Bersih Desa, Kota Blitar
Ritual Bersih Desa, Andalan Wisata Kota Blitar Beberapa hari menjelang hari H, masyarakat Kelurahan Sukorejo tampak bergairah. Semak-semak dirapikan, halaman…
Ritual Bersih Desa, Andalan Wisata Kota Blitar
Beberapa hari menjelang hari H, masyarakat Kelurahan Sukorejo tampak bergairah. Semak-semak dirapikan, halaman rumah dibersihkan, dan tentunya debar hati menantikan jatuhnya: Upacara Adat Bersih Desa Sukorejo.
Kesadaran seperti itu, perlahan-lahan membawa hasil. Pesta adat itu, mulai ramai dikunjungi orang. Di tengah upaya Kota Blitar mencari jati diri sebagai kota jasa dan pariwisata, masyarakat Kelurahan Blitar mulai berbuat. Mereka mulai memahami pentingnya pemasaran.
Lihatlah, seluruh Kota Blitar sudah dipenuhi spanduk-spanduk perhelatan acara litual budaya itu. Bahkan beberapa ratus meter di radius lokasi acara, umbul-umbul dan baliho sudah berkibar-kibar.
Tradisi ritual “Bersih Desa Blitar” itu dilaksanakan secara rutin setiap tahun, persisnya pada Jumat Pahing, Bulan Selo. Serangkaian kegiatan berbau etnis Jawa, merekonstruksi sejarah, ketika Adipati Ariyo Blitar membuka kawasan Blitar peltama kalinya. Aneka suguhan pertunjukkan dikemas untuk menyemarakkan acara itu. Seperti atraksi kesenian rakyat khas Kota Blitar, Gelar Tayub, Jaranan, Leang Leong dan Barongsai.
Menurut Kepala Kelurahan Blitar, Suharjoko, Sip, pelaksanaan acara Bersih Desa berlangsung tiga hari, dimulai Malam Jumat Pahing (30/01/2003) hingga Malam Minggu Wage (01/02/2003). Rangkaian acara bersifat ritual diantaranya berisi penghorrnatan empat leluhur di makamnya, Makam Ariyo Blitar, Eyang Palupi (Gebang Tengah), Eyang Dipokromo (Gedong Karaupan) dan Makam Triloro. “Kita melakukan prosesi budaya berbentuk pemberian sesaji,” kata Suharjoko.
Membuka hajatan itu, diawali Tahlil Akbar, yang dilanjutkan dengan Tirakatan pada Malam Jumat Pahing. Barulah esok hari kemudian, dilakukan arak-arakan pawai keliling Kelurahan Blitar. Tokoh-tokoh masyarakat, terlibat langsung sebagai pendukung acara. Begitupun seniman-seniman jaranan, tayub, dan yang lain, sekaligus mempertontonkan keahlian mereka.
Drs. Akhsi Mahmud, Ketua Panitia kepada reporter Gema Patria, Sabtu (01/02/2003) menandaskan, pihaknya berupaya mengajak partisipasi seluruh warga Kelurahan Blitar. “Mereka terlibat langsung, misalnya dalam bentuk dukungan dana. Ini dana swadaya masyarakat Kelurahan Blitar, dengan harapan mereka mendapat ketentraman hati di masa mendatang,” jelasnya. Puncak acara Bersih Desa Blitar itu diwujudkan dengan selamatan massal, kemudian diakhiri Langen Tayuban.
Visi untuk pengembangan kepariwisataan sudah merasuk di masyarakat. Bukti konkrit sudah ditunjukkan oleh warga Kelurahan Blitar. Tidak sekedar kata-kata, bahkan mereka sudah mempraktikkannya. Tarian Barongsai yang dulu dilarang-larang pemerintah Orde Baru, mulai diikutkan dalam acara kali ini. “Ini terobosan penting,” kata Djoko Sangud, anggota Dewan Kesenian Kota Blitar.
Maka acara Bersih Desa Blitar tahun 2003 kemarin, menjadi terindah dibanding sebelumnya.”Leangleong” dan “Barongsai” meliuk-liuk dan berloncatan gembira. Nun di tempat lain, ada puluhan pemuda berjoget diiringi irama dangdut. Sementara kalangan orang tua, asyik dengan Langen Beksan, bersama penari tayub terpilih di Blitar. Pariwisata di Blitar, mulai memperlihatkan kecantikannya. (ap)
‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Gema Patria, Februari 2003, hlm. 33