Puspa Agro, Pendobrak Sektor Agrobisnis
GUBERNUR Soekarwo yakin nantinya Puspa Agro menjadi pelopor dan sebagai pendobrak sektor agrobisnis menembus pasar global. Untuk menuju ke sana…
GUBERNUR Soekarwo yakin nantinya Puspa Agro menjadi pelopor dan sebagai pendobrak sektor agrobisnis menembus pasar global. Untuk menuju ke sana pihaknya sudah mengawali dengan ekspor kargo ke Singapura dan Tiongkok untuk lima komoditas melalui Puspa Agro atau Surabaya. Untuk itu Puspa Agro akan dilengkapi dengan berbagai fasilitas modern seperti colds torage, chiller dan uji laboratorium.
“Hal ini diperlukan untuk meningkatkan kualitas dan mutu komodite sehingga akan meningkatkan daya saing. Selain itu juga dimaksudkan sebagai upaya menggiatkan petani agar bisa memasarkan komoditinya langsung kepada pembeli sehingga akan memiliki nilai jual dan nilai tambah yang lebih tinggi. Dengan demikian juga akan memotong rantai distribusi atau tidak melalui tengkulak lagi yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan keluarga petani,” paparnya dalam peresmian Agro Puspa yang terletak di Desa Jemundo, Taman, Sidoarjo, Sabtu 17 Juli 2010.
Para petani dan pedagang yang akan memanfaatkan Puspa Agro tidak hanya terbatas dari Surabaya dan Sidoarjo, tetapi juga berasal dari Kabupaten/Kota Pasuruan, Mojokerto, Probolinggo, Kediri, Malang, Madiun dan Kabupaten Banyuwangi, Lamongan, Bojonegoro, Tuban, Nganjuk, Magetan, Gresik dan Ponorogo. Dengan demikian pembangunan Puspa Agro ini akan memberikan multiplayer efec yang luar biasa besar kepada perkembangan perekonomian regional khususnya dalam meningkatkan dan mengembangkan sektor agribis di Jawa Timur.
Itu sebabnya ke depan gubernur akan selalu berupaya untuk memperbaiki dan melengkapi sarana prasarana yang diperlukan untuk menunjang kelancaran distribusi barang dari dan keluar Jawa Timur. “Tanggal 3 Juni 2010 lalu saya telah menandatangani Kesepakatan Kerjasama dengan Pelindo III untuk mengelola Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) yang intinya untuk meningkatkan pelayanan kepada pengguna alur. Ke depan APBS akan kita dalamkan dari 8,5 meter menjadi 12 meter dan kita lebarkan dari 100 meter menjadi 200 meter, sehingga frekuensi arus keluar masuk kapal meningkat dari satu jalur menjadi dua jalur,” terang dia.
Pihaknya juga akan meningkatkan pemanfaatan Pelabuhan Tanjung Wangi sebagai pelabuhan petikemas. Sehubungan dengan hal tersebut, telah diterbitkan Peraturan Gubernur Jawa Timur No 77 Tahun 2009 tentang Kawasan Lalu Lintas Angkutan Peti Kemas di Jawa Timur Melalui Pelabuhan Tanjung Wangi. Dengan Peraturan ini, ditetapkan Lalu Lintas Angkutan Peti Kemas di Jawa Timur tidak hanya melalui Pelabuhan Tanjung Perak namun juga dapat melalui Pelabuhan Tanjung Wangi terutama di wilayah Kabupaten Situbondo, Bondowoso, Jember dan Banyuwangi. Dengan dioperasikannya Pelabuhan Tanjung Wangi sebagai Pelabuhan Peti Kemas maka diharapkan dapat mengurangi arus bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Perak dan dapat berfungsi sebagai back up system transportasi apabila jalan ruas jalan Sidoarjo – Porong tertutup sebagai akibat luapan lumpur.
Menyinggung Bandara Juanda pada tahun 2009 volume penumpang mencapai 10,5 juta orang yang terdiri dari penumpang domestik (9,4 juta) dan internasional (1,1 juta). Sedangkan volume lalu lintas pesawat komersial mencapai 94.300 pergerakan terdiri dari domestik 84.541 pesawat dan internasional 9.855 pesawat, sehingga permasalahan utama di Bandara Juanda adalah overload. Untuk itu, sudah mendesak adanya kebutuhan pengembangan bandara dengan alternatif: Pertama, double runway pada Bandara Juanda yang ada saat ini yang diiringi penyediaan terminal yang memadai. Kedua, pembangunan bandara baru dengan alternatif di Kabupaten Lamongan berdasarkan pertimbangan keamanan keselamatan penerbangan.
“Tidak ketinggalan kita juga akan mempercepat pembangunan jalanjalan tol yang kebutuhannya sudah sangat mendesak. Khusus untuk percepatan pembangunan jalan tol ini, kami mohon kepada Pemerintah Pusat melalui Bapak Menteri PU untuk lebih memperhatikan dan memprioritaskan pembangunan jalan tol di Jawa Timur mengingat Jawa Timur adalah sebagai gerbang Indonesia bagian timur. Adapun ruas jalan tol yang saat ini sedang dalam proses pembangunan adalah: Tol Surabaya – Mojokerto, Tol Kertosono – Mojokerto, Tol Gempol – Porong (relokasi), Tol Wam (Aloha- Wonokromo – Tanjung Perak), dan Tol Gempol- Pandaan, serta Tol Pandaan – Malang,” harapnya.
Perekonomian Jatim Positif
Gubernur Soekarwo juga menegaskan bahwa perkembangan perekonomian Jawa Timur selama tahun 2009 sudah menunjukkan perkembangan positif yang ditandai dengan membaiknya indikator makro ekonomi Jawa Timur. Kondisi perekonomian Jawa Timur tersebut bisa dilihat: Pertama, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,01% di atas nasional 4,5%. Kedua, tingkat inflasi 3,62% yang dipengaruhi oleh naiknya harga komoditas: makanan, minuman, rokok dan tembakau, sandang dan perlengkapan rumah tangga.
Ketiga, tingkat pengangguran berhasil menurun sebesar 25,42% dari tahun 2008 sehingga Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 5,08%. Keempat, PDRB Jatim sebesar Rp 684 triliun dan Rp 362 triliun (52,99%) merupakan kontribusi UMKMK. Kelima, neraca perdagangan Jawa Timur tahun 2009 sudah menunjukkan surplus 881,65 juta USD sedangkan tahun 2008 masih defisit (1.374,96 juta USD), atau tahun 2009 ada kenaikan ekspor 4,06% dan penurunan impor 20,16% keduanya dibanding 2008.
Oleh karena itu, lanjutnya, pihaknya mendukung UMKMK di Jawa Timur yang berjumlah 4,2 juta. Mengingat dari sejumlah UMKMK tersebut yang dapat mengakses kredit pcrbankan baru sebesar 30% dan selebihnya belum mendapat fasilitas kredit perbankan negeri maupun swasta. “Perbaikan kondisi makro ekonomi tersebut, tidak terlepas dari dukungan adanya Dana Pihak Ketiga (DPK) di bank umum dan BPR di Jatim mencapai Rp 197 triliun. Dari DPK tersebut telah disalurkan untuk kredit melalui bank umum dan BPR sebesar Rp 132 triliun (67%), dan yang belum disalurkan sebesar Rp 65 triliun (33%). Selain itu tingkat pertumbuhan kredit 11,61%, hal ini sangat berpengaruh posistif atau signifikan terhadap perbaikan kondisi makro ekonorni Jawa Timur,” papar gubernur.
Ditambahkan, dalam Peraturan Presiden atau Perpres Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan J angka Menengah (RPJM) Nasional mengamanatkan bahwa pertumbu han ekonomi Jawa Timur tahun 2010 ditetapkan sebesar 5,8% hingga 6,4%. Pada akhir RPJM atau tahun 2014 pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dipatok pada kisaran 7,1 % s/d 7,8%. “Untuk mencapai target yang cukup tinggi tersebut telah dilakukan antisipasi dan upaya-upaya yaitu merapatkan barisan dan menyinergikan program-program kabupaten kota dengan provinsi. Untuk itu pada tanggal 17 Mei 2010 bertempat di Surabaya telah diadakan rapat koordinasi dengan seluruh bupati/wali kota dan DPRD Kabupaten/Kota se Jawa Timur yang telah menyepakati penetapan target pertumbuhan ekonomi tahun 2010 sebesar 6,05% s/d 6,1%, sedangkan tahun ‘2011 ditetapkan 6,51 % hingga 6,63%. Sedangkan tahun 2014 diharapkan dapat mencapai di atas 7,1 %,” kata Pakde Karwo.
Ia lantas mengutip data Bank Indonesia tentang pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada triwulan I tahun 2010 telah mencapai 5,82% dan triwulan II diperkirakan tumbuh lebih 6%. Kontribusi PDRB masih didominasi oleh 3 sektor andalan yaitu: pertanian (16,39%), industri pengolahan (28,04%) serta perdagangan, hotel dan restoran (29,44%).
“Kontribusi sektor perdagangan yang tinggi tersebut sangat relevan dengan kinerja ekspor nonmigas Jawa Timur yang cukup baik, pada semester I (Januari sampai Mei) telah mencapai US$ 5 miliar 47 juta atau meningkat sebesar 58,79% dari US$ 3 miliar 405 juta. Sedangkan kinerja impor nomnigas untuk periode yang sama mencapai US$ 4 miliar 563 juta atau meningkat 50,72%. Sehingga neraca perdagangan luar negeri kita masih surplus sebesar US$ 484 juta,” terangnya.
Sedangkan ekspor perdagangan Jatim ke luar pulau pada twiwulan I tahun ini sebesar Rp 44,20 triliun, meningkat 13.86% dibanding periode yang sama tahun 2009 sebesar Rp 38,820 triliun. Adapun impor dari luar Jawa Timur pada triwulan I sebesar Rp 42,4 triliun atau meningkat 15,48% dibanding tahun 2009 periode yang sama, sehingga neraca perdagangan antar daerah telah surplus sebesar Rp 2,156 miliar.
Untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang mantap pada kisaran yang sudah ditargetkan tersebut, menurut gubernur, perlu diupayakan melalui beberapa strategi yang terfokus: Satu, strategi peningkatan investasi antara lain dengan jalan meningkatkan peranan kedutaan besar (Kedubes) dan Konsul Jenderal RI (KJRI) di luar negeri sebagai corong informasi/pemasaran. Ini sekaligus sebagai pelayanan awal dengan didukung oleh perangkat informasi secara online system antara Kedubes dan KJRI dengan Provinsi Jawa Timur serta penunjukan semacam perwakilan dagang/usaha Pemprov Jatim di masing-masing negara terkait. Disamping itu, juga pembentukan Pelayanan Perizinan Terpadu (P2T) dengan tujuan mempermudah proses perizinan, pengurusan perizinan PMDN hanya membutuhkan 11 hari, dan PMA membutuhkan 17 hari.
Dua, peningkatan ekspor luar negeri dan dalam negeri (perdagangan antarwilayah), dan tiga peningkatan sektor agribisnis dan agroindustri. “Kedua strategi ini dapat berjalan secara simultan dan bersinergi melalui Pusat Perdagangan Agrobis atau yang dikenal dengan Puspa Agro yang merupakan pasar induk untuk aneka komoditas agro terbesar di Indonesia dan berdiri di atas lahan seluas 50 hektare. Pendirian Puspa Agro adalah pikiran global dan bukan lokal lagi, sehingga berskala dan berstandar internasional,” urai Soekarwo• djup/abi/ryan
Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: SAREKDA Jawa Timur,: 009, 2010, hlm. 9