Pasar Bunga dan Pasar Burung Bratang, Surabaya
Semerbak bunga di Sudut Pasar Bratang Di pasar bunga ini, Alim Markus dan Bambang DH, kerap belusukan tanpa banyak yang…
Semerbak bunga di Sudut Pasar Bratang
Di pasar bunga ini, Alim Markus dan Bambang DH, kerap belusukan tanpa banyak yang tahu. Sekilas tak ada yang berbeda dilihat dari depan, dibandingkan dengan pusat-pusat penjualan tanaman hias lain yang ada di Kota Pahlawan ini. Aneka tanaman hias ditata rapi di depan emperan stand-stand yang menghadap ke jalan Bratang Binangun itu. Warna-warni daun dan bunga sungguh memikat, ditambah hijau daun yang sejukkan mata.
Ini belum seberapa, sebelum kita masuk ke area pasar yang mulai berkembang di tahun 90-an itu. Ada suasana berbeda ketika kita sudah berada di dalam sana. Melintasi setiap lorong dengan alas batu paving dengan lebar sekitar 50 sentimeter. Di kanan kirinya bunga dan tanaman bejajar rapi. Aroma khas beberapa bunga menebar bersama dengan senyum ramah para pedagang menyambut mereka yang datang.
Pilih-pilih bunga sesuai kebutuhan akan puas, sebab di sana pasti ada. Mulai dari bunga hias, tanaman toga hingga tanaman perdu yang mampu hadirkan teduh juga ada. Di atas lahan lebih dari 2400 meter persegi, yang berada di sebelah Barat pasar Bratang di sana para pedagang bunga berkumpul. Dari sisi usaha, pasar bunga Bratang dari tahun ke tahun menunjukkan kemajuan.
Dan ini diimbangi oleh para pedagang yang tidak lupa menunaikan kewajibannya terhadap PD Pasar Surya, sebagai pengelola. Lebih dari 200 stand berukuran 3×4 meter yang ada di sana. Dan lebih dari 65 orang pedagang bunga bermukim dan menjalankan bisnisnya.
Pada sebuah kesempatan, Mossaik bertemu dan berbincang dengan ketua paguyuban pedagang bunga Bratang. Subandri, pria kelahiran Batu, Malang, ini mengaku mulai pindah ke tempat ini sekitar tahun 1980-an. Kisahnya, ketika pertama kali ditempati, pasar bunga Bratang merupakan lahan alternatif yang dipilih oleh sekitar lima orang pedagang bunga yang semula menempati pasar bunga Kayun. Subandri adalah salah seorang diantaranya.
Menurut pria 45 tahun ini, mereka harus pindah karena semata alasan pengembangan usaha. Ada kendala yang butuh segera dicarikan solusi ketika mereka di pasar bunga Kayun. Di sana mereka tidak bisa mendatangkan tanaman dalam jumlah yang besar. “Kalau pedagang akan mendatangkan tanaman hingga 2-3 truk sangat tidak mungkin, karena lahannya sempit,” jelasnya. Sebab itu mereka merasa harus mendapatkan tempat lain yang lebih representatif. Kemudian didapatlah pasar Bratang, yang ketika itu masih belum seperti yang ada sekarang.
Kalau mengingat waktu pertama kali ditempati, tutur Subandri, sangat jauh dari layak. Bayangkan didepannya masih berupa tumpukan sampah, yang tidak lain adalah tempat pembuangan sampah sementara dari masyarakat sekitar. Menimbulkan pandangan kurang bagus dan bau yang tidak sedap. “Orang jual makanan saja enggan lewat di depan situ,” kisah Subandri.
Jadi di situ dulu adalah sarang bau, lalat, sampai hama, semua kumpul jadi satu. Dan temyata, kondisi itu juga sangat tidak cocok untuk tanaman. Dan yang pasti tidak akan mampu memberikan kenyamanan bagi pengunjung. Seiring perjalanan waktu, dan peran serta pemerintah yang juga intens memberikan perhatiannya terhadap setiap pengembangan setiap sisi kota. Maka perubahan demi perubahan pun terjadi. Lahan yang semula tempat pembuangan sampah, sekarang sudah berubah menjadi gedung dan bangunan.
Beriring dengan perkembangan itu, para pedagang bunga itu pun terus pula berbenah diri. Dulu pertama kali yang mempunyai inisiatif untuk menata lokasi pasar bunga ini juga berasal dari pengurus paguyuban terdahulu. Kepada warganya mereka selalu menganjurkan agar lokasi berjualannya itu harus selalu tampak rapi dan nyaman bagi pengunjung. Anjuran seperti jangan meletakkan tanaman besar di dekat lorong, karena bisa mengganggu pengunjung yang berjalan di lorong itu, kerap disosialisasikan dalam setiap pertemuan.
Kini pasar bunga itu sudah teratur, kebersihannya pun terjaga, menyenangkan hati siapa pun yang berkunjung ke sana. “Keunikan di pasar bunga Bratang sebenarnya lebih pada pelayanannya,” tegas Subandri lagi. Yaitu lebih mengutamakan kenyamanan bagi pembeli, sehingga mereka merasa tidak terganggu dengan sesuatu yang mungkin membahayakan selama mereka berada di tempat itu. Misalnya ketika mereka memarkir kendaraannya yang relatif aman. Di sana bahkan belum pernah ada cerita pembeli ditodong atau dijambret. Pada hal yang demikian beberapa kali terjadi di tempat pedagang bunga lainnya.
Pasar bunga Bratang setiap hari tidak pernah sama sekali tutup, walau beberapa pedagang biasanya pada jam enam sore sudah pulang. Jadi bila mal am tiba, masih ada saja beberapa stand yang buka. Ada yang menarik di sana, mereka yang masih berada di stand tidak boleh sembarang menjualkan tanaman milik pedagang lain. Walau demikian mereka akan tetap coba melayani dengan baik, namun bila tanaman yang dimaksud pembeli milik pedagang lain dan ternyata tidak ada di tempat maka pembeli akan dianjurkan untuk kembali lagi besok.
Menurut bapak dengan empat orang anak ini, lokasi pasar bunga Bratang ini sangat cocok. Indikatornya sederhana, tidak usah berapa banyak pengunjung yang datang. Yang paling gampang adalah frekuensi pasokan dari tanaman yang diangkut dengan truk-truk itu. “Disini itu hanya basa-basi kalau ada pedagang yang bilang belum dapat penglaris,” ujarnya diiringi tawa ringan. Pengunjung paling ramai datang pada hari Sabtu dan Minggu. Ini mulai dari pagi hingga sore. Pengamatan sementara Subandri, di pasar bunga Bratang ini koleksinya lebih lengkap dibandingkan dengan tempat pedagang bunga lainnya. Bila di tempat lain sangat sulit untuk mendapatkan tanaman Toga, maka di Bratang pasti ada.
Mereka yang datang sebagai pembeli di pasar bunga Bratang, sementara dinilai kebanyakan dari kalangan menengah ke atas, Subandri melihatnya dari mobil yang mereka kendarai yang rata-rata mobil mewah. Menurut Subandri, tak jarang pejabat atau beberapa orang terkenal di kota ini juga datang berkunjung mencari tanaman hias. Dan yang paling banyak belakangan adalah ibu-ibu. Ada trend bunga yang sangat digemari oleh kaum ibu kini, yaitu Pacar Air dari Bangkok, harganya tidak boleh Rp 50 ribu.
Nilai Lebih
Keberadaan pasar bunga di salah satu sudut pasar Bratang itu dianggap mempunyai banyak keuntungan. Setidaknya berdasar kacamata para pedagang. Hal ini terasa ketika di beberapa lokasi yang tidak jauh dari sana juga menawarkan jenis dagangan serupa. Kalau dari sisi persaingan, menurut Subandri, yang paling bisa mengancam adalah keberadaan pedagang bunga di sepanjang jalan Raya Prapen. Tetapi untungnya para pedagang di Prapen itu tidak mempunyai kondisi senyaman yang dimiliki oleh para pedagang di pasar bunga Bratang. Seperti kenyamanan bagi pembeli ketika mencari tanaman yang diinginkan.
Seperti diketahui jalan Raya Prapen bisa dibilang jalan protocol dan cenderung merupakan jalur cepat. Kondisi demikian tidak menguntungkan bagi tanaman. Dengan meletakkan tanaman yang berjarak sekitar satu meter dari jalan, maka pengaruhnya pada daun-daun tanaman yang bisa rusak terkena hempasan angin akibat kendaraan yang melaju kencang. Belum lagi asap yang ditimbulkan oleh knalpot kendaraan-kendaraan itu. Oleh sebab itu pula para pedagang yang ada di daerah ini lebih banyak menyediakan jenis tanaman besar.
Diakui Subandri, bahwa beberapa dari warganya juga ada yang mempunyai lokasi di sekitar jalan Raya Prapen. Namun demikian mereka sekedar menggunakannya sebagai tempat stok tanaman Sementara penjualannya masih lebih mengandalkan di Bratang. Beberapa pedagang yang lain juga menggunakan area di sepanjang jalan Raya Prapen sebagai lahan dederan atau tempat pembibitan. Seperti untuk tanaman Krokot, setelah jadi maka segera di salurkan ke pedagang atau pemborong lainnya. Kondisi lain yang kurang menguntungkan di lokasi pinggir jalan tersebut adalah keamanan yang kurang terjamin. Beberapa pedagang di sana tidak berani untuk kula’an bunga-bunga dengan harga mahal. Jenis pedagang lain yang masih mungkin untuk memanfaatkan area pinggir jalan biasanya mereka yang menjual tanaman dengan sistem bangkrakan.
Yaitu mereka yang menjajakan tanaman hias dengan sepeda atau gerobak yang keluar-masuk kampung atau perumahan. Ini berbeda dengan pedagang bunga di pasar bunga Bratang, mereka semua adalah pedagang yang menetap. Di dalam lokasi pasar bunga Bratang tidak ada lahan yang digunakan untuk pembibitan. Ini lebih karena semua lahan sudah habis untuk memajang koleksi bunga. Semua tertata rapi, melintasi setiap deretan stand memang asyik. Ragam pengunjung yang datang ke sana. Mulai dari keluarga hingga para anak sekolah. Wajar saja, karena apa yang mereka butuhkan dengan mudah bisa di dapat di sana.
Di pasar bunga Bratang hampir semua jenis tanaman hias turun dan ditawarkan oleh para pemasok. Dari cerita Subandri, jalur distribusi tanaman itu bila dirunut bisa mulai dari Jakarta. Bunga dengan standar harga kelas menengah ke atas kebanyakan berasal dari Jakarta. Biasanya dari Jakarta akan dikirim ke Batu, baru kemudian turun ke Surabaya. Sementara ini pemasok bunga memang kebanyakan berasal dari Batu, Tretes, dan Ledug. Dari daerah-daerah ini bisa datang kiriman bunga ke Bratang tiap hari. Sedangkan yang dari Jakarta setiap dua minggu sekali. Tetapi ada juga kiriman bunga yang berasal dari Kediri, biasanya antara 4-5 kali sebulan melakukan pengiriman. Ada pula yang dari Jember, datang setiap dua minggu sekali.
Beberapa tanaman yang dimaksud dengan harga kelas menengah ke atas diantaranya seperti, Palm Phoenix, Camadorea, Pinang Merah, Mawar Jambi, dan beberapa tanaman lain. Tetapi kalau tanaman jenis perdu lainnya biasanya berasal dari Batu. Jenis tanaman bunga yang sekarang lagi menjadi trend, maksudnya paling banyak dicari dan diminat oleh masyarakat, adalah jenis Kamboja Jepang. Menurut Subandri harganya antara Rp 75 ribu sampai dengan Rp 1 juta lebih. Dan di pasar bunga Bratang, jenis ini juga tersedia.
Kedepan ternyata masih menyisakan harapan di kalangan pedagang. Akan lebih lengkap bila di pasar bunga Bratang juga tersedia stand yang menjual bunga potong. Walau sekarang sudah ada, meski hanya beberapa gelintir, rasanya belum lengkap bila belum ada kapling khusus yang menawarkan jenis bunga, yang juga tak kalah diminati masyarakat ini. Maksud hati para pengurus tak lain agar semakin lengkap citra pasar bunga Bratang sebagai pusatnya bunga dan tanaman hias. Sehingga ketika pengunjung datang ke sana, semua kebutuhannya akan bunga bisa terpenuhi. Maka jadilah pasar yang berdekatan dengan Kebun Bibit itu sebagai salah satu potensi kota. (mi az alim)
Keunikan di pasar bunga Bratang sebenarnya lebih pada pelayanannya. Ramah Melayani Pembeli
Dalam hal ketertiban, kedisiplinan, dan kerukunan, harga pasar bunga Bratang tidak kalah dengan pasar lain. Warga di sana sangat mudah untuk diajak bicara dan bermusyawarah. Mulai dari persoalan-persoalan kecil hingga masalah besar yang menyangkut kepentingan bersama. Seperti adanya iuran diantara warga untuk tujuan bila diantara mereka ada yang meninggal. Atau mungkin ada yang medapatan musibah. Yang lebih detil lagi, anak buah atau pegawai yang ada di sana, baik yang tetap maupun yang tidak, juga mendapat perhatian. Mereka semua didata oleh pengurus paguyuban. menurut Subandri, hal itu dilakukan untuk mengantisipasi segala kemungkinan, bahkan yang terburuk sekalipun.
Pedagang bertanggung jawab penuh terhadap pegawainya. Apabila suatu ketika ada kejadian, misal pegawainya pergi dan tidak kembali, maka pedagang harus segera melapor kepada pengurus. Hal ini juga dimaksudkan untuk menjaga pandangan pihak luar. Bahwa warga pasar bunga Bratang tidak bisa seenaknya keluar-masuk. Subandri sendiri sekarang mempunyai 5 orang pegawai. Dia menjadi ketua paguyuban sudah hampir satu periode, dimana masing periode lamanya 4 tahun.
Kerukunan warga di sana menjadi hal yang paling utama. Tiap bulan secara rutin diadakan pertemuan, baik antar warga pada setiap tanggal 10, maupun pengurus paguyuban sendiri pada tanggal 25 tiap bulan. Biasanya bertempat di dalam lokasi pasar juga, yaitu di gang lebar. “Kalau hanya untuk menampung warga hingga 100 orang masih cukup,” ujar Subandri, pemilik stand Taman Asri itu. Bersumber dari iuran warga tadi, hingga kini paguyuban sudah mempunyai sekian barang inventaris. Seperti piring untuk keperluan hajatan, warga sudah tidak perlu lagi repot-repot menyewa karena di paguyuban sudah ada. Dan beberapa perlengkapan yang lain. Kekompakan ini sudah terkoordinir sejak kepengurusan yang pertama. Hingga sekarang sudah masuk pada kepengurusan periode ketiga. Dari penuturan Subandri, paguyuban juga sudah coba-coba menjalankan koperasi walau masih kecil-kecilan. “Tapi koperasinya belum saya notariskan, karena belum ada yang mengurus,” tukasnya. Kegiatan lain juga sudah ada arisan diantara warga dan antar pengurus.
Dalam setiap kesempatan pengurus secara terus menerus menggembleng warganya agar mereka jangan sekali-kali mengecewakan pelanggan. “Itu yang pertama harus dipegang oleh para pedagang,” tegas Subandri. Disiplinan, pelayanan, dan kerapian menata tanaman termasuk lorong-lorongnya, bahkan sampai dengan penerangan di sekitar lokasi pasar. Untungnya warga di pasar bunga Bratang sudah sadar sejak awal. Bahwa lambat laun lokasi tempat mereka juga, yaitu di gang lebar. “Kalau hanya untuk menampung warga hingga 100 orang masih cukup,” ujar Subandri, pemilik stand Taman Asri itu. Bersumber dari iuran warga tadi, hingga kini paguyuban sudah mempunyai sekian barang inventaris. Seperti piring untuk keperluan hajatan, warga sudah tidak perlu lagi repot-repot menyewa karena di paguyuban sudah ada. Dan beberapa perlengkapan yang lain. Kekompakan ini sudah terkoordinir sejak kepengurusan yang pertama. Hingga sekarang sudah masuk pada kepengurusan periode ketiga. Dari penuturan Subandri, paguyuban juga sudah coba-coba menjalankan koperasi walau masih kecil-kecilan. “Tapi koperasinya belum saya notariskan, karena belum ada yang mengurus,” tukasnya. Kegiatan lain juga sudah ada arisan diantara warga dan antar pengurus.
Bersamaan dengan itu mereka juga sudah mempersiapkan peningkatan pola-pola layanan terhadap pembeli. Salah satunya, di sana terdapat sosialisasi yang selalu ditebarkan oleh pengurus paguyuban, yaitu untuk terus meningkatkan kualitas dagangan dan layanan. Dalam pelayanan, pedagang dilarang mengeluarkan kata-kata tidak sopan kepada pengunjung. Pengurus paguyuban pada setiap kesempatan bertemu dangan warga selalu menekankan agar mereka selalu ramah dalam melayani pengunjung.
Kabar tentang rencana menjadikan pasar bunga Bratang sebagai salah satu lokasi wisata kota Surabaya memang sempat terlontar, dan pedagang di sana juga pernah mendengarnya. “Memang pernah ada kabar demikian, tetapi kalau tidak salah lebih pada Kebun Bibit itu,” ujar Subandri. Buktinya hingga sekarang mereka yang datang ke sana dominan masih mereka yang memang membutuhkan tanaman hias. Dan datangnya pun lebih banyak pribadi-pribadi, paling banyak keluarga. Sejauh ini belum ada pengunjung yang datang dalam jumlah besar at au rombongan. Namun demikian, tahun lalu atas inisiatif sendiri, kepala pasar pernah membuat program semacam kunjungan bagi anak-anak TK. Mereka diajak berkeliling untuk mengetahui langsung pasar Burung dan pasar Bunga Bratang. Program ini berjalan cukup rutin, dalarn satu bulan bisa 2 hingga 3 kali datang kunjungan anak-anak kecil itu. Sayang, sekarang program itu sudah tidak ada lagi. “Mungkin karena bapak kepala pasar sedang sibuk dengan tugas-tugasnya,” timpalnya.
Hubungan antara pedagang dengan pemerintah, khususnya PD Pasar ternyata sangat baik. Pengurus paguyuban jauh-jauh hari sudah menitipkan sesuatu kepada pihak pengelola. Kesimpulannya, peran mediasi dari pengurus paguyuban hendaknya dimanfaatkan. Jadi bila ada kebijakan dari atas, atau ketika ada warga yang melanggar, hendaknya terlebih dahulu melalui pengurus paguyuban. Status para pedagang di sana menggunakan lahan hingga kini adalah sewa. Di awal, sistem pembayarannya adalah dengan bulanan. Tetapi kemudian para pedagang ini melalui pengurus paguyuban meminta agar pembayaran sewa mereka adalah harian. Sebab pertimbangan mereka, karena hasil keuntungan yang mereka dapat dari berjualan hitungan. Menurut Subandri, para pedagang akan mematuhi setiap keputusan yang diambil oleh pemerintah sehubungan dengan penggunaan lahan pasar di sana.
Sejauh itu juga berdampak positif terhadap kelangsungan usaha mereka. Misalnya suatu ketika pemerintah meminta lahan itu maka pedagang akan memberikannya. Namun dengan catatan pemerintah juga harus menyediakan lahan untuk relokasi tempat mereka berjualan, setidaknya yang sama strategisnya dengan yang sebelumnya. mi az alim
Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Mossaik, oktober 2005