Gunung Ijen, perbatasan Kabupaten Banyuwangi dan Bondowoso
Nikmati, Sensasi Menjelajah ke Perut Bumi.. Akhir pendakian anda mungkin selama ini hanya sampai ke puncak gunung. Karena itu anda…
Nikmati, Sensasi Menjelajah ke Perut Bumi..
Akhir pendakian anda mungkin selama ini hanya sampai ke puncak gunung. Karena itu anda perlu sekali-kali mengagendakan pendakian yang ujungnya bukan hanya sampai ke puncak, namun terus menembus perjalanan hingga mendekat ke perut bumi
Mendaki puncak gunung, sekaligus mendekat ke perut bumi, hanya dapat dilakukan di cagar alam Gunung Ijen. Gunung di ketinggian 2.368 meter di atas permukaan laut ini berdiri tidak utuh pada posisi geografi 80 03,5′ lintang selatan dan 1140 14,5′ bujur timur di wilayah perbatasan Kabupaten Banyuwangi dan Bondowoso Jawa Timur, tepatnya di Kecamatan Licin, dan Kecamatan Klobang.
Gunung Ijen memaku Tanjung Blambangan di ujung timur Pulau Jawa, dan merupakan salah satu dari rangkaian gunung berapi aktif di Jawa Timur seperti Bromo, Semeru, dan Merapi. Yang menarik, di bawah puncak Gunung Ijen terdapat lubang menganga hasil letusan ribuan tahun lalu. Sejumlah referensi geologi menyebutkan, letusan itu menghasilkan lubang yang sangat besar dengan ukuran 19 x 21 km2 di bagian lantai, dan 22 x 25 km2 di bagian atas yang kemudian dikenal dengan Kaldera Ijen.
Di tengah kaldera tersebut terbentuk sebuah danau kawah yang menjadi pusat kegiatan vulkanik Gunung Ijen saat ini. Danau kawah tersebut berukuran 160 x 1160 m2 di bagian atas, dan 960 x 600 m2 bagian bawah.
Dari puncak Ijen, kawah terletak di kedalaman lebih dari 700 meter di bawah dinding kaldera dan merupakan kawah paling asam dan terbesar di dunia. Kawah Ijen memiliki tingkat keasaman yang sangat tinggi, bahkan hampir mendekati nol, sehingga diperkirakan mampu melarutkan pakaian atau jari manusia dalam waktu singkat.
Yang ditakutkan ahli geologi saat ini, air kawah yang sangat asam itu secara diam·diam menyusup diantara eelah bebatuan dan mengalir jauh hingga ke laut. Dalam perjalannya menuju ke laut, air kawah itu melintasi pemukiman penduduk, persawahan, perkebunan dan pabrik. Akibatnya, terjadi peneemaran lingkungan yang menyebabkan kulit gatal, korosif pada gigi, tanaman tumbuh tidak sempurna, dan korosif pada komponen pabrik.
Dua jalur
Ada dua jalur menuju Kawah Ijen, dari Banyuwangi ke barat sejauh 38 kilometer melewati Kecamatan Licin dan Desa Jambu. Sebagian kondisi jalan di jalur ini masih berupa jalan makadam dengan tanjakan yang cukup curam. “Wisatawan mancanegara . banyak yang melalui jalur ini karena mereka biasa menempuhnya dari Bali,” kata Kepala Bidang Pemasaran Dinas Pariwisata, Pemuda, Olahraga dan Perhubungan Kabupaten Bondowoso, Satriyo Subekti pekan lalu.
Akses jalan lain yang juga dapat dilalui adalah dari Bondowoso ke arah timur melewati Kecamatan Wonosari dan Sempol sejauh lebih dari dua kali lipat dari jalur Banyuwangi, yakni 70 kilometer. Meski jarak tempuhnya relatif jauh, namun wisatawan local banyak memilih jalur ini.
Di jalur ini , jalan rusak yang mengganggu perjalanan tidak begitu panjang . Meski memakan waktu tempuh lebih lama, perjalanan seakan tidak terasa karena anda akan disuguhi sejuknya pemandangan perkebunan hutan pinus milik PT Perhutani, serta menembus areal perkebunan kopi Arabika dan kebun buah Stroberi milik PTPN XII yang dikelilingi hijaunya perbuktian.
Dari Bondowoso atau Banyuwangi pun anda memilih akses masuk, pendakian Gunung Ijen hanya dapat dimulai dari lembah Paltuding. Dari sana, perbekalan berupa minuman dan makanan kecil sebaiknya dipersiapkan. Karena anda akan menempuh perjalanan sejauh lebih dari 3 kilometer dengan berjalan kaki, medan jalannya berupa tanah menanjak, dengan kemiringan medan jalan sekitar kurang dari 45 derajat.
Di tengah perjalanan, anda akan banyak disapa penambang belerang tradisional yang membawa puluhan kilogram potongan belerang dengan kantong bambu dari bibir kawah menuju ke lembah Paltuding.
Tapi jangan khawatir, lelah pendakian anda seketika akan hilang saat mencapai puncak. Karena di depan mata anda terbentang danau kawah berwarna hijau tosca seluas 5.466 hektar. Airnya tenang diselimuti asap belerangsang memutar mengikuti arah angin.
Disarankan untuk sampai di puncak saat matahari mulai terbit. Kawah dengan panas mencapai 200 derajat celciu5 itu memancarkan kemilau hijau keemasan saat sinar matahari mulai menyentuh kawah dari balik tebing kaldera. Sungguh panorama alam yang sangat menakjubkan.
Dekati kawah
Jangan puas hanya sampai puncak, anda juga diperbolehkan untuk mendekat ke kawah dengan menuruni tebing kaldera mengikuti jalan setapak yang biasa digunakan penambang. Jika anda ragu saat menurun dan manaiki tebing kaldera, “anda dapat menyewa pemandu dari kalangan penambang yang banyak menawarkan jasa di sana.
Jika anda memutuskan untuk turun, jangan lupa siapkan penutup mata dan kain basah untuk menutup mulut dan hidung dari asap belerang yang bisa jadi akan mengarah ke posisi anda. Karena itu, yang memiliki catatan penyakit sesak nafas dan sejenisnya diimbau untuk tidak turun ke bibir kawah.
Suasana sunyi dan hembusan suara angin lembah akan mengiringi perjalanan anda sampai ke bibir kawah. Di bawah, terlihat penambang belerang tradisional tengah mengambil potongan belerang dari ujung pipa besi berdiameter 16-20 centimeter yang mengalirkan gas belerang dari titik solfatara yang suhunya mencapai
200 derajat celcius. Aliran gas dari atas tebing itu tersublimasi di ujung pipa bagian bawah yang lelehannya menghasilkan bongkahan belerang berwarna merah, dan akan berubah warna menjadi kuning jika terkena udara dingin.
Data dari pengelola Taman Nasional Alas Purwo yang membawahi kawasan Kawah Ijen menyebutkan, sedikitnya 14 ton belerang setiap hari berhasil ditambang. Sedangkan analisa Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi menyebut, nilai tersebut hanya sekitar 20% dari potensi yang sesungguhnya yang disediakan oleh alamo Di dunia ini, selain di Kawah Ijen, penambang belerang tradisional juga ditemui di Gunung Welirang Mojokerto.
Menurut Satriyo, aktifitas penambang belerang tradisional itu menambah eksotisme suasana dan panorama keindahan Kawah Ijen. ” Keduanya menjadi objek daya tarik wisata yang tidak dapat dipisahkan, dan merupakan hubungan saling menguntungkan dalam
realitas kehidupan sesungguhnya, ungkapnya. Puas mengamati aktifitas penambangan, jangan terburu-buru kembali naik ke puncak sebelum mendekat ke kawah untuk sekadar menyentuh sedikit air Kawah Ijen. Dan jangan lupa, mengabadikan gambar diri dengan latar belakang air kawah yang dikelilingi dinding kaldera nan eksotis akan menjadi gambar kenangan yang sangat membanggakan.
Masih sengketa
Di balik keindahan dan eksotisme alamnya, ternyata Kawah Ijen masih menyimpan sengketa. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dan Bondowoso saling klaim ikon objek wisata alam yang lebih banyak dikunjungi wisatawan mancanegara ini.
Selama ini , Kawah Ijen masih berstatus cagar alam dan wisata alam di bawah Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Status ini membuat kawasan tersebut belum dapat dikembangkan secara optimal karena tidak ada pihak yang boleh merubah keaslian alamnya.
Menurut Bupati Bondowoso Amin Said Husni, munculnya sengketa itu akibat dari perbedaan dokumen yang dimiliki Pemkab Banyuwangi dan Bondowoso. Namun dia tidak sepakat, banyak atau sedikitnya dokumen menjadi landasan satu-satunya untuk menentukan kepemilikan Gunung Ijen.
“Pembagian pengelolaan Kawah Ijen mungkin solusi yang saling menguntungkan dua daerah. Apalagi selama ini wisatawan yang akan berkunjung ke Kawah Ijen bisa ditempuh melalui Bondowoso dan Banyuwangi,” katanya.
Karena itu, saat ini pihaknya tengah mengusulkan kawasan Kawah Ijen dan Gunung Raung menjadi satu kawasan wisata terpadu dalam sebuah kawasan Taman Nasional. Status ini dinilai lebih memberi peluang pengembangan kedua kawasan itu. “Jika berstatus taman nasional, dimungkinkan akan dibuat zonasi kawasan seperti untuk wisata atau konservasi alam lengkap dengan pengelolanya,” ujar Amin.
Sengketa tapal batas itu terus bergulir hingga kini, karena belum ada Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri untuk menentukan tapal batas kedua Kabupaten bertetangga itu. Perebutan pengelolaan ikon Kawah Ijen tidak lepas dari potensi wisata dan tam bang belerang yang dimiliki gunung berapi tersebut.
Data dari pos pengamatan lembah Paltuding mencatat, jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Kawah Ijen setiap tahun mencapai sekitar 8.000 orang, mereka sebagian besar dari Prancis dan Belanda. Jumlah itu dua kali lipat dari total kunjungan wisatawan lokal sendiri yang mencapai sekitar 4.000 pengunjung setiap tahunnya. Kunjungan wisatawan mancanegara terbanyak berlangsung antara Juni hingga Agustus ketika memasuki musim kemarau.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jatim, Djariyanto mengatakan, jumlah pengunjung di Kawah Ijen maupun objek wisata lainnya di Jatim sebenarnya dapat terus ditingkatkan sehingga menjadi potensi ekonomi tersendiri. Asalkan infrastruktur penunjang wisata seperti akses jalan dan prasarananya digarap secara maksimal, dan ini merupakan tanggung jawab bersama semua pihak, bukan hanya pemerintah,” jelasnya.
TRANSPORTASI JAWATIMUR, DINAS PERHUBUNGAN DAN LLAJ PROVINSI JAWA TIMUR, EDISI KEENAM, DESEMBER 201128
Comments
Terima kasih infonya… 🙂
Bermanfaat sekali…