Desa Patoman, Nuansa Bali
Desa Patoman ‘Kecamatan Rogojampi’ Nuansa Bali di Desa Patoman Derap Desa Petang ketika matahari mulai tenggelam. Bau dupa tajam…
Desa Patoman ‘Kecamatan Rogojampi’
Nuansa Bali di Desa Patoman
Derap Desa Petang ketika matahari mulai tenggelam. Bau dupa tajam menyengat di sepanjang jalan desa. Desiran angin menerpa rerimbunan pohon ditambah sayup-sayup terdengar suara orang melantunkan nyanyian doa seperti biasa terjadi di Bali.
Dari kejauhan lelaki bersepeda pancal bergegas memasuki pelataran rumahnya. Tak lama berselang, ia keluar rumah dengan pakain seperti orang Bali. Udeng di kepala, sarung putih dibebat selendang kecil dipinggang, baju putih menutup tubuhnya, dan sesaji di atas tangan kanannya.
Lelaki paruh baya itu kemudian masuk ke pura di depan rumahnya. Tidak lebih lima menit ia keluar dari pura. Ia pun tersenyum menyambut Derap Desa. Singkat kata, lelaki itu pun menunjukkan rumah Kepala Dusun Patoman Tengah Made Hardana.
Ya Dusun Patoman Desa Patoman, Kecamatan Jampi, Kab. Bawangi adalah sebuah wilayah yang dihuni warga keturunan Bali. Jumlahnya kurang lebih sekitar 600 jiwa (250 KK). Mereka hidup dengan mempertahankan adapt istiadat dan budaya Bali. Mulai bahasa sehari-hari hingga agama yang dianut pun seperti orang Bali.
Layaknya desa-desa di Bali, Dusun Patoman Tengah dipenuhi pohon yang besar dan lebat. Rumah-rumah tidak berada persis di pinggir jalan, tapi dihubungkan dengan halaman da dikelilingi tembok. Di tiap-tiap halaman rumah selalu terdapat pura ukuran kecil (sanggah) maupun sedang untuk sembahyangan.
Pemandangan mencolok yang mengesankan layaknya di Bali, yakni adanya pura besar mirip di Bali terletak jalan utama dusun itu. Setidaknya terdapat lima pura besar, masing-masing tiga Pura Dalam dan dua Pura Kahyangan. Demikian juga beberapa rumah bergaya arsitektur Bali.
“Kami generasi keempat orang Bali yang tinggal di sini. Seluruh warga yang tinggal dusun Patoman Tengah adalah keturunan Bali, bahasa sehari-hari kami adalah bahasa Bali dan Osing (orang Banyuwangi asli),”ujar I Made Hardana (45 tahun) , Kasun Patoman Tengah.
Meski demikian, ada juga warga keturunan Bali yang tinggal di Dusun Patoman Barat dan Dusun Blibis, yang jumlahnya sekitar 50 KK. Mereka berbaur dengan warga yang bukan keturunan Bali, baik warga asli Banyuwangi (orang Osing), Jawa, Madura, dan sebagainya. Hanya di Dusun Patoman Tengah yang seluruh warganya keturunan Bali.
Lantas Made Hardana pun menuturkan, bahwa awalnya warga keturunan Bali generasi pertama itu tinggal di Kampung Bali, Kecamatan Kota Banyuwangi. Namun perkembangan zaman, mereka ‘hijrah’ ke selatan dan kemudian menetap di Dusun Patoman. Hardana sendiri mengaku tidak tahu persis kapan kepindahan tersebut.
Generasi pertama itu kebanyakan berasal dari daerah Karangasem dan Jembrana Bali. Mereka adalah para pekerja bangunan dan petani. Hardana membantah, bahwa mereka keturunan dari pasukan kerajaan Bali yang tidak bisa kembali pulang saat perang Kerajaan Blambangan.
“Dari sejarah yang kami ketahui, leluhur kami memang mengembara ke tanah Jawa untuk mencari kehidupan yang lebih baik,”ujar suarni Ni Nyoman Ariani ini Mayoritas warga keturunan Bali yang tinggal di Dusun Patoman Tengah bermata pencaharian sebagai petani. Namun ada juga yang bekelja sebagai pegawai maupun pedagang. Selain itu ada juga yang merantau keluar Banyuwangi, kebanyakan di Bali atau Surabaya dan Jakarta.
Meski minoritas, Hardana mengaku terlindungi. Mereka juga bisa menyesuaikan diri dengan warga yang non Bali. Misalnya, setiap hari Raya Idui Fitri, mereka juga ikut unjung-unjung ke warga desa yang beragama muslim. Sebaliknya, saat Hari Raya Nyepi dan pelaksanaan upacara keagamaan iainnya, warga muslim ikut menghormati dan menjaga mereka.
“Kami tidak pemah mempersoalkan perbedaan. Ini justru kekayaan dan potensi yang sudah kami pertahankan secara turun temurun,” ujar Kades Patoman, Drs. Suwito (44 tahun). (bdh)
‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Derap Desa, Edisi XXX, April 2010, hlm 43