Pura Mandara Giri di Lereng Semeru
Bagi itu, suasana di depan Pura Mandara Giri Agung Semeru yang terletak di Desa Senduro, Kecamatan Senduro, Lumajang masih sepi….
Bagi itu, suasana di depan Pura Mandara Giri Agung Semeru yang terletak di Desa Senduro, Kecamatan Senduro, Lumajang masih sepi. Keramaian pasar pisang di sebelah pura tak memengaruhi keheningan yang tercipta di tempat ibadah umat Hindu itu. Yang tampak hanyalah Ida Ayu, salah seorang pengurus yang tengah sibuk menata sesaji di pelataran dan beberapa bagian pura lainnya.
Dilihat dari luar pura ini tampak biasa karena lokasinya yang berada dekat dengan rumah-rumah penduduk sekitar. Setelah Ida Ayu menyilakan Mossaik masuk, baru terasa keanggunan bangunan pura yang didirikan sejak 1986 itu. Gerimis yang mulai merintik, membuat suasana makin hening dan syahdu. Pertemuan dengan para pengurus pura di bale sakenem, tempat diterimanya dana dari para penyumbang yang berada di bagian dalam pura (utama mandala), membuat perbincangan lebih akrab.
Pura ini, kata Ida Bagus Dika, Bendahara Pura, semula dibangun di atas tanah pekarangan seluas 20 x 60 meter atas bantuan seseorang. Setelah tiga tahun, areal tanah yang disediakan oleh panitia pembangunan sekitar dua hektar. Biaya pembangunan fisik pura mencapai Rp 1 milyar lebih. Biaya pembangunan itu, katanya, didapat dari para penderma umat Hindu di Lumajang dan Bali, serta bantuan dari umat Hindu lainnya.
Kini bangunan fisik pura sudah dilengkapi dengan candi bentar (apit surang) di jaba sisi, dan candi kurung (gelungkuri) di jaba tengah
Pura yang berada di lereng sebelah timur Gunung Semeru itu dibangun secara bertahap. Mula-mula, kata pengurus kelahiran Bali itu, dibangun padmasana, tempat paling suci untuk sembahyang yang berbentuk seperti gunungan, menghadap ke timur. Kemudian dipindah agak ke utara, dengan tetap menghadap ke timur, tapi tidak diselesaikan juga. “Kalau menghadap ke timur kan membelakangi Gunung Semeru. Karena itu lalu kita hadapkan ke selatan,” tukasnya.
Kini bangunan fisik pura sudah dilengkapi dengan candi bentar (apit surang) di jaba sisi, dan candi kurung (gelungkuri) di jaba tengah. Di areal ini dibangun bale patok, bale gong, gedong simpen, dan bale kulkul. Ada juga pendopo, suci sebagai dapur khusus dan bale patandingan. Di jeroan, areal utama, ada pangapit lawang, bale ongkara, bale pasanekan, bale gajah, bale agung, bale paselang, anglurah, tajuk, dan padmanabha sebagai bangunan suci utama dan sentral.
Di lokasi agak menurun, di sisi timur, dibangun pasraman sulinggih, bale simpen peralatan dan dua bale pagibungan selain dapur. Sedangkan di sisi sela tan berdiri wantilan megah dan luas. Rencana pengembangan, cetusnya, pengurus juga menyiapkan pembangunan kantor Sekretariat Parisada, perpustakaan dan gerbang utama waringin lawang.
NYEPl YANG RAMAl
Hari Minggu Umanis, Wuku Menail, tanggal 8 Maret 1992, dipimpin delapan pendeta, digelarlah untuk pertama kalinya upacara Pamlaspas Alit dan Mapulang Dasar Sarwa Sekar. Dengan begitu status dan fungsi bangunan pun berubah menjadi tempat suci, pura. Selanjutnya, antara Juni-Juli 1992 digelarlah upacara besar berupa Pamungkah Agung, Ngenteg Linggih, dan Pujawali. Dan, tambahnya, Pura Mandara Giri Semeru Agung ditetapkan dengan status Pura Kahyangan
Dalam Melasti itu dilepas burung-burung atau kura-kura, yang sebelumnya diarak dari lokasi pura ke arah pantai Watu Pecak.
Jagat, tempat memuja Hyang Widhi Wasa. Sebagai panyungsung adalah seluruh umat Hindu di Indonesia. Selain itu, upacara-upacara memperingati hari raya umat Hindu juga kerap dilakukan. Setiap enam bulan sekali dirayakan Galungan, Kuningan, Saraswati dan Pagerwesi. Sementara setahun sekali diperingati hari ray a Siwaratri dan Nyepi. Namun diantara perayaan itu, upacara Nyepi diakui paling · meriah dan mampu menyedot kunjungan hingga ribuan orang ke pura. Mereka tidak saja umat Hindu dari Lumajang yang kini jumlahnya mencapai 10 ribuan, tapi umat Hindu dari berbagai daerah di nusantara.
Saat merayakan Nyepi, tuturnya, biasanya didahului dengan upacara Melasti di pantai Watu Pecak di Pasirian Lumajang. Dalam Melasti itu dilepas burung-burung atau kura kura, yang sebelumnya diarak dulu dari lokasi pura ke arah pantai. Tokoh-tokoh masyarakat dan aparat pemerintah kerap ikut hadir dan meramaikan acara itu.
Upacara lainnya, selain hari raya Hindu, Odalan juga kerap menjadi candu bagi umat Hindu untuk mendatangi pura ini. Odalan adalah merupakan upacara yang diselenggarakan di pura sebagai ulang tahun berdirinya pura tersebut untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan masyarakat semua dan alam semesta beserta isinya. Baik di tingkat keluarga, des a, maupun yang lebih luas.
Karena itulah tak heran bila kemudian keberadaan pura ini dijadikan sebagai obyek wisata ritual di Lumajang. Mungkin bagi Andayanginginmenyaksikanataumenikmati obyek wisata ini, ada baiknya memilih waktu-waktu hari raya Hindu, terutama Nyepi yang bulan Maret ini jatuh pada tanggal 30, atau saat Odalan yang jatuh pada tanggal 10 Juli nanti.
GULA BAGI PEDAGANG
Diakui Sukis Condro Pumomo, SH, Sekretaris Pura, kehadiran pura memberi makna dan manfaat tersendiri bagi masyarakat Katanya, per malam sebuah kamar tarifnya ratarata Rp 30 ribuan. “Dengan begitu, masyarakat sekitar mendapatkan tambahan pemasukan, sedangkan pemedek tak susah-susah mencari tempat mandi, urusan ke belakang dan tempat tidur,” cetusnya. Bahkan, tambahnya, banyak orang yang mulai beralih profesi dari petani dan penjual pisangmenjadi penjual makanan, pakaiandancinderamata. Bahkan, ada yang mendirikan penginapan. Hasilnya sangat dirasakan dan cukup membantu perekonomian masyarakat. Selain kehadiran pura itu mampu memutar roda perekonomian masyarakat sekitar, kata Sukis, kerukunan.
Mossaik, maret 2006, hlm. 48