Tuesday, October 15, 2024
Semua Tentang Jawa Timur


Wisata Religi Madura

Jelajah Wisata Religi Madura Predikat daerah santri sepertinya memang layak dinisbatkan kepada Madura. Kepatuhan masyarakatnya akan sosok pemuka agama atau…

By Pusaka Jawatimuran , in Madura Wisata Wisata Relegi , at 17/06/2012 Tag: , , , , , , ,

Jelajah Wisata Religi Madura

Predikat daerah santri sepertinya memang layak dinisbatkan kepada Madura. Kepatuhan masyarakatnya akan sosok pemuka agama atau kyai ternyata tidak hanya dilakukan saat kyai tersebut masih hidup di tengah–tengah mereka.

Budaya masyarakat Madura yang menempatkan kyai sebagai figur panutan yang tetap dihormati meski telah lama meninggal itulah yang menyebabkan banyak terdapat makam kyai di Pulau Garam tersebut. Makam kyai juga seringkali dianggap sebagai tempat keramat yang dipercaya sebagai tempat paling tepat untuk berdoa kepada tuhan dengan tujuan tertentu, di samping juga mendoakan arwah kyai yang ada dalam makam tersebut.

Masyarakat Madura umumnya menyebut makam tokoh agama tersebut dengan sebutan “Bujuk” yang dalam bahasa Madura berarti orang yang sangat tua dan dituakan dalam silsilah keluarga. Namun dalam konteks sosial, Bujuk merupakan orang yang dituakan dan yang patut dituruti segala nasehat dan arahannya.

Nama dari Bujuk tersebut biasanya diambil dari nama tempat kyai tersebut berasal atau tinggal, nama Bujuk juga ada yang diambil dari kebiasaan kyai saat hidup, atau dari hal-hal mistis yang berkaitan dengannya semasa hidup. Seperti Bujuk Banyu Sangka, masyarakat memberikan nama tersebut karena lokasi makamnya ada di Desa Banyu Sangka, Kecamatan Tanjung Bumi, Bangkalan. Sementara nama asli penghuni Bujuk tersebut adalah Sayyid Husein.

Nama yang diberikan masyarakat dari apa yang berkaitan dengan kehidupannya seperti, Bujuk Latthong di Desa Batu Ampar Kecamatan Proppo, Pamekasan. Menurut keterangan dalam buku Kisah Aulia Batu Ampar yang disusun Alm KH Achmad Fauzi Damanhuri (salah satu cucu Bujuk Latthong), nama tersebut diambil

dari cerita masyarakat bahwa kyai yang mempunyai nama asli Syekh Abu Syamsuddin tersebut dulu pernah menyembunyikan senjata musuh yang akan membunuhnya di dalam kotoran sa pi yang dalam bahasa Madura di sebut ” Latthong”. Namun ada juga Bujuk yang diberi nama sesuai atau mirip nama aslinya, seperti Bujuk Sara di Desa Martajasah, Kecamatan Kota, Bangkalan, nama asli ulama tersebut ada Siti Maisaroh.

Terdapat ratusan Bujuk atau makam yang tersebar di empat

kabupaten di Madura dari Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Namun dari jumlah itu, ada beberapa saja yang seringkali dikunjungi peziarah lokal maupun dari luar Madura. Banyaknya peziarah yang datang suatu lokasi Bujuk, tergantung pengaruh dan kharismatik kyai tersebut semasa hidupnya.

Terdapat sejumlah makam yang seringkali dijadikan salah satu tujuan wisata religi di Madura, diantaranya, makam Syaikhona Klolil dan Siti Maisaroh di Desa Martajasah, Kecamatan Kota, Bangkalan, Komplek pemakaman kerajaan Bangkalan, Air mata Ibu di Desa Buduran, Kecamatan Arosbaya Bangkalan, komplek makam Batu Ampar, Desa Batu Ampar, kecamatan Proppo, Pamekasan, komplek pemakaman kerajaan Sumenep, Asta Tinggi di desa Kebun Agung, Kecamatan Kota, Sumenep dan pemakaman Sayyid Yusuf di desa Talango, kecamatan Talango Sumenep.

Usia makam tersebut dari puluhan hingga ratusan tahun. Berdasarkan silsilahnya, sebagian besar makam tersebut adalah keturunan bangsa Arab yang sengaja datang ke Madura untuk menyebarkan Islam. Sebagian mereka juga masih mempunyai hubungan darah dengan Wali Songo yang ada di Jawa, sebagian lagi merupakan silsilah keluarga kerajaan Jawa dan Madura yang juga dianggap berperan dalam menyebarkan luaskan Islam di Madura.

Bujuk Latthong misalnya, ternyata masih merupakan cicit atau generasi ketiga dari Bujuk Banyu Sangka di Kecamatan Tanjung Bumi, Bangkalan, sementara Bujuk Banyu Sangka juga masih mempunyai hubungan darah dengan ulama yang dimakamkan di kawasan Luar Batang Jakarta Utara. Sementara Bujuk Bindere Saud di kompleks pemakaman Asta Tinggih di Sumenep masih mempunyai garis keturunan dengan Raden Fattah, raja Kerajaan Demak. Sementara Syaikhona Kholil Bangkalan juga masih mempunyai garis keturunan dengan Sunan Kudus dan Sunan Ampel.

Minim literatur

Namun budayawan asal Madura, Zawawi Imron sedikit meragukan sebagian adanya bujuk tersebut memang benar-benar makam seorang kyai, pasalnya tidak didukung literatur sejarah yang kuat, kecuali yang ada di komplek pemakaman kerajaan seperti di Astatinggi dan makam Jokotole di Sumenep, serta Air Mata Ibu di Bangkalan. Bisa saja makam tersebut bukanlah milik seorang pemuka agama, namun hanya sesorang yang dihormati dan dianggap sebagai sesepuh daerah.

“Mungkin juga makam tersebut adalah milik sesepuh suatu keluarga yang seringkali dikunjungi oleh kalangan keluarganya sendiri, namun masyarakat menganggapnya makam milik orang berpengaruh atau berjasa di daerahnya, kabar itu menyebar dari mulut-kemulut sehingga sampai sekarang banyak dikunjungi oleh orang,” kata seniman yang mempunyai julukan Si Celurit Emas ini.

Namun menurutnya, perilaku masyarakat untuk berziarah ke makam tidak ada salahnya, selain untuk mengingat akan kematian, mendoakan orang di dalam kubur dalam keyakinan sebagian orang Islam itu diberbolehkan, justru dianjurkan.

Sebagian besar kondisi lokasi wisata religi di Madura sangat sederhana, bahkan terkesan sama sekali tidak tersentuh penanganan dari pemerintah setempat. Hal itu dapat terlihat dari banyaknya kelompok pengemis yang seringkali membuat peziarah merasa terganggu, jalan akses menuju lokasi, hingga penataan pedagang kaki lima yang tidak teratur. Biaya pemeliharaan lokasi hanya berasal dari dana yang dikumpulkan seeara sukarela dari peziarah yang datang.

Namun, keadaan seperti itu tidak terjadi pada lokasi komplek pemakaman kerajaan seperti Asta Tinggi di Sumenep, dan Air Mata Ibu di Bangkalan yang sudah masuk dalam eagar budaya.Namun apapun alasannya , pemerintah wajib memperhatikan kelestarian lokasi pemakaman sebagai salah satu potensi wisata religius, karena seeara tidak langsung dengan semakin banyaknya peziarah yang datang akan merangsang pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar.

Beberapa bulan menjelang bulan puasa seperti saat ini, makam-makam tersebut biasanya ramai dikunjungi peziarah lokal maupun dari luar Madura seperti Jawa, dan Kalimantan. Mereka mendatangi lokasi makam dengan berombongan menggunakan bus pariwisata atau dengan menggunakan mobil pribadi. Menurut juru kunci makam Syaikhona Kholil di Desa Martajasa, Kecamatan Kota, Bangkalan, Muhammad Zainal, pada sekitar 2-1 bulan menjelang bulan puasa, makam Syaikhona Kholil dikunjungi ribuan peziarah dari luar Madura. “Menjelang Ramadhan, sekitar 80-90 bus rombongan setiap harinya berziarah ke sini,” ucapnya.

Menurutnya, budaya sebagian orang Islam memilih waktu ziarah sebelum bulan puasa, agar saat bulan puasa nanti hati sudah bersih dan siap menjalankan puasa. Hal tersebut diamini Salah seorang peziarah asal Surabaya, Said Abdullah.

Menurut Said, selain sebagai persiapan bulan puasa, berziarah ke makam ulama juga sebagai upaya mencari berkah karena diyakini, berdoa di samping makam orang-orang yang mempunyai keilmuan dan kedekatan kepada tuhan, doanya akan mudah dikabulkan. “Berziarah ke makam ulama adalah agenda rutin tahunan jamaah kami menjelang bulan puasa, di samping sekedar refreshing ke tempat-tempat yang dianggap keramat di Madura,” kata pria yang mengaku sudah beberapa kali bersama rombongan Jamaah Sholawat Nariyahnya berziarah ke makammakam wali di Madura ini.

Wisata religi dengan tujuan wali Madura kian ramai dikunjungi peziarah setiap tahunnya. Hal tersebut terbukti dengan semakin banyaknya agen wisata ziarah yang menawarkan paket wisata ziarah ke wali Madura.

Ketua Association of the Indonesian Tours & Travel Agencies (Asita) Jatim, Haryono Gondosoewito membenarkan hal tersebut, menurutnya, tujuan wisata religi ke pulau Madura diprediksi meningkat hingga diatas 20%, apalagi setelah diresmikannya Jembatan tol Suramadu. Namun menurutnya, pemerintah daerah setempat harus mengimbangi dengan dukungan penyediaan jalan akses ke lokasi wisata religi yang masih minim. Pengembangan wisata religi tidak cukup dengan penyediaan jalan akses ke lokasi wisata religi, serta dukungan kelengkapan sarana lainnya, upaya pengembangan tersebut hendaknya harus didukung semua pihak dalam hal ini pemerintah daerah dan masyarakat setempat.

Unik dan Mistis

Sebagian besar lokasi pemakaman di Madura kental sekali dengan cerita mistis dan unik, baik itu berkaitan dengan kehidupan ulama bersangkutan, atau dengan tempat atau barang yang ada di sekitar lokasi pemakaman.

Di makam Bujuk Nepa di desa Betiyoh, Kecamatan Banyuates, Sampang misalnya, menurut cerita masyarakat sekitar, ulama yang dimakamkan di situ adalah Kyai Abdul Majid atau biasa dikenal dengan Sunan Segara. Konon, pemilik makam tidak mau makamnya yang terletak di tengah hutan yang penuhi ratusan Kera di pesisir pantai desa Nepa tersebut di beri batu nisan. ” Pernah beberapa kali dipasang ahirnya batu tersebut hilang, atau si juru kunci bermimpi agar dia mencabut batu nisan yang dipasang,” kata salah satu warga desa Nepa, Maryam. Akhirnya masyarakat hanya memberinya tanda seadanya dengan kain atau bendera tepat di bawah pohon yang diyakini sebagai tempat Kyai Abdul Majid dimakamkan.

Sejumlah benda di sekitar pemakaman juga seringkali dikultuskan sebagai barpng yang menyimpan kekuatan tertentu, seperti air dari sumur di komplek pemakaman Air mata Ibu di Bangkalan. Konon, tempat tersebut dinamakan Air Mata Ibu karena permaisuri raja Arosbaya yakni Syarifah Ambami yang juga masih cucu dari sunan Giri ini mendoakan keturunannya agar menjadi penguasa Madura di lokasi tersebut dengan menangis. Karena banyaknya tangisan air mata seorang ibu tersebut, hingga menjadi sumber air. Sumber air tersebut kini banyak diyakini masyarakat sebagai air mujarab yang dapat menyembuhkan segala penyakit.

Air yang diyakini mujarab juga ditemukan di sekitar komplek pemakaman Asta Tinggi Sumenep. Di sana, sumber air yang diyakiani mujarab bahkan dapat diambil dari bongkahan batu yang terus menerus mengeluarkan air, bukan dari dalam tanah seperti sumber mata air pada umumnya. Achmad Faizal

 

TRANSPORTASI JAWA TIMUR, EDISI KEDELAPAN, APRIL 2012. Hlm, 30

Comments


Leave a Reply