab tewasnya Kebo Anabrang dalam peristiwa Ranggalawe.

Sebenarnya Sang Prabu bermaksud memaafkan kesalahan-kesalahan Ki Lembu Sora mengingat jasa-jasanya yang begitu besar terhadap kerajaan Majapahit. Untuk itu diutuslah Mahapati rnenyampaikan pesan kepada Ki Lembu Sora. Ternyata apa yang disampaikan Mahapati jauh berbeda dengan pesan Sang Prabu. Mahapati mengatakan bahwa Sang Prabu marah besar dan memutuskan untuk menghukurn Ki Lembu sora dengan hukuman mati (pancung). Lembu Sora bersedia untuk  mempertanggungjawabkan serta tidak berkeberatan menerima hukuman itu.


Kepada Sang Prabu, Mahapati melaporkan bahwa Ki Lembu Sora tidak dapat menerimakan kematian Ranggalawe yang sebenarnya bukan hanya sahabat tetapi juga masih keponakan sendiri, bahkan Ki Lembu Sora akan minta pertanggungjawaban atas kematian Ranggalawe tersebut.

Mendengar itu Sang Prabu sangat kecewa sebab dikala Majapahit sedang membangun ternyata sudah harus menyaksikan terjadinya perpecahan diantara ternan sendiri. Karena beratnya pikiran Sang Prabu jatuh sakit. Upaya pengobatan sudah dilaksanakan tetapi tidak mendapat hasil. Akhirnya wafatlah Sang Prabu. Jenasahnya diperabukan dan disemayamkan ditengah-tengah Istana kemudian disimpan di Candi Simping yang dilambangkan sebagai Bhatara Shiwa. Semua ini terjadi pada tahun 1393.

Selanjutnya yang menggantikan sebagai Raja adalah Jayanegara, putra dari Dyah Dara Pethak yang bergelar Indreswari, istri kelima Sang Raja. Sang Raja Muda Jayanegara kurang menguasai masalah pemerintahan dan lebih mengutamakan hawa nafsunya, sehingga para pejabat kerajaan menjadi prihatin.

Tetapi keadaan seperti ini merupakan peluang besar bagi, Mahapati untuk menyebar fitnah dan memanfaatkan keahliannya dalam bersilat lidah.

Ki Lembu Sora yang menyadari kesalahannya dan bersedia menerima hukuman Raja, segera bersiap diri untuk menghadap. Namun sebelum Ki Lembu Sora sampai di istana Mahapati mendahului menghadap Raja dan melaporkan bahwa Ki Lembu Sora sedang mengamuk di alun-alun untuk Ki Nambi itu oleh Mahapati dilaporkan kepada Sang Prabu dan dikatakan bahwa Ki Nambi bersama perwira-perwira tersebut bersekutu untuk merobohkan kekuasaan Raja.

Tanpa berpikir panjang Shri Jayanegara segera menyerang Lamajang. Ki Nambi beserta para perwira tidak menyangka akan serangan yang tiba-tiba itu sehingga terdesak dan gugur di medan peperangan. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1316. Dengan demikian tercapailah apa yang menjadi cita-cita Mahapati, sebab dia yang ditunjuk sebagai Patih Hamangkubumi di Majapahit.

Begitulah kisahnya dan semua itu tertuang dalam bentuk tembang (lagu).

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Artikel  dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: 
Drs. Budi Udjianto, dkk, BANJARAN MAJAPAHITSurabaya: Dinas Pariwisata Daerah Propinsi Daerah Jawa Timur, 1993. hlm. 25.

Comments


Leave a Reply